Setengah jam sebelum kafe dibuka. Aku segera menghambur ke ruang ganti pegawai. Aku segera mengganti kaos oblong, celana jinsku dengan seragam pegawai. Aku menunggu di belakang mesin kasir. Sebenarnya aku tidak tega mengingat adik-adikku harus menungguku hingga jam 9 malam karena aku harus bekerja dulu. Tapi mau bagaimana lagi, aku belum beli beras dan di rumah sudah tidak ada makanan. Semoga bahan makanan sisa lagi dan koki bersedia memasakkan makan malam dengan sisa bahan untuk makan malam aku dan adik-adikku.
"Dhea, ini gajimu hari ini," kata bos menghampiri meja kasir. Aku heran, tumben-tumbennya bos membagikan gaji ke pegawai seperti ini. Biasanya kita harus menghampirinya ke ruangannya.
Aku menerimanya tanpa banyak pertanyaan lalu berterimakasih pada bos. Lumayan lah, buat makan adik-adik satu bulan ke depan.
"Permisi!" kata seorang wanita lalu memasuki kafe. Seperinya aku pernah melihatnya.
"Ah, bassis! Apa kabar?" katanya lalu menghampiriku dengan wajah riangnya itu.
"He, baik," kataku dengan senyum yang sedikit dipaksa.
Setelah itu masuklah beberapa orang lainnya. Si drummer masuk kemudian menyapaku, lalu disusul seseorang yang tidak ku kenal. Mm, mungkin dia bassis yang tadi terlambat datang. Dan yang terakhir masuk ke dalam kafe adalah seorang yang selalu membawa gitar. Seperti wajah yang ia perlihatkan di studio musik, wajahnya sangat angkuh.
"Dhea kenal mereka?" tanya bos padaku.
"Hanya bertemu satu kali, bos," jawabku.
Seorang dengan gitar itu terus menatapku. Tatapannya membuatku tidak nyaman. Aku ingin mereka segera duduk di meja mereka agar aku segera terbebas dari tatapan angkuh si pembawa gitar.
"Mereka band baru di kafe ini. Mulai sekarang, kafe kita akan mempunyai band. Jadi kita tidak sekedar memutar musik klasik," kata bos kemudian menyalami seorang yang belum sempat kutemui, si bassis.
"Baguslah, kalau kalian sudah saling kenal. Aku harus ke ruanganku dulu," kata bos.
"Baik bos," jawabku dan vokalis itu.
Para pemain band itu tetap berdiri di depan kasir. Aku merasa sedikit kaku menghadapi mereka. Lagi pula, dia menghalangi jalan pelanggan.
"Maaf, ada yang mau bayar," kataku.
"Oh, maaf deh basis. Hmm,, lo harus belajar keyboard deh, biar bisa masuk band kita," katanya riang.
Belum sempat aku menanggapi pernyataannya, dia langsung melambai dan menjauh dari kasir. Aku pun dapat melayani pelanggan yang ingin membayar. Setelah pelanggan itu pergi tatapanku pun beralih menuju band itu. Kenapa harus bertemu mereka sih?
****
Jam istirahat makan malam. Aku menuju ke dapur dan menemui koki. Koki di dapur ini sangat baik. Dia sudah seperti ayah bagiku.
"Gimana pak?" tanyaku memastikan, apakah bahan makanan kira-kira tersisa.
"Tenang saja Dhe cantik. Bahan makanan sisa. Tapi tidak begitu banyak, mmm, paling tidak cukup untuk tiga porsi," kata koki itu. Ah, aku senang sekali. Aku kemudian mengucapkan banyak terimakasih pada koki. Untung saja bos tidak keberatan jika jatah bahan makanan hari ini yang tersisa bisa aku bawa pulang.
"Kamu nggak makan, Dhe?" tanya koki padaku.
Aku hanya menggeleng dan mengingat adik-adik di rumah.
"Tidak pak, kalau saya makan sekarang, tidak adil rasanya buat adik-adik saya," kataku kemudian tersenyum. Aku pun meninggalkan dapur dan kembali menuju belakang mesin kasir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
Teen FictionSesungguhnya mencintai seorang penjahat kelas kakap sekali pun jauh lebih baik dari pada mencintai sahabat sendiri. Kau akan sadar betapa jahatnya seorang penjahat, dan kau akan sadar betapa sempurnanya sahabat. Sehingga, mencintai seorang sahabat a...