Bagian 20

128 6 0
                                    

"Wah senangnya, Bunda punya calon menantu seperti Nak Angga. Dan Bunda merestui hubungan kamu sama Aya kok Tur."

"Bun..da." akhirnya suara Aya keluar dengan tertahan setelah dia tertegun sesaat.

Awalnya tidak ada yang menyadari kehadiran Aya. Tapi saat menoleh ke tempat Aya berada, Angga tidak sengaja mendapati Aya tertegun seperti orang kebingungan.

"A-ya.. " ucap Angga akhirnya yang tidak kalah terkejutnya.
Semua yang duduk di kantin itu menoleh ke arah pandangan Angga kecuali Fatur. Bukannya Fatur tidak ingin melihat wajah Aya, tapi dia takut dengan kenyataan kalau Aya sudah berdiri lama dan mendengar semua yang keluarganya bicarakan.

Semuanya masih terdiam, suasana kantin yang sudah mulai sepi semakin menambah keheningan. Ingin rasanya Bunda bilang kalau semua yang dia katakan tadi cuma bercanda. Tapi dia urungkan karena Angga mencegahnya. Angga berfikir kalau berbohong sekali lagi, maka akan semakin susah untuk menjelaskan yang sebenarnya ke Aya.

"Aya, sini nak." panggil Bunda. Tapi Aya masih tetap tertegun dan tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

"Bunda, bisa Bunda ulangi lagi kalimat Bunda yang terakhir tadi?" tanya Aya akhirnya. Bunda tidak menjawab. "Bunda, Aya hanya ingin memastikan kalau Aya tidak salah dengar." lanjut Aya, tapi Bunda masih saja tidak mengeluarkan suara.

"Semua yang kamu dengar tadi memang benar Ya'." jawab Angga. Semua langsung menoleh ke Angga sedikit terkejut dengan keberaniannya.

"Ta-tapi,, kenapa Bunda bilang kalau Bunda merestui hubunganku dengan Fatur? Hu-hubungan apa maksudnya?" tanya Aya lagi dengan suara yang masih tertahan.

Bunda sudah tidak bisa membendung air matanya. Dia tidak tau harus menjawab apa. Ingin sekali dia mengatakan yang sejujurnya, tapi dia juga tidak mau mengambil resiko untuk kehilangan Aya kalau Aya mengetahui kebenarannya. Laras yang duduk tepat di samping Bunda langsung menggenggam erat telapak tangannya.

Angga sengaja tidak langsung menjawab karena memberi kesempatan buat Fatur untuk menjelaskan semuanya. Tapi sepertinya keberanian Fatur tidak muncul juga. "Fatur suka sama kamu Ya'. Dia menyayangimu lebih dari sekedar saudara." Fatur langsung menutup matanya, dia sangat takut melihat reaksi Aya selanjutnya.

Aya masih berusaha mencerna kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Angga. Haruskah dia merasa senang karena perasaannya berbalas. Tapi, bukannya perasaan sukanya ke Fatur harus dihentikan karena itu dilarang. "Su-suka? Bu-bukannya perasaan ini terlarang karena aku dan Fatur masih ada hubungan darah. Lalu kenapa Bunda malah merestuinya?"

Bunda semakin terisak dalam tangisnya.

"Ke-kecuali kalau aku dan Fatur bukan... " Aya tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia mengerti sekarang alasan di balik semuanya. Dia benar-benar tidak menyangka kalau dia sebodoh ini sampai tidak tau apa-apa. "Haha.. Bodoh, Aya bodoh." Aya menertawakan dirinya sendiri.

Semua jadi takut dan kasihan melihat Aya jadi seperti ini. Fatur beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Aya, tapi Angga mencegahnya.

"Asal kalian tau. Sebelum aku kesini, Virsya memberitahuku sebuah hal yang tidak masuk akal. Dan aku cuma menganggapnya sebagai omong kosong belaka. Tapi, kini aku menyesal tidak mempercayainya karena kenyataannya yang dia ucapkan semuanya benar. Sedangkan kalian, orang yang sangat aku sayang dan aku percaya tega menyembunyikan kenyataan ini dariku begitu lama. Sebenarnya kalian ini menganggapku apa?" ucap Aya yang sudah tidak bisa menahan tangisnya.

Fatur yang melihat hal itu langsung bergegas menghampiri Aya tanp mempedulikan cegahan Angga. "Berhenti Tur!" Fatur langsung berhenti. "Untuk sekarang, aku tidak tau harus percaya sama siapa lagi. Jadi, biarkan aku sendiri." Aya langsung berbalik dan berlari meninggalkan kantin, meninggalkan semua orang yang meruntuhkan kepercayaannya.

