"Aku keberatan jika kita harus membawa Ara bersama kita." ucap DK cepat. Vernon sudah mengutarakan keinginannya untuk membawa Ara bersama. Dan sejujurnya ia sudah menduga bahwa ia akan mendapat penolakan dari nephilim tertua tersebut.
"Kenapa? Apa menurutmu dia merepotkan? Kau tak mau bertanggung jawab atas dirinya? Dia sendirian, DK. Dia sudah tak punya siapa-siapa lagi selain kita," Vernon terus menerus protes.
DK menggeleng lirih.
"Vernon, ini bukan masalah aku tak mau bertanggung jawab atau merasa direpotkan. Tapi, ini perjalanan berbahaya. Bagaimana mungkin seorang manusia ada bersama kita. Kita makhluk abadi, membawa manusia dalam kerumunan kita adalah sesuatu hal yang tidak mungkin," ia kembali ngotot.
"Sudah cukup kita kehilangan Habin dan Dino. Dan aku tak mau ada korban lagi," lelaki itu bangkit.
"Tapi DK ..."
"Biarkan saja ia ikut bersama kami. Ia kasihan sekali," Wonwoo ikut memberikan pendapat. DK menatapnya dengan tatapan tegas. "Tidak," jawabnya cepat.
"Membawa dia bersama kita hanya akan mempercepat kematiannya. Ingat, tidak semua malaikat mau memberi toleransi. Hoshi bahkan tega menghabisi Habin. Dan mengenyahkan seorang manusia lagi demi membasmi kita, tak masalah baginya. Jadi, biarkan dia tetap di sini, dan kita pergi. Selesai,"
"DK, ku mohon ..."
Tepat ketika DK hendak berkata-kata lagi, Ara muncul dari balik pintu ruang tengah.
Kedua matanya sayu. Wajahnya pucat. Dan tubuhnya terlihat rapuh.
"Biarkan aku bersama kalian. Ku mohon," ucapnya lirih. "Aku tak bisa di sini, sendirian. Aku tak bisa ..."
"Ara," DK memanggil namanya dengan mantap. "Kau manusia yang masih punya masa depan cemerlang. Sebentar lagi kau lulus sekolah, lalu kau kuliah, kemudian kau akan mendapatkan pekerjaan dengan baik. Kau bisa hidup damai di sini, memiliki banyak teman, memiliki sebuah keluarga. Bergabung bersama kami hanya akan menghancurkan dirimu sendiri. Ini bukan sesuatu hal yang bisa dihadapi oleh manusia biasa. Ku harap kau mengerti."
Air mata Ara menitik.
"Hidupku sudah hancur, DK." Desisnya. "Dan aku tak bisa berada di sini lagi. Tempat ini terlalu menyakitkan. Setiap sudut kota ini mengingatkanku pada Habin. Dan setiap kali aku ingat akan dia, dadaku sesak. Aku sekarat. Jika aku harus di sini sendirian, sepertinya --" Gadis itu menggigit bibir. "--- aku menyerah untuk hidup," bahunya terguncang.
Vernon bergerak ke arahnya lalu mendekapnya lembut.
"Biarkan saja ia ikut bersama kita, DK." Junghan membuka suara. Ia mengibaskan rambutnya lalu bersedekap. "Jujur aku lelah melarikan diri. Kita sama-sama lelah. Tapi jika ada dari kita yang harus mati lagi, setidaknya kita tidak mati kesepian," ia menatap wajah DK dengan tegas.
Hening sesaat. DK terlihat sedang berpikir. Tapi akhirnya ia mendesah. "Oke, kita pergi bersama,"
Josh bangkit dari tempat duduknya.
"Dan jika berencana pergi, sepertinya kita harus bergegas. Karena firasatku mengatakan bahwa dalam waktu yang tak lama lagi, Hoshi sedang dalam perjalanan ke sini dengan ditemani selusin malaikat yang lain," ucapnya.
Para pemuda itu berpandangan.
"Tapi, aku pantang untuk pergi tanpa melakukan perlawanan terlebih dahulu," DK mendesis.
"Mereka harus membayar atas kematian Dino dan Habin," rahangnya kaku.
"Oke, kami ikut." Wonwoo dan Mingyu menjawab hampir bersamaan, tanpa ragu. "Sudah lama kita tidak bertarung habis-habisan. Dan tanganku sudah gatal ingin meremukan tulang-tulang mereka. Selusin malaikat, huh? Aku tak gentar," Mingyu melenturkan jemari tangannya hingga menimbulkan bunyi gemerutuk. Dan Wonwoo ikut terkekeh sinis, melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nephilim
FanfictionYoon Ara, gadis biasa yang baru duduk di kelas 2 SMA telah menjadi yatim piatu sejak setahun yang lalu. Kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan lalu lintas. Dengan hanya berbekal dana santunan dari pihak asuransi, selama ini ia hidup d...