Sinar mentari yang terang menembus jendela kamar Kirana, membuat ia mengerjapkan kedua matanya. Ah benar, ia benar-benar kelelahan karena sibuk menyiapkan pernikahannya yang seminggu lagi akan terlaksana. Akhirnya Kirana menemukan sosok yang bisa ia percaya untuk menggantungkan hidupnya selain pada Dava. Ya, selama ia bernafas di muka bumi ini hanya Dava yang biasa ia susahkan. Itu terjadi karena sejak mereka lahir mereka telah menjadi teman. Lebih dari sekedar teman, juga sahabat. Tapi bukan hubungan kekasih yang salin mencinta, hubungan mereka seperti dua manusia yang selalu bergantung satu sama lain.
Kirana tersenyum, mengingat apa yang sebelumnya ia lalui bersama Dava di bangku SMA. Begitu manis dan penuh kenangan, sampai akhirnya ia tenggelam dalam lamunannya.
"Kiran, kamu kenapa senyum-senyum gitu? Idih mentang-mentang mau kawin, seneng banget." Karina membuyarkan lamunan Kirana
"Aish kau ini! Apa kamu gak bisa mengetuk pintu?"
"Biasanya aku selalu masuk dan keluar tanpa permisi, sensitif sekali. Lagi mikirin Arial ya?"
"Bukan, sok tahu kamu!"
"Hahaha.. Baiklah aku minta maaf, Kiran. Tapi bukankah seharusnya kamu mandi? Serius, kamu jelek sekali."
"Kau ini, Benar-benar!"
Kirana akhirnya bangkit dari tempat tidurnya, meninggalkan saudara kembarnya yang masih cekikikan. Karina adalah saudara kembar Kirana, namun mereka tinggal terpisah karena perceraian kedua orang tuanya.
******
Dengan malas Dava bangkit dari kasurnya, hendak ke kamar mandi untuk mandi tentunya. Namun langkahnya terhenti ketika Karina datang.
"Ada apa? Bukankah ini terlalu pagi untuk menggangguku, Kiran?"
"Kapan aku mengganggumu? Aku ingin menemani sahabat jombloku ini. Hahaha..."
"Kau ini.. Aku mau mandi."
"Terus? Kamu mau aku mandiin?"
"Bukan ide yang buruk." Dava menyeringai
"Ya! Kau ini, kenapa jorok sekali pikiranmu?"
"Kamu yang mulai. Sudahlah, aku ingin mandi, udang!" lalu Dava setengah berlari ke dalam kamar mandi
"Davaaaaa... Sebut sekali lagi udang dan ini akan jadi hari terakhirmu bernafas!"
--------->flashback<----------
Bandung, 2008. Ah benar-benar udara sejuk kota Bandung mampu membuat seorang Kirana girang bukan kepalang, terlebih Dava yang telah menunggunya sejak bel istirahat sudah berdiri di depan kelasnya.
"Kiran, ada apa? Kau bahagia sekali."
"Entahlah, cuaca hari ini sangat segar. Uhm.. Aku terlalu bersemangat, ya?"
"Bukankah itu bagus?"
"Ayo kita ke kantin! Perutku lapar sekali, Dav."
"Yang terakhir sampai harus bayar semua makanan. Setuju?"
"Uhmm.. Setuju!" lalu Kirana berlari kencang meninggalkan Dava yang mulai menyusulnya.
Karena kecurangannya, Kirana berhasil sampai duluan di kantin. Mereka pun memesan makanan, lalu dibayar oleh Dava.
"Dav, tadi di kelasmu ada murid baru?"
"Oh kamu dengar juga, ya?"
"Uhm, begitulah. Katanya tampan ya? Benar nggak?"
"Kamu penasaran banget kayaknya."
"Sebenarnya biasa aja sih, itu juga kata Irene. Setampan apa, Dav?"
"Mau kenalan sama dia?"
"Ah kamu nggak seru, aku kan cuma mau tahu wajahnya. Bukan mau kenalan."
"Yaudah, nanti ku tunjukkan. Ayo kita kembali ke kelas."
Ada yang aneh dihati Dava, ia melirik kearah Kirana. Sepertinya ada yang tidak beres, entah itu jantungnya yang berdegup lebih kencang atau otaknya yang benar-benar sudah tidak waras. "Ah, tidak mungkin kan?" batin Dava
*********
Karina datang menjemput Kirana, bunda mereka akan pergi ke luar negeri untuk beberapa minggu. Dengan santai, Karina menunggu Kirana di depan gerbang sekolah Kirana. Ia menjadi pusat perhatian karena baju seragamnya yang berbeda, dan tentu karena wajah cantiknya.
"Karin?"
"Eh, uhm.. Kamu temennya Kirana ya? Maaf aku lupa namamu."
"Iya. Dava."
Wah, dia benar-benar singkat dan padat. Karina sedikit tersinggung, sebetulnya harga dirinya sebagai wanita sedikit terluka.
"Oke, Dava. Kamu lihat Kirana nggak?"
"Tadi dia izin pulang duluan, katanya sih mau ke bandara."
"Ah, jadi dia sudah pergi. Baiklah, aku pergi."
Dava mengangguk, kemudian berlalu.
Karina kesal dengan kembarannya, kenapa Kirana tidak memberitahu dia? Apa susahnya mengirim pesan? Hati Karina gondok, sepanjang perjalanan ia mengutuk dalam hati. Namun, Dava? Lebih-lebih membuatnya kesal. Baru pertama kali ia lihat laki-laki yang cuek dengannya, sangat tidak biasa. Karina memang populer dikalangan lelaki, dengan tinggi semampai dan juga wajah cerah memancarkan aura kecantikan. Siapapun lelaki yang melihat dia, bukan tidak mungkin untuk jatuh hati pada pandangan pertama. Berbeda dengan Kirana, walau wajah mereka sama---karena kembar identik----namun Kirana memancarkan aura kehangatan yang membuat orang lain nyaman bersamanya.
"Bunda..." seru Karina ketika sampai di Bandara dan melihat bunda dan Kirana tengah menunggunya.
"Lama banget deh kamu, Karin. Bunda mau take off sebentar lagi, nih."
"Maafin Karin ya,Bun. Karin nungguin Kiran, ternyata dia udah disini." ujar Karin "kenapa nggak sms aku, sih?" lanjutnya pada Kirana
"Ah, maaf Karin. Ponselku kehabisan baterai, jadi langsung pergi kesini karena nggak tahu kamu akan jemput aku kapan."
"Sudahlah, anak-anak bunda yang cantik sudah berkumpul. Hati-hati ya di rumah, selama bunda pergi kalian harus baik-baik saja. Bunda akan merindukan kalian." lalu Bunda memeluk Kirana dan Karina, cukup lama.
<--------flashback off--------->
Dava dan Kirana tengah makan siang di Mall sekitaran kota Bandung yang menjadi tempat makan favorit keduanya, mereka menyantap makanan dengan antusias karena jarang sekali momen bersama di jadwal mereka yang semakin padat.
"Aku nggak nyangka kamu sebentar lagi akan menikah, Ran."
"Aku juga! Ah benar-benar senang bahkan hanya memikirikannya."
"Kamu, cinta banget ya sama dia?"
Kirana berhenti mengunyah makanannya. Bukankah itu pertanyaan mudah? Tentu saja, bukan? Tapi entah mengapa ia malah tertunduk, seakan beban di pundaknya makin berat. "Bukankah itu pertanyaan sederhana, Kiran?" batin Kirana
"Hei, aku hanya bertanya. Tapi kamu langsung memikirkannya, aku tahu kau cinta mati. Terlalu mudah ditebak."
Kirana tersenyum, "Kau benar, sepertinya aku merindukannya."
"Ah, aku sangat tidak suka. Uhm.. Maksudku, atmosfer yang kau buat. Menjadi sedikit melankolis."
"Hahaha kalau begitu bagaimana kita ubah menjadi lebih ceria? Ayo ke danzbase, aku ingin menari!"
Dava mengiyakan, lalu pergilah mereka ke tempat bermain. Sangat menyenangkan menghabiskan waktu bersama bagi keduanya. Kirana menarik Dava ke danzbase, mengajak Dava menari bersamanya.
"Menarilah bersamaku, Dava."
Dava terdiam sejenak, entah apa yang dipikirkannya hanya dia dan Tuhan yang tahu.
"Mengapa diam? Ayolah!"
"Kau.. Apa tidak malu sudah tua masih main beginian?"
"Tua? Aku masih 24 tahun! Aku muda dan cantik, untuk apa malu. Hahaha"
"Kamu terlalu percaya diri, tidak bagus untuk kejiwaanmu dan yang mendengarmu."
"Buatlah ini sederhana, Dava! Hanya menarilah bersamaku."
Dengan senyuman lebar, Dava mengiyakan ajakan sahabatnya itu. Mereka berdua menari tanpa tahu malu. Dan tak lupa, Kirana meletakkan kameranya untuk merekam mereka berdua.
********
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me, My Best Friend!
RomantiekIni adalah sebuah kisah klasik tentang dua sejoli yang telah lama menjalin persahabatan. Adalah Aluna Kirana yang akan melaksanakan pernikahan dengan yang tercinta. Adalah Rizky Davian yang harus bersabar ketika dunianya dijungkir-balikkan oleh seor...