"Aya! Ya'!" panggil Fatur.

"Tur, kamu segera susul Aya. Aku akan bikin perhitungan sama Virsya."

"Buat apa kamu bikin perhitungan ke Virsya, Ngga. Dia tidak bersalah, dia hanya menceritakan yang sebenarnya."

"Tur, aku ga salah denger. Kamu masih belain Virsya? Jangan-jangan kamu yang sudah memberi tahu Virsya."

"Ya nggak lah."

"Terus dari siapa dia tau? Kalau dia ingin menceritakan yang sebenarnya, harusnya dia bilang dulu ke kita. Bukannya langsung nyablak, sehingga membuat Aya tidak mempercayai kita. Oh ya satu lagi, sebenarnya Aya melarangku untuk menceritakan ini. Kamu masih ingat saat jarinya terluka? " Fatur mengangguk. "Kamu tau kan luka seperti itu harusnya beberapa hari sudah sembuh. Tapi kenapa Aya membutuhkan waktu sampai sebulan? karena Virsya yang sudah memperparah lukanya dengan menginjak jarinya yang terluka, Tur."

"Apa?!" Fatur, Bunda, dan Laras sangat terkejut. Mereka tidak menyangka kalau Virsya sekejam itu.

"Baiklah. Ras, kamu temani Bunda. Aku dan Angga pergi."

"Kalian hati-hati." tutur Bunda.

Perdebatan mengenai Virsya tadi membuat Fatur ketinggalan jauh jejak Aya. Tapi dia bertekad tidak akan berhenti mencari sampai dia menemukan Aya. "maafin aku Ya', jangan tinggalin aku."

Sedang Aya sekarang masih berada di dalam taksi. Dia tidak tau harus pergi kemana. Keluarga baru yang sudah dia pilih untuk hidup bersamanya ternyata bukan keluarga kandungnya. Bahkan di rela meninggalkan keluarganya di Bandung yang sudah membesarkannya selama enam belas tahun, hanya untuk tinggal dengan Bunda yang dia fikir adalah ibu kandungnya. Dia tidak mengerti mengapa Tuhan menakdirkan padanya seperti ini. Apa salah Aya? kenapa orang tua kandungnya tega menelantarkannya seperti ini. Kalau mereka tidak menginginkan Aya, harusnya mereka tidak usah melahirkan Aya. Fikiran Aya sungguh kacau saat ini.

Beberapa jam kemudian,

Akhirnya Fatur menemukan Aya. Aya berada di tepi pantai dengan membawa bola volinya. Dia tau tempat itu adalah tempat favorit Aya kalau lagi sedih. Dari beberapa meter Fatur menelfon Aya dengan nomor lain. Karena dia tau kalau Aya tidak akan pernah menjawab telfonnya dengan keadaannya yang sekarang ini.

"Halo, ini siapa?" jawab Aya tidak bersemangat. Tapi tidak ada tanggapan dari penelfon. "Halo! Ini siapa sih?! Ga usah iseng ya!" suara Aya semakin meninggi.

"Jangan tutup hpnya, Ya'. Kamu pasti kenal sama suara aku." Fatur langsung menjawab sebelum Aya menutup telfonnya. "Kamu pulang ya Ya', semua orang di rumah nyariin kamu. Mereka semua khawatir, terutama aku Ya'."

"Fa-Tur?! Aku ga mungkin kembali, karena... a-aku udah di Bandung." Ucap Aya bohong.

"Aku juga ada di Bandung."

"Apaa! Ga! kamu pasti bohong lagi."

"Aku ga akan bohong kalau kamu ga bohong."

"Kamu tetep nyebelin, ya. Aku ga akan maafin pembohong kayak kamu. Kamu ga tau gimana perasaan aku, Tur. Kenapa Tuhan nakdirin hidup aku kayak gini."

"Kamu ga boleh nyalahin Tuhan Ya. Dan memang di sini ga ada yang salah. Tuhan pasti punya rencana lain di balik semua ini."

"Kamu enak cuma bilang kayak gitu. Coba kamu ada di posisi aku, Tur." Perlahan Fatur mendekati Aya.

"Menangislah Ya', kalau itu bikin kamu lega. Dan tunggu, aku juga bisa pinjemin dada aku buat kamu bersandar."

"Maksud kamu?!" Aya langsung menoleh dan terkejut ketika mendapati Fatur cuma berjarak beberapa meter darinya.

Fatur semakin mempercepat langkahnya dengan tersenyum lega. Dia sempat berfikir kalau dia tidak akan bisa bertemu lagi dengan Aya. Tapi sepertinya Tuhan masih berpihak padanya.

"Fatur awas!!"

BRAAAKKK..

Bersambung...

Don't Blame AnyoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang