Fall Apart

3.8K 257 6
                                    

Marc berlari menuju salah satu ruangan yang telah disebutkan oleh seseorang yang entah Marc tidak mengenalinya. Ia tidak menghiraukan langkah Irina yang terseok-seok dibelakangnya. Marc menatap pintu itu, berwarna silver dengan jendela bulat di tengah-tengahnya. Tanpa menunggu lama Marc membuka pintu tersebut dan mencari keberadaan sosok yang dicari.

Pria dengan infus menancap di pergelangan tangan kiri dan alat pernafasan menempel di hidung nya itu menjawab semua pertanyaan Marc. Alex sedang terbaring lemah dengan mata sedikit terpejam menatap Marc. Ingin sekali Alex berseru memanggil nama Marc namun rasanya sulit sekali. Rasa pening masih menghinggapi kepala Alex. Bibirnya ingin sekali mengomeli kakaknya yang datangnya bagaikan menunggangi siput tersebut.

Marc mendatangi nya dan duduk di salah satu kursi disamping ranjang.
Ia menatap keadaan Alex yang seperti orang babak belur ini. Baru kali ini ia melihat kepala Alex yang dihiasi perban begitu banyaknya.
Marc tersenyum tipis melihat Alex yang 'tidak terlalu parah'.

"Hey..." sapa Marc pelan.

Alex mengangkat tangan kanannya dan melepas alat bantu oksigen yang menempel di hidung nya. Agar ia bisa berbicara dengan jelas.

"Kau lama sekali. Sampai karatan dan berlumut aku disini" walaupun sedang sakit seperti ini, selera humor Alex tak luput juga.

Ingin sekali Marc menoyor kepala Alex seperti biasanya saat adiknya itu mengeluarkan banyolannya tetapi untuk kali ini ia harus menahannya dulu.

"Apa? Mau noyor-noyor kepalaku lagi?" seru Alex menunjuk kepala nya yang dipenuhi perban.

"Hahah, dasar bocah!--" cibir Marc, "--dimana kau mengalami kecelakaan?"

"Di tikungan ketiga jalan berbukit" balas Alex lemah.

"Dasar bocah! Sudah ku katakan kau harus hati-hati. Kau bukan pembalap F1!" marah Marc.

"Sudahlah kak. Aku sedang sakit. Kau masih tega memarahi adikmu yang tampan rupawan ini?" Alex kembali memasang alat bantu oksigennya, jika sudah berdebat dengan Marc, Alex lebih memilih diam.

"Sudah sembuh kuberi pelajaran kau" ancam Marc.
Alex hanya membalas menjulurkan lidahnya mengejek.

Suara pintu terbuka terdengar. Irina dengan nafas tersengal-sengal masuk ke dalam ruangan. Ia melihat Marc sudah duduk di posisi pw-nya.
Pelan namun pasti ia melangkah kesamping Marc.

"Bagaimana dengan Alex?" tanya Irina.

"Tuh..." Marc menunjuk Alex dengan wajahnya, entah kenapa setelah kejadian pengakuan dari Irina, Marc merasa malas berada di sekitar Irina.
Marc terkejut saat melihat Alex yang memejamkan mata nya, pura-pura tidur. Hmm, pintar juga nih anak, puji Marc.

"Dia tertidur kah? Dia baik-baik saja bukan?" Irina mengelus lembut lengan Alex.

"Dia baik-baik saja. Dia bukan anak yang cengeng"

Sebuah suara orang masuk menginterupsi mereka berdua. Marc dan Irina spontan menoleh ke arah asal sumber suara dan mendapati seorang pria sedang membawa plastik hitam di tangan kanan nya.
Pria itu pun terkejut dengan adanya 2 orang yang sudah ada di dalam.

"Andres?" sapa Marc berdiri dari duduknya.

"Marc.." jawab Andres dengan nada datar dan ekspresi datar pula.

Andres menatap keluar jendela. Hanya suara rintik-rintik hujan yang terdengar di ruangan itu. Ia tidak memedulikan Irina yang sedang mengupas kulit jeruk untuk Alex makan daging buahnya.
Apalagi Marc yang terlihat sedang berbicara di telfon dengan kedua orang-tua nya itu.

"Alex baik-baik saja. Hanya luka di beberapa bagian tubuh dan kepala. Kalian bisa kemari besok pagi saja. Baiklah. Malam Papa, Mama" tutup Marc mengakhiri telfon.

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang