The Friend

4.8K 17 2
                                    

Sesungguhnya mencintai seorang penjahat kelas kakap sekali pun jauh lebih baik dari pada mencintai sahabat sendiri. Kau akan sadar betapa jahatnya seorang penjahat, dan kau akan sadar betapa sempurnanya sahabat. Sehingga, mencintai seorang sahabat adalah hal yang menyakitkan, karena kau tak akan bisa memilikinya namun tak akan mudah melupakannya.

"Heh, kucruk. Ngapain lihat langit? Nunggu IP bagus datang begitu saja dari langit?" tanya Defri padaku.

Aku yang lagi duduk di selasar perpustakaan menatap ke arah sumber suara. Aku melihat Defri, teman sejak kecil yang memiliki postur tubuh tidak terlalu tinggi -walau lebih tinggi 5 cm dariku- sudah membawa satu gelas moccachino oreo kesukaanku. Dalam sekejap aku tersenyum bahagia melihat moccachino oreo itu.

"Kucruk? Bahasa dari mana tuh?" kataku langsung merebut moccachino oreo dari tangannya. Dia tersenyum kemudian duduk tepat di sebelahku.

"Gak usah dirampas segitunya kali. Sengaja ku beliin buat kamu,"katanya kemudian menyorong kepalaku sehingga aku keselak moccachino oreo yang kuminum.

"Uhuk. uhuk.. tai. uhukk,"kataku kemudian meminum lagi moccachino oreo.

Dia tidak pernah menganggapku sebagai wanita. Tidak ada satu pun perlakuannya yang menunjukkan dia cowok dan aku cewek. Dia menganggapku sebagai sahabat cowoknya yang sejak kecil dia ajak bermain kelereng, nyolong rambutan, atau nonton bola.

"Sorry deh," katanya.

Suasana hening sejenak. Kami berdua diam sambil menikmati suasana saat itu. Terdengar suara orang-orang yang keluar masuk perpustakaan, namun hal itu bukan menjadi perhatianku.

"Gimana kabar cowok misterius yang kamu taksir itu, Dhe?" katanya kemudian mengeluarkan buku kalkulus dari dalam tasnya. Aku terbatuk mendengar pertanyaannya. Dia sukses membuatku tersedak untuk kedua kalinya.

"Uhuk..uhuk..."

"Kenapa, Dhe?"

"Gak apa," jawabku. Aku yakin mukaku sudah sangat merah saat ini.

"Lupakan soal aku. Gimana soal Rene?" tanyaku padanya mengalihkan pembicaraan.

Rene adalah salah seorang sahabatku yang dekat dengan Defri. Namun karena kebodohan mereka berdua, mereka belum juga jadian sampai saat ini. Padahal dari kacamata semua orang di dunia ini, mereka berdua adalah pasangan yang sangat cocok.

Sebenarnya aku selalu meyakini bahwa aku adalah satu-satunya cewek yang sangat 'dekat' dengan Defri. Namun, jika melihat fakta hubungan Defri dan Rene aku yakin sebentar lagi aku akan terdepak dari posisi 'terdekat' itu.

Pasti sudah terbayangkan, bagaimana sakitnya berada pada posisi seperti ini. Saat kedua sahabat baikmu sebentar lagi akan menjadi sepasang kekasih, kamu akan menjadi orang pertama yang menyelamatinya.

"Dhe, Dhea! ngelamun lagi," katanya kulihat sudah wajahnya memerah. What the f*ck. Aku sudah merasa sebagai tokoh super antagonis yang munafik tingkat dewa.

"Sorry, tadi kamu ngomong sesuatu?" tanyaku sambil menghisap moccachino oreo yang sudah tinggal separuhnya.

"Kagak. Lupain aja. Jalan yuk. Ada jam kosong nggak?" tanyanya kemudian langsung menyedot moccachino oreo yang aku pegang. Langsung saja aku pukul kepalanya saat itu.

"Kataya buat aku, gimana sih?" aku menjauhkan moccachino oreoku darinya. Jika orang melihat kami berdua, kami sudah mirip seperti dua anak kecil yang berebut bola atau boneka barbie.

Defri hanya memukul lenganku pelan lalu menatap langit. Aku meliriknya sejenak dan teringat ucapannya. Kita memang sudah terbiasa pergi berdua.Teman-teman jurusan selalu mengira kami berdua pacaran. Sebenarnya hal itu karena Rene tidak sejurusan dengan kami berdua.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang