Decisions

3.9K 251 23
                                    

Marc kembali menatap dirinya sekali lagi. Ia tau jika dirinya sudah berulang kali memutar-mutar dirinya di depan cermin besar hotel. Pintu kamar hotel pun terbuka dan suara langkah kaki mendekat.
Marc menoleh ke belakang dan mendapati seorang pengacau datang.

"Woa, kau mau kemana?" tanya Alex sembari melihat Marc dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Rambut tertata rapi, mengenakan jas hitam kemeja putih dan celana hitam nya, dilengkapi dengan sepatu hitam mengkilap. Loh hitam-hitam?
Hm, seperti ada sesuatu dengan kakaknya itu. Alex terkejut saat mencium bau wangi yang menyengat. Ia pun mengendus-endus untuk mengetahui asal bau wangi ini layaknya seorang tikus. Hidungnya berhenti tepat di depan jas dan kemeja Marc. Hmm, pantes.

"Dih wangi banget. Kau mau kemana memangnya?" tanya Alex mengusap-usap hidung nya.
Marc mendekati Alex dan memegang kedua pundak adiknya tersebut.

"Malam ini, aku akan berkencan dengan Emma" balas Marc tersenyum.

"Oh no way...." sangkal Alex.

"Yeaah...." balas Marc yakin.

"Tidak mungkin...." ucap Alex lebih keras.

"Yeaahh!" Marc tak kalah keras.

"Tunggu, kau pasti membawa sesuatu kan?" tanya Alex memastikan. Ia memandang tiap inci tubuh dan kantong Marc.

"Membawa sesuatu? Apa maksudmu?" Marc mengikuti arah pandangan Alex pada dirinya.

"Kau bercanda? Sebuah cincin ataupun sejenisnya?" ujar Alex to the point.

Deg! Marc sekarang sadar. Tentu saja ia harus membawa sesuatu. Dulu pun ia memberikan sebuah kalung putih bersinar pada Emma. Tunggu, sekarang kalung itu ada dimana? Ia bahkan tak ingat secuil memori pun tentang si kalung.
Alex melihat ekspresi Marc yang suram itu. Kakak nya pasti sedang gelisah. Alex terlihat mengambil sesuatu dari celana jeans berwarna biru nya.

"Ini. Untuknya..." Alex menyodorkan kotak merah kecil.
Sebelum mengambilnya, Marc memandang kotak itu dan pandangannya beralih pada Alex penuh arti.

"Kau yakin?" tanya Marc memastikan.

"Yah. Tentu saja. Lagipula ini sudah tidak ada artinya untukku..." balas Alex memandang kotak cincin.
Tidak ada artinya? Apa maksud Alex?
Marc menaikkan kedua alis nya dan memandang Alex dalam, ia mencoba mencari jawaban.
Alex merasa jengah dengan tatapan Marc yang menyelidik. Ah persetan lah dengan rahasia nya.

"Fine fine. Aku akan cerita..." Alex mengalah. Ia mengerti kode Marc tadi.

"Dulu, aku sama sepertimu. Saat kau masih dirawat Emma-mu itu. Kaki dan tangan mu penuh gip. Aku minta maaf, aku berdalih tidak ingin merawatmu karena kesibukanku di Moto3. Namun aku berbohong, aku menyukai seorang wanita. Dia begitu indah dan istimewa di mataku. Dia begitu sempurna. Satu hari, aku juga berencana untuk memberinya cincin ini. Namun sayangnya, dia tidak datang ke tempat sebagaimana yang telah kujanjikan. Kukira dia memang sedang sibuk dengan pekerjaannya karena dia adalah seorang akuntan. Ternyata, beberapa hari kemudian aku melihatnya sedang bersama pria lain. Awalnya aku frustasi dan ingin membuang jauh-jauh cincin ini, namun sudahlah. Tidak ada yang perlu disesali. Semua telah terjadi. Dan benar dugaanku, pasti suatu saat akan ada seseorang yang membutuhkannya" jelas Alex sembari membuka kotak merah itu dan mengelus cincin berlian yang ada di dalam.

"Kenapa kau tidak bercerita padaku?" balas Marc penuh kekhawatiran.

"Oh ayolah! Aku bukan anak kecil yang berumur 10 tahun lagi. Aku sudah besar" Alex berbalik dan mengacak rambutnya. Ia paling kesal jika dibanding-bandingkan maupun di anggap anak kecil.

"Alex, aku minta maaf. Aku memang tidak selalu ada untukmu. Tapi aku berjanji bahwa kau tidak akan menghadapi masalahmu sendirian." jelas Marc. Alex berhenti dari langkah mondar-mandir nya dan menoleh memandang Marc yang tatapannya sayu tersebut.

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang