Jooheon tampak sibuk dengan pikirannya. Matanya memang menatap kepulan asap yang dihasilkan benda yang dibakarnya, namun tatapan itu kosong. Satu sisi dalam hatinya ingin melepaskan Changkyun dari pekerjaannya, tapi bahkan jika ia melakukan itu, Changkyun akan tetap mendapatkan masalah.
Ia tahu ini salahnya melibatkan orang yang seharusnya tak berada dalam masalahnya itu. Tapi keinginannya untuk membantu Changkyun waktu itu memang tulus sebagai balas budi. Dan sayangnya pertolongan itu malah menyeret Changkyun dalam masalah yang lebih besar.
"Hyung,"
Jooheon merasakan pundaknya di tepuk. Ia berbalik, "Ah, Changkyun-ah. Wae?"
Mata sipit Changkyun menatap benda yang hampir habis terbakar itu, "Bukankah itu dasi Tuan Jooyoung?" tanyanya,
Jooheon ikut menatap benda itu kemudian berkata, "Ya. Disana ada sidik jariku, jadi aku mengambilnya agar tidak ada barang bukti yang mengarah pada identitas kita,"
Mereka berdua terdiam. Hanya semilir angin dari pohon-pohon di halaman belakang rumah Jooheon yang membuat kesunyian itu tidak benar-benar diam.
"Changkyun-ah," panggil Jooheon,
"Ne?"
Jooheon tampak berpikir sejenak, "Bukan apa-apa. Aku masuk dulu," ucapnya sebelum meninggalkan Changkyun sendiri.
Mata Changkyun terpejam. Mungkin lain kali saja, batinnya.
Changkyun membuka matanya dan menatap kobaran api yang mulai mengecil di dalam tong besi, membuat ingatannya kembali pada kenangan beberapa bulan yang lalu saat ia menyelamatkan jasad orang tuanya dari rumah mereka yang terbakar.
Semua dendamnya kini sudah terbalas. Dan sesuai apa ia katakan sebelumnya, begitu misinya selesai ia akan berhenti dari pekerjaan itu. Hanya saja, di sudut hatinya masih ada sedikit rasa iba bila harus meninggalkan Jooheon. Pria itu sudah menjadi kakaknya selama beberapa bulan terakhir. Jooheon sudah dengan senang hati membantunya balas dendam, dan bukan hanya itu, Jooheon jugalah yang memberinya tempat tinggal dan makanan untuk bertahan hidup. Meski untuk itu semua ia harus bekerja bersama Jooheon, menjadi seorang assassin.
Lama berpikir, Changkyun lalu membalikkan tubuhnya. Matanya menangkap pohon dengan lingkaran merah ditengahnya dan beberapa bagian pohon yang berlubang. Ia tersenyum sejenak. Tangannya meraih pistol dari saku jaket besarnya, memasang posisi dan mengarahkan benda itu tepat ke tengah pohon.
"DOR!"
Senyum Changkyun kembali tampak saat melihat bahwa peluru itu menembus tepat di tengah sasaran.
"Gamsahamnida, untuk semua yang sudah kau ajarkan padaku, Jooheon Hyung," gumam Changkyun pelan.
•ALL IN•
Dua orang pria berpenampilan formal tampak duduk tenang di sebuah restoran bergaya klasik. Alunan piano 'Waltz Op. 64 No. 1' milik Chopin mengisi keheningan di antara kedua orang yang sibuk dengan minuman mereka masing-masing.
"Aku tak mengira seorang Ketua Mafia terbesar di Korea mau meminta bantuanku," Pria dengan tudung hoodie yang menutup sebagian wajahnya itu membuka pembicaraan,
"Aku tidak bisa melakukan ini sendiri, jadi aku meminta bantuanmu. Meski tak banyak," balas pria di hadapannya dingin,
"Jadi, katakan. Apa yang harus aku lakukan, Lee Minhyuk-ssi?" pria bertudung itu menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi,
"Menculik seseorang," jawab Minhyuk,
"Menculik?" pria bertudung itu memajukan wajahnya pada Minhyuk, "Untuk apa aku melakukan pekerjaan rendahan itu, hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All In (걸어)
Fanfic"Balas dendam akan melahirkan balas dendam yang lebih besar dan lebih besar lagi. Balas dendam itu seperti rantai tanpa ujung. Yang harus kau lakukan adalah memutuskan rantai itu. Mengakhirinya." Kematian kedua orang tuanya membuat Lim Changkyun me...