Bye for Now!

798 21 8
                                    

<Dhea POV>

Aku menghempaskan badasku ke kasur. Jantungku masih berdegup tidak karuan. Entah karena aku marah pada Adit atau aku merasa nyaman dengan perhatian Defri.

Tring..tring..

hari ini jgn dipikirn. istirahatlah.-Defri

Aku melempar ponselku ke kasur. Ini semua terlalu abstrak untuk aku mengerti. Aku menenggelamkan kepalaku ke bantal mencoba tertidur dengan memejamkan mata. Ya, mungkin sebentar lagi aku akan bermimpi.

****

"Kebo! Bangun!" teriak Defri di pagi hari yang tenang. Aku yakin dia datang sesaat sebelum Orin dan Arin sekolah.

Aku membuka mataku perlahan sambil mengucek-ngucek mataku. Badanku ku posisikan duduk sambil tetap menguap menandakan aku masih malas beranjak dari kasur tercinta.

"Ayo ngampus!"

Aku masih terdiam mengamati Defri yang berdiri sambil berceloteh ria. Lalalalala, nggak denger. Aku menarik bantal lagi lalu mencoba memejamkan mata.

Bugh! Badanku dihantam benda yang sebenarnya empuk, tapi menjadi sakit saat benda itu menghantam tubuhku karena Defri menghantamkannya dengan kecepatan sonic sepertinya.

"Sakit bego!" teriakku. Dia hanya cekikan mendengar omelanku. Pagi yang masih biasa walau pun dengan kejadian semalam.

Aku membenarkan posisi dudukku sambil mengelus-ngelus punggungku yang dia hantam dengan guling. Tiba-tiba saja ku dapati wajah Defri sangat dekat dengan wajahku. Aku terdiam.

"Matamu bengkak, semalaman nangis yah?" tanyanya sambil menatap dalam ke arah mataku.

Untuk beberapa detik aku terdiam, mengikuti suasana yang terbangun saat matanya menatap lurus ke arah mataku. Sekarang bagaimana caraku menjawab jika wajahnya sedekat ini? Tidak lama kemudian dia menjauhkan wajahnya dari wajahku. Aku pun memilih untuk menjatuhkan kepalaku ke bantal dan memungginya.

"Aku nggak nangis semalaman kok," kataku lalu memejamkan mataku lagi. Aku berencana ingin tidur panjang hari ini sebelum besok berangkat ke lombok.

"Berarti kamu udah balik jadi Dhea," katanya.

"Hah?"

"Iya, kamu balik jadi Dhea yang kebo dan tukang tidur. Pasti tu kantong mata gara-gara kebanyakan tidur. Iya, kan?" tanyanya. Aku hanya menjawabnya dengan lemparan bantal tepat di wajahnya.

"Dhea!!" teriaknya. Dan aku hanya berlari menuju kamar mandi. Hahaha, sepertinya aku memang harus ke kampus hari ini.

 ****

Aku menemui dosenku bersama Defri. Yah, terpaksa rencana tidur seharian aku batalkan. Defri memaksaku untuk pamit kepada dosen wali untuk melakukan riset ke lombok. Yah, aku mengikutinya saja lah. Selepas pamitan dengan dosen dia memaksaku untuk mengumpulkan bahan riset di perpustakaan. Padahal, menurutku, bahan yang aku butuhkan selama riset disana sudah cukup. Yah, wajar saja jika dia heboh dia kan baru saja menyiapkan ini beberapa hari, sedangkan aku sudah menyiapkan ini beberapa bulan.

"Yakin udah cukup?" tanyanya saat aku bermalas-malasan, menyandarkan kepalaku diatas meja sedangkan dia fokus membaca-baca buku.

"Iya, kau pikir bapak itu akan langsung memberikan tiket itu ke kita, sebelum dia pikir kita siap untuk sekedar studi pustaka?" kataku sambil memutar-mutar ponselku di meja. Ponselku mati sejak tadi malam, aku malas jika nanti Adit menghubungiku.

****

<Defri POV>

Dia terus memutar-mutar dan memainkan ponselnya yang tidak menyala. Dia tampak tidak bersemangat, padahal besok kita sudah harus berangkat

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang