Bagian 13

122 4 0
                                    

"Hiks,, hiks,, aku merindukan kalian yang dulu."

Menjelang pukul tujuh malam seluruh anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan. Tapi mereka belum bisa memulai kegiatan makan malam karena orang yang mereka tunggu belum juga datang.

"Gimana Tur? Dimana Aya sekarang? Kenapa dia belum juga pulang?" tanya Bunda yang mulai cemas.

"Ponselnya aktif, tapi tidak diangkat Bund." jawab Fatur yang mulai khawatir juga.

Tiba-tiba Laras memperhatikan rak sepatu. "Bukannya itu sepatu Kak Aya?" tanya Aya sambil menunjuk sepasang sepatu. Semua mata mengikuti arah pandang Laras.

"Berarti Aya sudah pulang. Bi Minah, tolong cek di kamar Aya." tutur Bunda.

"Apa kamu masih marah sama aku Ya'?" risau hati Fatur. "Tunggu Bi! Sebaiknya Aya' jangan dibangunkan dulu. Mungkin dia masih capek."
Bibi pun berhenti. Akhirnya semua melanjutkan makan malam tanpa kehadiran Aya.

***

Karena kejadian hari ini, keesokan harinya Aya memutuskan untuk lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Dia berusaha menghindari pemandangan kebersamaan Laras dengan keluarganya yang membuat hatinya sakit. Dia berangkat lebih pagi dari biasanya untuk menghindri sarapan bersama keluarga, dan pulang larut malam saat orang di rumah sudah pada tidur.

"Aya berangkat lebih awal lagi Bund?" tanya Fatur yang baru duduk di meja makan untuk sarapan.

"Iya Tur, bahkan kata Bi Minah, Aya sudah berangkat habis shubuh tadi?" jawab Bunda sambil mengambilkan nasi ke piring Fatur dan Laras.

"Apa Bunda ga ngerasa kalau Aya menghindari kita akhir-akhir ini? Bahkan dia sudah tidak pernah lagi makan bareng dengan kita lagi. Fatur khawatir Bund, kalau dia memendam masalahnya sendiri lagi?" lanjut Fatur yang tidak berselera menyantap sarapannya.

"Bunda juga Tur. Saat Aya pulang sekolah sangat larut, ingin Bunda sekali ngobrol dengannya. Tapi sepertinya dia kecapekan dan langsung ke kamar dan mengunci pintunya."

Laras tiba-tiba merasa bersalah karena sikap Aya yang tiba-tiba menghindar setelah kehadirannya di rumah ini. Apalagi melihat suasana sarapan yang tidak berselera seperti ini. "Lebih baik nanti kak Fatur jemput kak Aya aja di sekolah. Laras bisa naik taksi kok. Lagian Laras sudah mulai hafal arah jalan pulang dari sekolah ke rumah."

"Terima kasih Ras atas saran dan pengertian kamu." Akhirnya selera untuk sarapan Fatur dan Budanya kembali. Laras tersenyum melihatnya.

Sepulang sekolah Fatur langsung menuju sekolah Aya. Dia tidak akan membiarkan Aya menghindarinya lagi. Dia tersenyum saat melihat sosok Aya yang masih berdiri di depan gerbang sekolah. Belum sempat dia menyapa Aya, tiba-tiba dia kedatangan orang yang tidak terduga.

"Ah,, Fatur.. aku ga lagi mimpi kan? Akhirnya kamu mau jemput aku lagi?" teriak Virsya histeris saat melihat Fatur berada di depan gerbang sekolah.

Teriakan Virsya membuat sebagian siswa menoleh, termasuk Aya. Beberapa saat kemudian akhirnya mata Aya dan Fatur beradu. Tanpa ucapan kata-kata, tapi tersirat banyak makna dari tatapan mereka. Sebelum akhirnya lamunan mereka dibuyarkan oleh kedatangan Angga.

"Ayo Ya, naik." ajak Angga yang tidak melihat kehadiran sahabatnya.

"Eh,, i-iya Ngga." Jawab Aya yang mulai naik di boncengan motor Angga dan untuk yang terakhir dia menoleh ke arah Fatur lagi.

