Changkyun terdiam dalam ruangan itu. Cukup lama baginya untuk berpikir dan menenangkan diri. Kenangan satu per satu hadir dalam benaknya.
"Beritahu Jooyoung aku tak akan menyerahkan apapun,"
Seketika perkataan ayahnya itu melintas dalam pikirannya.
Matanya membelalak. Entah mengapa semua ingatan itu tiba-tiba teruntai menjadi satu kesimpulan. Otaknya terasa bekerja cepat.
Mengapa hanya ia yang tersisa?
Mengapa Tuhan tak membuatnya mati juga?
Changkyun tersenyum ganjil. Ia lalu segera bangkit dan meraih ranselnya yang tergantung di balik pintu.
"Revenge."
•ALL IN•
Gadis itu berjalan di tengah dinginnya udara malam. Dingin semakin terasa menusuk, mengingat hujan baru saja reda beberapa saat yang lalu. Ia merapatkan jaketnya. Ia mungkin kedinginan, tapi senyum tetap mengembang dari bibirnya.Bisa berada di tempat itu setiap saat membuatnya bahagia. Tak peduli bagaimanapun keadaannya.
Kaki mungilnya terus menapaki tanah berumput itu. Suasana dingin dan sepi tak membuatnya takut. Kepalanya terus terarah pada satu titik; danau.
Matanya berbinar begitu melihat pemandangan menakjubkan tepat dihadapannya. Cahaya bulan purnama penuh, terpantul oleh riak-riak air danau yang dihasilkan penghuni di dalamnya. Ia duduk di pinggir danau, mengamati cahaya bulan yang selalu dikaguminya itu.
"Indah sekali." Gumamnya pelan.
Belum lama ia duduk, ketenangannya harus diganggu oleh dering telepon masuk.
Oppa~❤
Ia tersenyum melihat nama yang terpampang di layar smartphonenya, kemudian segera men-slide tombol hijau untuk menjawab panggilan.
"Yeoboseyo?"
"...."
"Aku ada di Taman."
"...."
"Naneun gwenchana, Oppa."
"...."
"Ne. Berhentilah mengomel, aku akan segera pulang. Saranghaeyo."
Ia tersenyum dan berdiri setelah memasukkan handphone-nya ke saku jaket. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia segera beranjak dari pinggir danau, meski ia masih ingin melihat pemandangan itu.
Sekali lagi ia mengetatkan jaket ke tubuhnya. Rasa dingin tidak juga berkurang meskipun ia sudah melapisi tubuhnya dengan dua sweater dan satu jaket tebal.
Langkahnya terhenti. Matanya meneliti dengan baik apa yang baru saja ia lihat. Sejak kapan ada yang berbaring di kursi Taman? Saat ia datang tadi tak ada siapa-siapa disana?
Gadis bersurai cokelat itu mendekati sosok misterius yang tak dikenalnya. Ia tampak kedinginan, wajar saja karena ia hanya mengenakan jaket dan kaus yang terlihat tipis dibalik jaket yang tidak dikancingkan itu. Kepalanya juga hanya tertutup penutup kepala hoodie-nya. Selebihnya hanya ransel yang dijadikan alas tidur.
"Apa dia tidak kedinginan?" Gumam gadis itu.
Ia lalu mengeluarkan jaketnya, menyelimuti sosok pria itu hingga sepertiga tubuhnya tertutupi. Kemudian berlalu, begitu ia ingat seseorang tengah menunggunya di rumah.
•ALL IN•
Changkyun mengerjapkan matanya. Sudah pagi rupanya. Ia merenggangkan tangannya saat menyadari sesuatu yang asing menutupi tubuh bagian atasnya.
"Jaket?" Ia mengangkat benda tebal berwarna coffee itu ke hadapannya.
"Selamat pagi!"
Changkyun terkesiap. Dipindahkannya jaket itu dari pandangannya dan mendapati seorang gadis tengah tersenyum padanya.
"Itu jaketku," Ucapnya sambil menunjuk jaket yang dipegang Changkyun, "Aku menemukanmu disini semalam dan kau kedinginan. Jadi aku menyelimutimu dengan jaketku saja,"
Changkyun menatap gadis itu bingung. Ia tak mengenal gadis ini, tapi ia justru menolongnya.
"Aku kembali untuk mengambil jaketku. Dan... membawakanmu ini," Gadis itu menyerahkan mangkuk styrofoam pada Changkyun.
Changkyun masih bergeming.
"Ambillah! Aku harus segera pulang. Oppa pasti mencariku." Perintahnya.
Changkyun akhirnya meraih mangkuk itu ragu-ragu. Setelah mengenakan jaketnya, gadis itu segera pergi dari hadapan Changkyun.
Changkyun mengintip isi mangkuk itu, "Aneh. Dia bahkan tak mengenalku, dan dia memberiku ramyeon?"
•ALL IN•
Pria dengan topi hitam itu terus berjalan tanpa arah. Badannya sudah lelah, namun tidak sekalipun ia berpikir untuk kembali ke tempat rehabilitasi itu. Keputusannya sudah bulat untuk pergi, sekarang ia tahu alasan mengapa Tuhan membiarkannya hidup.
Untuk membalas kematian kedua orangtuanya.
Hari sudah mulai gelap, tapi langkahnya tak berhenti. Tak peduli dengan perutnya yang berbunyi sejak tadi, atau kepalanya yang mulai terasa pusing. Ia terus berjalan, meski tak tahu kemana ia akan pergi.
Changkyun memutuskan untuk beristirahat sebentar dengan duduk di sebuah halte kosong. Ia menatap jalanan yang ramai, menyandarkan punggungnya yang dirasakannya akan segera patah.
"Kau tak apa-apa?" Sebuah suara mengagetkan Changkyun. Dihadapannya sudah ada sebotol air mineral yang digenggam tangan seseorang.
Ia menoleh ke sumber suara. Changkyun mendapati seorang pria dengan topi dan hoodie berwarna gelap. Wajahnya tersembunyi dibalik bayangan topi yang ia kenakan.
"Yak! Jangan diam saja!" Tegur orang itu sekali lagi.
Changkyun merasa familiar dengan kata-kata itu. Seperti ia pernah mendengarnya di suatu tempat.
"Siapa kau?" Tanyanya,
"Wah. Ternyata ingatanmu buruk, ya?" Pria itu terkekeh pelan,
"Jangan basa-basi. Katakan siapa kau?" Nada suara Changkyun mulai naik.
"Calm down. Kau mengenalku dengan baik." Ujarnya sambil melepas topinya, "Aku anak yang dulu kau selamatkan dari pembully-an. Lee Jooheon."
•ALL IN•
Haahh akhirnya kelar-- ini part paling ngebut yang saya buat-- Nah, kira-kira apa peran Jooheon disini? Hehe pantengin terus All In ne!
Eits, jangan lupa Vote + Comment kalo kalian suka atau ada krisan 😄 Biarin saya tau kalian suka cerita ini atau nggak?
Oke sekian cuap-cuap saya! Jangan bosen-bosen bacanya ya 😅 감사합니다!!!!! ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
All In (걸어)
Fanfiction"Balas dendam akan melahirkan balas dendam yang lebih besar dan lebih besar lagi. Balas dendam itu seperti rantai tanpa ujung. Yang harus kau lakukan adalah memutuskan rantai itu. Mengakhirinya." Kematian kedua orang tuanya membuat Lim Changkyun me...