The Chair

34 6 4
                                    

Lantai 3 ini seperti tersusun oleh ruangan-ruangan yang dijadikan tempat pribadi. Ada bermacam dapur, ruang santai, kamar ganti, dan salon buku. Ruangan pertama yang menyambut kami adalah kamar ganti penuh lemari yang sebagian terbuka. Beberapa kain dan pakaian tergeletak di lantai. Meja menjahitnya berantakan, seperti habis digunakan namun adanya sarang laba-laba menumpas kesan itu. Meski penuh debu, aku masih bisa melihat kemewahannya.

"Ini bagaikan..." Celsa tampak antusias, dia memungut selembar gaun putih dari lantai, memerhatikannya, kemudian berteriak jijik.

"Ada apa?" Kaget Christelle.

"Jamur! Baju ini penuh jamur!" Celsa melempar gaun itu tak sengaja ke kaki Julie.

"Ah, sialan kau!" Pekik Julie, menendang gaun itu.

Dengan rasa penasaranku, aku langsung membuka satu lemari. Didalamnya ada banyak gaun warna-warni bergaya klasik. Anggun, namun berdebu dan dijadikan sarang ngengat.

Wanita lain ikut membuka-buka lemari.

"Gaun-gaun ini indah." Komentar Feine.

"Wah, ini surgaku." Aku mendengar gumaman Celsa. Gadis itu tengah mengacak-acak lemari disampingku dengan antusias.

Kemudian aku memerhatikan seragamnya; lusuh dan robek di beberapa bagian. Ternyata pakaianku juga sama. Begitupun jas resmi Feine yang tampak kumal, gaun boneka Spica yang sudah seperti kain lap, kaus santai Christelle membuatnya seperti gelandangan, style Bohemia Julie yang sekarang rombeng, gaun berumbai oranye Goldie yang compang-camping, dan style hip-hop Proxy yang tampak seperti sampah.

Kami semua sudah tidak layak memakai pakaian ini. Dan lagi, udara semakin dingin.

Mencium adanya bakat terpendam dari gadis SMA tolol yang naif ini, aku mendekatinya, "Hei, apa kau bisa menjahit?"

Celsa menatapku dengan sorot yang berbeda kali ini, "Tentu saja. Ini hobiku."

"Begitu ya? Bisa kau usahakan untuk membantu kita?"

"Bantu?"

"Apapun itu, kami butuh sesuatu untuk mengganti baju. Lihat 'kan, keadaan baju kita semua seperti apa?"

Celsa meringis dan tertawa sinis, "Maksudmu apa yang bisa kulakukan dengan baju-baju tua ini? Kalau kau mau tahu, tidak ada! Baju disini sama sekali tidak layak pakai. Sudah jamuran dan penuh ngengat."

"Hei, lihat ini." Spica berseru dari ruangan lain yang langsung kami tanggapi dengan berlari kearahnya.

"Ada apa?" Tanya Proxy.

Tanpa perlu dijawab, kami langsung tahu apa yang membuat Spica terpana.
Disini, di tempat tua ini, kau sudah dibuat kaget dengan adanya laser canggih dan sekarang? Para wanita terheran dengan apa yang mereka lihat: sebuah kursi berwarna perak dengan perangkat aneh.

Di bagian sandaran kursi itu, terdapat tulisan: "Kursi kenyataan?" Eja Goldie.

"Hah, konyol sekali." Gumamku.

Tiba-tiba ponsel Spica berbunyi. Kami langsung menatap padanya.

"Sudah selama ini— dan P menghubungi lagi?" Ujar Feine.

"Ya, dia bilang.... Ini seperti kursi untuk memberimu simulasi. Harus ada satu orang yang duduk di kursi ini untuk menjalaninya."

Semua terdiam sebelum Goldie berkata, "Ada yang merelakan diri?"

"Kok kedengarannya seperti kita mau berkorban, ya? Kalau begitu maaf, aku tidak mau mati demi kalian." Tukas Celsa dengan gaya arogan khas anak sekolah.

The Ardont SyndromeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant