ANTITHESIS

685 29 3
                                    

- 23 Mei 2015.


Aku sudah mendengar semuanya. Aku tidak takut padamu. Setiap langkah, setiap hela napas, setiap suku kata, setiap raungan sepi dan histeria penuh kepedihan. Aku tidak takut.

Kakiku berpijak teguh di tempat, dan Ibu Pertiwi menyambutku dengan gegap gempita yang belum pernah kudengar sebelumnya. Rajakelana pun ragu untuk mencoba mengangkatku, bahkan ketika kedua lengan Sang Langit sangat rindu untuk merengkuhku kembali dalam pelukannya.

Langit menangis. Aku membuatnya menangis. Dan aku tidak peduli sama sekali.

Elusan lembut tanah keras di bawah kakiku terus mengingatkanku pada rasa manis-pahit tak jelas realita. Bau khas tanah setelah hujan tidak bosan menertawai indra primitifku yang telah mati. Aku bukan lagi makhluk primitif. Aku bukan lagi suatu individu yang mendeklaraskan diri sebagai non-hewan yang modern. Bukan. Itu adalah kamu. Kamu dan rasmu. Bukan aku. Aku adalah pendatang dari masa depan, pelancong nirkala yang terjebak menyelami sepinya hiruk-pikuk masa ini. Aku tidak pernah sudi dikekang oleh satu-satunya dimensi non-Euclidean di alam semesta ini. Kurungan bersumbu tiga tidak bisa membatasi eksistensiku. Aku ada. Aku nyata. Dan aku akan membunuhmu.

Aku bersumpah, aku akan membunuhmu. Sayat demi sayat, pukul demi pukul, duniamu akan kubakar sampai ke abu. Aku akan membuang tahi di setiap nisan memori yang kaudirikan untuk mengenang apa yang kauanggap benar, karena mataku yang jernih tahu persis bahwa kau salah. Aku tidak takut.

Bawakan aku infantri berkuda besi, burung-burung bersenjatakan rudal, kavaleri berpedang peluru. Tembak aku. Gantung jeroanku. Serukan setiap tetes amarahmu kepadaku—biar seluruh dunia tahu! Aku telah mati! Ya, mati!

Dan aku begitu bahagia saat kulihat mulutmu ternganga ketika mayatku bangkit, utuh, berwujud, dan kembali melangkah dengan tak terhenti.

Aku telah melawan apa pun batu yang bisa kauambil dan lemparkan kepadaku. Batasan-batasanmu adalah lelucon bagiku. Keberadaamu tidak bisa lagi ditoleransi. Kau akan hancur.

Aku tidak takut. Aku sudah membunuh Tuhan. Aku telahmembantai para malaikat. Aku usai memporak-porandakan Surga. Dan, berikutnya,aku akan membunuhmu.

***

Aspira: Buku Catatan DahagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang