Bagian 10

126 5 0
                                    

Sore harinya,
"Teh Aya, ada yang cari teteh." Ucap salah satu adek Aya.

"Apa mungkin itu Haris ya?" tutur hati Aya, dengan segera Aya keluar. Perjalanan dari kamar ke ruang tamu terasa sangat lama. Aya sudah membayangkan bagaimana nanti pertemuan dengan orang yang sangat dirindukannya. Jantungnya sudah berdetak tak karuan.

"Har" ucapan Aya terhenti setelah mengetahui siapa tamu yang sedang menunggunya. "Eh,, ka-kamu Ngga, yuk masuk." Aya benar-benar tidak menyangka kalau tamunya adalah Angga.  "Kok kamu tau aku ada di Bandung?" tanya Aya lagi sambil mempersilahkan Angga masuk.

"Fatur yang ngasih tau aku." Jawab Angga yang perlahan masuk lebih dulu. "Kamu kenapa Ya?!" Angga kaget melihat mata Aya melotot ke arah luar.

Aya pun kemudian keluar.

"Ris, kamu tega ya sama aku. Kamu tega hianatin cinta aku. Sampai detik ini aku masih jaga cinta ini Ris. Tapi kamu, aku ga nyangka kamu sejahat ini." Geram Aya yang tidak sengaja melihat Haris lewat depan rumahnya dengan menggandeng seorang perempuan dengan mesranya.

"Aku terima kamu marah-marah sama aku Ya, maafin aku." Ucap Haris tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Kamu selama ini ga nyadar juga ya Ya'. Haris itu sukanya sama aku. Kamu itu dibuat pelampiasan aja sama dia selama aku di Bogor. Nih lihat." Perempuan yang digandeng Haris memperlihatkan cincin yang terpasang di jari manisnya. "Ini buktinya dia bela-belain ke Bogor minggu lalu untuk melamar aku."

"Cukup..cukup..!!"teriak hati Aya yang sudah tidak bisa menahan tangisnya.

"Dasar playboy bajingan! Terima ini karena kamu udah nyakitin Aya." Angga melayangkan pukulan ke pipi kanan Haris. "Dan ini karena buat Aya menangis." Angga melanjutkan pukulannya, tanpa dibalas oleh Haris.

"Udah Ngga, jangan kotorin tangan kamu dengan menyentuh wajah pembohong ini." Aya mengajak Angga masuk.

Angga memberi peringatan pada Haris, sebelum dia masuk mengikuti Aya.

"Fatur bener, Ga. Haris memang cowok ga baik, cowok brengsek, dan dia ga pantas buat aku. Aku nyesel udah ga percaya sama dia." Lanjut Aya yang belum bisa menghentikan tangisnya.

Di Bogor,

Sudah beberapa jam hari ini Fatur tidak berhenti mondar-mandir  di dalam rumah seperti setrikaan. Dari di dalam kamarnya, di ruang tamu, di dekat jendela, dan sekarang berhenti di anak tangga dengn menopang dagunya.

"Aya sekarang lagi ngapain ya? Apa Angga bisa menghibur dia? Kenapa dia lama sekali sih di Bandung? Ga tau apa kalau aku kangen sama dia. Ups! Apa yang aku katakan barusan. "Nggak! Aku ga mungkin punya perasaan sama Aya, dia saudara kembar aku dan dia adalah cewek yang disukai sahabat aku sendiri. Mugkin rasa ini rasa kangen sama saudara saja, ga lebih." Ricuh hati Fatur.

Bibi pun yang mengamati tingkah Fatur dari tadi sampai berani berkomentar.

"Mas Fatur ini kenapa sih kok sepertinya gelisah banget." Fatur tetap diam tidak menanggapi. "Kangen sama mbak Aya ya? Belum juga satu hari Mas." Lanjut Bibi sambil tersenyum malu.

"Ih,, Bibi nih apaan sih. Siapa juga yang kangen." Fatur langsung beranjak ke kamar.

Di Bandung,

Mungkin memang susah bagi Aya untk menyimpan rahasia dari Angga. Sehebat-hebatnya dia berusaha menyimpan, ujung-ujungnya Angga mengetahui semuanya.

"Ngga, makasih." Angga mengangkat pundaknya seakan tak peduli. "Maaf tentang pengungkapan rasa kamu waktu itu."

"Sstt,,, aku udah bilang ga usah dibahas lagi Ya'. Aku sudah cukup senang masih bisa berada disisi kamu dan menjaga kamu. Aya semakin merasa bersalah.

Tiba-tiba Angga memperhatikan jari tangan Aya yang masih diperban. "Ya', itu ulah Virsya kan?"

"Ka- kamu tau darimana Ngga?" tanya Aya terkejut.

"Darimana itu ga penting Ya'. Tapi itu bener, kan? Dasar Virsya. Nyampek Bogor aku harus ngomong sama Fatur. Dia harus tau kalau pacarnya sudah melukai adeknya sendiri." Jelas Angga yang masih menatap jari Aya yang masih terbalut perban.

"Jangan Ngga! Aku mohon, biar Fatur tau sendiri tentang Virsya. Dia harus belajar kondisi orang di sekitarnya."

Tiba-tiba Angga terdiam mengamati Aya. Tau dilihat seperti itu, Aya jadi salah tingkah. "Akhirnya aku tau siapa yang membuat Fatur berubah akhir-akhir ini." Ucap Angga

"Maksud kamu?" tanya Aya dengan kerutan samar di keningnya.

"Aku sudah pernah cerita sebelumnya kalau aku sudah mengenal Fatur dari dia kecil. Dia dulu anak yang pendiam."

Aya langsung menoleh ke arah Angga, benarkah apa yang didengarnya barusan? Tapi dia tetap diam dan ingin mendengarkan lanjutan cerita Angga.

"Pertama kali aku bertemu dengannya saat dia hampir terluka karena diganggu oleh preman kompleks. Aku yang kebetulan lewat langsung iba melihat keadaannya. Sebenranya aku sama takutnya, karena waktu itu kami masih duduk di bangku sekolah dasar. Tapi aku beranikan diri dengan mengancam preman itu sampai akhirnya Fatur terbebas."

"Dan setelah itu kalian berteman berlanjut bersahabat sampai sekarang?" sela Aya.

Angga mengangguk. "Iya. Selama aku dekat dengannya aku berusaha mengajaknya membuatnya untuk lebih percaya diri dan terbuka. Setidaknya kalau dia tidak bisa terbuka dengan orang lain, dia bisa terbuka padaku. Awalnya memang susah, tapi aku tak berhenti untuk berusaha karena ini demi kebaikannya juga. Hingga akhirnya, kamu lihat dia sekarang?"

Aya mengangguk. "Jadi,, maksud kamu perubahan Fatur tadi..."

Angga menggeleng. "Aku belum selesai. Meski aku telah berhasil membuatnya seperti sekarang, tapi aku belum berhasil menghilangkan rasa bersalahnya yang berlebihan. Sikap itu yang paling ga aku suka. Apalagi gara-gara sikap itu dia akhirnya memutuskan untuk menerima Virsya sebagai pacarnya. Keputusan dia yang paling bodoh menurutku."

Apakah Fatur berpacaran dengan Virsya karena rasa kasihan? Tiba-tiba Aya jadi penasaran.

Bersambung...

Don't Blame AnyoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang