- 23 September 2015.
Maafkan aku, Bapa, karena aku telah berdosa.Maafkan aku yang tidak tahu apa-apa. Maafkan aku yang terbuai oleh suaranya. Di malam yang beku, embus salju tanpa asa, aku membiarkan nada-nadanya merengkuhku menuju angkasa.
Maafkan aku yang tidak mengerti. Maafkan aku yang tak hati-hati. Aku yang telah sejauh ini melangkah pasti, hanya untuk berujung nyaris mati.
Maafkan aku yang diikat nafsu. Maafkan aku yang terelenggu. Saat nahas segala dunia yang sendu, aku lupa rasanya belaian penuh rindu.
Maafkan aku yang begitu ingin. Maafkan aku yang tak dengar batin. Dalam buaian lengannya tubuhku terjalin, dalam pelukan kuatnya yang lembut bagaikan satin.
Maafkan aku yang tidak menjaga. Maafkan aku yang tak kuasa. Aku hanya mendengar debar jantung membahana. Aku hanya merasakan mau yang membara!
Maafkan aku yang lalu menangis. Maafkan aku yang sayu teriris. Terasalah segala beban yang mengais, hanya menginginkan niat ini untuk terkikis.
Maafkan aku yang sangat lapar. Maafkan aku yang kurang ajar. Yang di ciumannya aku terkapar. Yang dalam kasihnya aku terbakar.
Maafkan aku yang tak berhenti. Maafkan aku yang ingin lagi. Aku tidak tahu kapan aku dirasuki. Tetapi aku tahu aku bukan diriku lagi.
Maafkan aku, Bapa, karena aku telah berdosa.
Aku telah jatuh cinta.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aspira: Buku Catatan Dahaga
Poetry- 8 Juni 2016. Akronimia: Semua yang tertulis dalam cerita ini Pernah terbengkalai, terabaikan, atau ditulis tanpa Inti yang jelas. Suatu hari, terbersit Rasa ingin mengumpulkan Apa yang ada menjadi satu : Badan yang utuh. Mungkin sekadar Untuk mema...