Bagian 12

142 5 0
                                    

"Assalamualaikum...!!! Malam semua! Loh! Kok Bi Minah menangis? Ada apa Bi?" tanya Aya kebingungan.

Satu jam sebelumnya,,

Bunda yang masih belum bisa menghentikan tangisnya akhirnya tersadar dari lamunan kisah lamanya. Matanya yang basah dengan air mata perlahan mengamati sosok perempuan mungil yang masih berdiri di depan pintu dengan raut wajah bersalah.

Bunda langsung berjalan menghampirinya. Meski kenyataan baru ini begitu mengejutkannya, sosok perempuan yang tidak lain darah dagingnya ini tidak seharusnya disalahkan. "Sini Nak.." Bunda merentangkan kedua tangannya berharap bisa mendapat pelukan pertama dari anaknya yang sudah terpisah tujuh belas tahun lamanya.

Sosok perempuan itu meski sedikit ketakutan, tapi akhirnya mendekat untuk memeluk ibu kandung yang akhirnya ditemukannya.

"Maafin Bunda ya nak? Bunda tadi cuma terkejut, Bunda tidak menyangka akhirnya bisa ketemu dengan kamu." tutur Bunda sambil memeluk erat Putri kandungnya.

Perempuan itu hanya mengangguk dalam pelukan Bunda. Dia juga tidak menyangka hal yang diimpikannya sejak lama akhirnya menjadi kenyataan.

Fatur dan Bi Minah yang berdiri tidak jauh dari ruang tamu juga tidak bisa menahan tangisnya karena terharu melihat pertemuan Bunda bersama adik kandungnya yang sebenarnya.

"Ayo masuk." ajak Bunda akhirnya. "Bi Minah, ini tolong ditaruh di kamar tamu." suruh Bunda sambil memberikan tas yang dibawa anaknya. "Tolong Bibi buatin teh hangat juga ya."

"Iya Bu." jawab Bibi yang lanjut ke dapur sambil mengusap air mata yang masih menetes di pipinya.

"Sini duduk. Oh ya, nama anak Bunda siapa nih?"

"Laras Irawan. Biasa dipanggil Laras."

Bunda sedikit berfikir karena namanya mirip dengan nama belakang Aya. Saat mengingat Aya, Bunda langsung teringat dengan Fatur. " Laras, nama yang Bagus. Oh ya bentar. Tur, sini nak."

Meski pikirannya masih dipenuhi dengan Aya, Fatur akhirnya memenuhi panggilan Bunda. "Nah, Laras. Ini saudara kembar kamu, namanya Fatur." Fatur mengangguk dan langsung duduk di sebelah Bunda.

"Emm, boleh aku panggil Kakak?" tanya Laras pelan. Fatur yang mendengar pertanyaan Laras, tiba-tiba teringat dengan kejadian saat pertama kali bertemu dengan Aya. Dengan pertemuan pertama seperti itu, mana mungkin Aya memanggilnya Kakak. Fatur sedikit tersenyum dan perlahan mengangguk.

Setelah saling memperkenalkan diri, mau tidak mau Bunda akhirnya menceritakan tentang Aya. Laras menyimak dengan cermat. Tubuh Fatur yang sudah santai kini menegang lagi mendengar cerita Bunda. Bi Minah yang mengantarkan minuman pun turut larut dalam kesedihan.

***

"Assalamualaikum...!!! Malam semua! Loh! Kok Bi Minah menangis? Ada apa Bi?" tanya Aya kebingungan.

Sementara itu, Fatur langsung pergi karena dia ga sanggup meceritakan kepada Aya.

"Ga papa Non. Bibi kangen saja sama Non Aya." Jawab bibi asal, yang langsung mendapat pelukan dari Aya.

"Aya juga kangen sama Bibi." Mata Aya langsung menuju ke arah Bunda yang duduk di dampingi perempuan mungil seumurannya. "Bunda..." Aya langsung beralih menghambur ke pelukan Bundanya.

"Bunda juga kangen. Kalau lagi ada masalah, cerita ke Bunda ya. Jangan dipendam sendiri sampai kabur lagi." Tutur Benda yang masih memeluk Aya dan megusap pelan punggung Aya. "Oh ya, kenalin ini keponakan Bunda, namanya Laras."

Aya langsung bersalaman dengan Laras. Bunda sudah menceritakan semuanya ke Laras tentang Aya. Jadi Laras tidak masalah kalau untuk sementara dia dianggap sebagai keponakan oleh ibu kandungnya sendiri. Tapi untungnya Bunda bisa mengelabuhi kalau Laras adalah keponakannya yang baru ditinggal mati oleh kedua orangtuanya. "Orang tuanya baru saja meninggal, jadi mulai sekarang dia akan tinggal disini bersama kita." lanjut Bunda.

"Benarkah? Pasti rumah ini bakal lebih ramai Bund. Aya ke kamar dulu ya."

Sesampai di depan pintu kamarnya, Aya menoleh ke kiri mengamati kamar Fatur. Dia berfikir apakah Fatur masih marah terhadapnya karena tidak mempercayai ucapannya?. Sebenarnya keinginannya saat tiba di rumah dia langsung meminta maaf dan berterima kasih ke Fatur. Tapi sepertinya Fatur tidak memperdulikan kepulangannya. Akhirnya dia memutuskan segera masuk ke kamarnya.

Fatur yang berdiri di dekat pintu kamarnya di sebelah dalam langsung menghembuskan nafas lega. Dia takut kalau tadi Aya menghampirinya di kamar. Fatur juga lega karena akhirnya Aya pulang dengan selamat. Tapi Fatur masih merasa bersalah atas kejadian yang membuat Aya harus pulang ke Bandung.

***

Semakin hari Laras semakin akrab dengan keluarga barunya. Meski dia cuma dianggap sebagai keponakan saja, dia tidak pernah mengeluh. Mungkin karena naluri saudara kembar, Laras jadi mudah akrab dengan Fatur. Tapi jarang kebersamaan itu malah membuat Aya iri. Karena Fatur ga pernah bersikap kepada Aya seperti apa yang dilakukan terhadap Laras.

Seperti sore ini, saat Aya baru pulang sekolah.

"Assalamualaikum.. Aya pulang." Tidak ada yang menjawab salamnya, tapi seketika dia mendengar tawa Laras yang berasal dari kamar Fatur. Tawa Fatur juga terdengar beberapa saat keudian. Sekilas terlihat di celah pintu kamar Fatur, Laras yang kejar-kejaran dengan Fatur.

"Haapp..!! kena kau." Fatur berhasil menangkap Laras.

"Aahh,, ampun kak. Ampun.." pinta Laras pada Fatur yang mulai menggelitiki pinggangnya. Aya belum pernah melihat Fatur sebahagia dan seceria ini.

Sebelum melangkah masuk ke kamarnya, Aya menoleh ke arah dapur. Terlihat bi Minah dan Bunda yang sedang asyik memasak. Dan sesekali pandangan Bunda beralih ke arah kamar Fatur sambil menyunggingkan senyuman.

Aya langsung memasuki kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. Dengan tengkurap dia menyembunyikan wajahnya yang kini penuh dengn air mata di atas bantal. Jujur, sepertinya dia sudah tidak dianggap setelah kehadiran Laras di rumah ini. Fatur, Bunda bahkan Bi Minah sangat mudah menyayangi dan memperhatikan Laras. Permintaan maaf buat Fatur pun belum sempat terucap karena kesibukan Fatur bersama Laras.

"Hiks,, hiks,, aku merindukan kalian yang dulu."

Bersambung...

Don't Blame AnyoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang