Bagian 5

159 8 0
                                    

"Udah hampir dua minggu aku belum ketemu sama Fatur. Kabar terakhir yang kudengar katanya Bundanya sudah menemukan saudara kembarnya yang ternyata ada di Bandung."

Aya menghentikan makannya lagi, tapi dia menyembunyikan rasa keterkejutannya di depan Angga.

"Aku bener-bener ga percaya kalau dia akhirnya menemukan saudara kembarnya yang menghilang hampir tujuh belas tahun. Aku ga sabar pengen tau cerita lengkapnya."

Aya sekarang yakin pasti Fatur yang dimaksud adalah Fatur Raditya, orang yang sama dengan saudara kembarnya.

"Bentar, by the way kenapa kamu tiba-tiba tanya tentang hal ini? Jangan-jangan,, kamu cemburu ya sama Virsya? Hayo ngaku.." goda Angga.

"Yee,, ya nggak lah. Ngawur kamu."

"Yang bener? Aku bebas kok Ya', jadi kamu ga perlu sungkan kalo mau ndeketin aku..Hahaha.. " ledekan Angga tambah menjadi-jadi.

"Yee,, ngarep..!!" Aya menjulurkan lidahnya, yang bikin Angga tambah gemes sampai mencubit kedua pipi Aya. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata tajam yang mengawasi mereka.

***

Sesampai di rumah, Aya masih memikirkan kabar yang mengejutkan dari Angga tadi. Dia tidak menyangka kalau Virsya ternyata pacarnya Fatur. Dia sempat berfikir, mengapa dua orang yang menyebalkan itu harus masuk dalam kehidupannya. Kalau boleh memilih, Aya pasti akan memilih lebih baik tinggal di Bandung, hidup bahagia bersama Haris. "Haris,, aku kangen." Saking asyiknya melamun, Aya sampai tidak mendengar panggilan dari Fatur.

"Hei! aku bukan Haris. Ditunggu Bunda tuh di meja makan. Cantik-cantik, budeg." Fatur langsung pergi dari kamar Aya.

"Huh! Dasar cowok nyebelin." Ucap Aya kesal sambil beranjak malas dari tempat tidurnya.

Di meja makan,

"Auh! Kamu liat-liat dong Tur. Jariku bukan daging yang bisa seenaknya kamu tusuk dengan garpu." Aduh Aya bercampur kaget ketika perlahan darah mengucur deras dari jari kelingking kanannya.

Fatur hanya terdiam, mengabaikan aduhan Aya. Sebelum kekesalannya bertambah, Aya langsung menuju kamar untuk mengobati jarinya yang terluka.

"Tur, cepat susul Aya." Perintah Bunda membuyarkan lamunan Fatur.

"Tapi Bund, Fatur kan ga sengaja." Elak Fatur, meski terbesit sedikit rasa bersalah di benaknya.

"Udah, cepetan! Kasihan adek kamu." Fatur pun akhirnya menyusul Aya.

Di kamar Aya,

"Sini Ya, biar aku obatin." Tawar Fatur. Aya yang masih sedikit terkejut dengan kedatangan Fatur tiba-tiba mendapati Fatur sudah duduk di hadapannya dan bersiap mengobati lukanya.

"Ga perlu, aku bisa obatin sendiri." Tangan Aya refleks mengelak, tapi Fatur malah mempererat genggamannya.

"Sekali-kali nurut kenapa sih, ga' usah bawel." Fatur tetap melanjutkan untuk mengobati jari Aya tanpa mempedulikan perasaan Aya yang tiba-tiba menghangat.

"Kenapa sih kamu ga baik-baik kaya gini tiap hari? Aku kan jadi bisa kerasan di rumah." Tutur hati Aya sambil memperhatikan Fatur yang sedang mengobati jarinya.

"Aku ga suka diliatin kaya gitu. Sorry ya, aku bener-bener ga tau kalau kamu mau ambil daging itu juga. Jangan banyak gerak." Dengan sikap coolnya Fatur langsung pergi begitu aja.

"Hmm,, ternyata sebenarnya kamu saudara yang baik Tur. Mudah-mudahan habis ini kita bisa akur layaknya saudara kembar semestinya. Aku jadi kangen dengan saudara-saudaraku di Bandung. Kapan ya aku bisa kesana?" Tutur hati Aya yang terus melihat punggung Fatur yang hampir berlalu. Dan dia hampir saja melupakan sesuatu. "Tur!"

Fatur yang sudah berada di dekat pintu mendadak berhenti. Dengan hanya menolehkan kepalanya dia menjawab, "Hm..?"

"Makasih ya."

Fatur hanya melambaikan tangannya dan melanjutkan langkahnya. Tapi tanpa Aya ketahui, gara-gara dua kata itu sebuah senyuman untuk pertama kalinya terukir di bibirnya.

***

Perlombaan voli antar sekolah akan digelar sekitar dua bulan lagi. Kesempatan Aya untuk menyembuhkan jarinya kurang lebih sembilan puluh persen. Tapi setelah mengetahui tangan Aya terluka, Virsya berusaha melukainya lagi. Dan usahanya berhasil.

"Auh.." teriak Aya sambil menahan rasa sakit jarinya yang diinjak oleh Virsya.

"Itu balasannya kalau kamu tetep mendekati Angga." Ancam Virsya.

Virsya memang sama sekali tidak punya perasaan. Kalo jarinya semakin parah seperti ini, kemungkinan kecil untuk dia bisa mengikuti perlombaan yang jadwalnya sudah semakin dekat.

Pelatih yang melihat kerisauan Aya, perlahan mendekatinya."Bagaimana keadaan jari kamu Ya'? Sudah ada kemajuan?"

"Eh Bapak." Aya baru tersadar dari lamunannya. "Ya begini Pak, lukanya belum juga pulih."

"Bapak memang berharap sekali kamu bisa ikut berpartisipasi. Tapi Bapak juga tidak mau memaksa kalau jari tangan kamu belum sembuh." Jelas Pak Pelatih.

"Terimakasih banyak atas pengertian Bapak. Saya minta maaf karena tidak bisa menjaga diri."

"Iya, santai saja Aya. Yasudah, Bapak mau melatih lagi. Kamu jangan murung." Tutur Pak Pelatih seraya beranjak pergi.

Saat pandangan Aya mengikuti arah perginya Pak Pelatih ke tengah lapangan, tiba-tiba dikejutkan dengan tatapan tajam milik seseorang yang berdiri di tengah lapangan. Tatapan itu menyiratkan kamu berhutang penjelasan padaku Aya. Aya yang perlahan takut langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Bersambung...

Don't Blame AnyoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang