Lama sekali tidak update Negeri impian. Masih ada dua part lagi berikut part ini. Semoga suka
🌹🌹🌹
Aku membaca biodata lelaki itu setelah mengirimkan biodataku ke alamat email yang diberikan syeikh Mehmet. Hatiku langsung bergeletar melihat pasfoto close up yang berukuran 4 x 6 yang menempel di halaman pertama. Dia lelaki yang kukenal. Aku bertemu dengannya dua kali. Tapi benarkah dia? Aku membaca nama lengkapnya: Muhammad Iqbal Santosa. Ya ... aku tidak keliru. Ini memang orang yang bertemu denganku di bandara setahun yang dan di Islamic Center sore tadi.
Lelaki itu merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Orangtuanya asli Sunda. Aku terus membacanya hingga usai. Akhirnya aku bisa menyimpulkan bahwa lelaki itu adalah seorang aktivis Islam di kampus. Dia seorang mahasiswa yang prestasinya cukup gemilang. Aku merasa sangat gembira dan ingin segera bercerita kepada Prita bahwa lelaki yang pernah satu almamater dengannya tanpa kusangka akan melakukan ta'aruf denganku.
Aku langsung menelpon Prita, tapi sayang hape tidak aktif terus. Aku ingin segera menyuruh dia pulang karena selain hari sudah agak malam, juga ingin menceritakan kabar gembira ini. Aku mencoba menelpon Prita lagi. Sepertinya Hapenya sedang di-charge. Duuh ... Prita sayang angkat dong!
Karena tidak pernah diangkat aku mulai kuatir. Aku mulai menyangka jangan-jangan telah terjadi sesuatu pada Prita. Jangan-jangan dia sedang dalam bahaya. Namun kembali lagi enyahkan prasangka kekhawatiran yang menurutku berlebihan itu. Hari sudah semakin larut. Sementara Prita belum juga pulang. Malam itu hujan turun dengan deras. Aku mulai ngantuk. Aku tidak pergi ke kamar sebelum Prita pulang. Akupun ketiduran di sofa.
Bel berulang kali berbunyi. Bunyi bel itu berbunyi cepat. Orang yang memencetnya seperti sedang cemas. Pasti itu Prita. Aku segera berlari ke dekat pintu. Saat pintu kubuka, Prita langsung memelukku. Badannya sangat lemas hingga aku tak kuasa menahan berat tubuhnya. Badan dan rambutnya basah kuyup. Dia menangis. Tak jauh dari hadapanku ada seorang lelaki berambut cepak dengan pakaian yang basah kuyup berdiri membelakangi kami. Begitu mendengar derit pintu lelaki itu berbalik. Hatiku berdesir. Dia lagi. Tapi aku berpikir mengapa dia datang bersama Prita malam-malam begini.
"Prita ada apa? Apa yang terjadi?"
Prita tidak menjawab. Dia tidak berhenti menangis.
"Teh lebih baik ajak saja dulu ke dalam. Dia sepertinya belum siap bercerita."
Aku membimbing Prita ke dalam. Iqbal mengikutiku dari belakang.
"Teh punten, nggak apa-apa ya saya ikut masuk?"
"Oya silakan ..."
Prita duduk di Sofa. Iqbal pun duduk di sofa yang sebelahnya. Tak lama kemudian aku kembali dari dapur membawa air hangat.
"Kalian pasti kedinginan. Minum air hangat ini supaya badan sedikit hangat."
Prita diam dan menunduk. Dia terus-terusan menangis. Aku memaksanya minum. Dia tidak menolak. Iqbal meminum air hangat itu dan tak lama kemudian dia pamit. Aku mengantarnya sampai sampai ke muka pintu. Sebelum pamit dia mengatakan bahwa Prita belum mau bercerita padanya. Dia menemukan Prita di serambi masjid di dekat New York Square selepas shalat Isya. Dia terlihat sangat ketakutan.
"Teh, di negeri ini kita sudah seperti keluarga. Tolong kabari saya jika ada apa-apa. Semoga ke depan Prita baik-baik saja."
"Terima kasih, Kang."
Iqbal berlalu. Dalam suasana seperti ini, ingin sekali aku menghilangkan pikiran itu, tapi sungguh sangat sulit. Pikiranku terus bertanya-tanya, apakah Iqbal sudah membaca biodataku.
![](https://img.wattpad.com/cover/71067355-288-k317361.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian🌠
SpiritualNEGERI IMPIAN | a novel © 2016 by Jahar #87 Spiritual 310716 Sepotong kisah tentang Iqbal, Prita, Hamza dan bayang-bayang Zaskia di Amerika. Hamza, anak cerdas yang membutuhkan sosok ibu. Sosok ibu hanya bisa dia dapatkan dari Prita, sepupu ibun...