Fatur dan Virsya masih memperhatikan kepergian Angga dan Aya. Fatur gagal lagi mencegah Aya untuk menghindarinya kali ini, sementara Virsya semakin membenci Aya karena hubungannya sama Angga yang semakin dekat.

"Yuk Sya." Akhirnya Fatur menerima ajakan Virsya untuk mengantarkannya pulang. Tiba-tiba dia dihinggapi rasa cemburu yang berlebihan. Dia belum berani menamai perasaan itu. Yang jelas perasaan itu semakin terasa setelah dia mengetahui kalau Aya bukanlah saudara kembarnya. Dan Fatur tidak akan lupa kalau Angga adalah sahabatnya. Bukankah dia sudah berjanji akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Angga. Dia jadi serba salah.

***

"Jari kamu sudah sembuh Ya'?" tanya Angga saat Aya menaruh helm di stang motornya.

"Alhamdulillah udah agak mendingan Ngga."

"Berarti besok kita harus menemui pak pelatih."

"Tapi Ngga.." Aya sedikit cemas. Bukan karena dia tidak mau mengikuti perlombaan lagi, tapi dia malas banget kalau harus bertatap muka dengan Virsya setiap kali latihan.

"Tapi kenapa Ya'? Bukannya ini impian kamu. Jangan cemasin soal Virsya, ada aku yang njaga kamu." lanjut Angga yang akhirnya menemukan tempat kosong untuk makan siangnya dengan Aya.

"Hmm,, baiklah." jawab Aya akhirnya.

Mendapati Aya masih melamun, Angga bertanya lagi. "Kamu ada masalah apa lagi Ya'? Ayo cerita ke aku." pinta Angga sambil menunggu pesanan di warung bakso langganan mereka.

"Aku ga lagi ada masalah kok Ngga."

"Masih bisa ngeles sama aku, hmm?" lanjut Angga sambil menyeruput es jeruknya. "Tapi seperti biasa, aku ga akan maksa kamu Ya'. Aku tunggu sampai kamu siap."

Aya langsung tersenyum. "Makasih Ngga, kamu memang sahabat yang baik."

"Baru nyadar heh?" Aya hanya berdecak menanggapi. "Yang penting sekarang kamu makan yang banyak. Liat tuh, badan kamu makin kurus aja." Aya mengangguk. "Dan awas aja kalau sampai kabur ke Bandung lagi."

Hmm,, cerewet banget sih teman Aya satu ini. "Siap bos..!" Aya mengangkat tangan kanannya seperti saat hormat di upacara bendera.

"Tapi aku bakal ijinin kok Ya'. Asal kamu ke Bandung nya sama aku. Haha.."

"Jiaaah,, ngarep." Aya balas dengan menjulurkan lidahnya.

Aya bersyukur banget disaat keluarganya mengacuhkannya, dia masih punya sahabat yang masih mempedulikan nya.

Dia tidak pernah menyangka sama sekali kalau bisa sedekat sama ini sama Angga. Dari banyak siswa perempuan di sekolah yang sinis ketika pertama kali melihat mereka jalan berdampingan, ancaman Virsya yang sampai melukai anggota tubuhnya, sampai penolakannya pada pernyataan cinta Angga. Semua hal itu bukan membuat mereka menjauh, tapi malah membuat mereka semakin dekat.

"Ayo dimakan baksonya Ya'. Memandangi wajahku terus ga bakalan kenyang. Haha.."

Aya hanya mendengus sebal. Kok ada cowok sepede Angga. Padahal dia baru akan berpikir bagaimana kalau dia berusaha membuka hatinya untuk Angga. Tapi itupun kalau Angga masih menyimpan rasa suka padanya.

"Aya,.." panggil Angga.

"Hmm,, " jawab Aya sambil menikmati baksonya tanpa memandang wajah Angga.

"Apa aku masih bisa mendapatkan kesempatan kedua?" Aya langsung menghentikan makannya.

Bersambung...

Don't Blame AnyoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang