Murder

885 138 12
                                    

"BULSHIT!" Teriak Changkyun pada ombak yang menggulung di hadapannya.

Semilir angin yang sedari tadi menampar pelan pipinya tak membuat Changkyun beranjak dari tempatnya. Sudah sejak satu jam yang lalu ia terduduk disana, sendiri dan diam.

Ia tak habis pikir, mengapa orang tuanya itu selalu memaksanya untuk menjadi ilmuwan? Ia bahkan tak suka angka, meski ia orang terpandai di sekolahnya. Sejak kecil ia tak pernah bermain, waktunya tersita untuk belajar. Ia sudah diajarkan membaca sejak umur satu tahun, ia pandai membaca dan berhitung pada umur dua setengah tahun. Ia belajar huruf Hanja dan Bahasa Inggris sejak ia berumur tiga tahun dan menguasai keduanya setahun berikutnya. Begitu masuk sekolah dasar, Changkyun mulai belajar sains dari ayahnya.

Selama itu, Changkyun sama sekali tidak bisa memprotes apa yang orang tuanya lakukan. Ia hanya anak kecil. Walaupun Changkyun mengakui, apa yang orangtuanya lakukan membuatnya mendapat banyak kemudahan saat memasuki Junior dan Senior High School.

"Tidak. Tidak lagi." Changkyun bergumam pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Jika dulu aku tak bisa melawan karena aku masih anak-anak, maka sekarang tidak lagi!"

Pikiran Changkyun masih menerawang. Membayangkan banyak hal yang sudah terjadi padanya selama ini. Membayangkan dirinya yang tak pernah punya teman, yang sendiri. Dirinya yang tak pandai olahraga sehingga teman-temannya menjulukinya 'Si Genius yang Payah'.

Changkyun masih duduk disana, menatap riak-riak ombak yang hampir menyentuh ujung sepatunya. Pikirannya masih menerawang, kembali pada ingatan sekitar tiga tahun yang lalu. Saat semua kesepiannya berganti dengan tawa.

Masih jelas diingatannya, saat ia harus menggantikan salah seorang temannya untuk mewaikil kelas menampilkan sesuatu di acara perpisahan para sunbaenya yang telah lulus. Ia ingat betapa tak berdayanya ia saat semua temannya menyeret dirinya ke panggung lalu meninggalkannya sendiri disana.

Changkyun hanya terdiam, tak tahu harus berbuat apa dengan semua mata yang saat itu tertuju padanya. Ia memegang erat microphone yang entah sejak kapan sudah terselip di genggamannya. Changkyun mengatupkan rahangnya dan menunduk dalam, ia benar-benar bingung.

Sorakan mulai terdengar dari bawah panggung, beberapa malah mengejek Changkyun terang-terangan. Tapi Changkyun masih menunduk. Para guru pun dibuat geleng-geleng kepala karena tingkahnya yang seperti orang idiot.

Sorakan berganti dengan teriakan-teriakan yang meminta pria itu turun dari panggung. Auditorium itu mulai ricuh, penuh dengan kata-kata hujatan untuk Changkyun dan tingkah anehnya. 'Changkyun si Genius Payah', kata itu berulang-ulang diteriakkan.

Para guru mulai bertindak, beberapa diantara mereka mulai berjalan ke arah siswa, berusaha mendiamkan mereka. Sementara beberapa yang lain bergegas menuju panggung, hendak menurunkan Changkyun.

"Check."

All In (걸어)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang