Pengamatan 8: Hidup Penuh Drama

129 7 2
                                    

Huaaaaa... berapa tahun saya ninggalin tulisan ini? Berapa tahun? *Liat kalender* Oooh.. masih 2016.

Iya. Saya tau kok,

Garing.

Iya. Saya juga emang gak niat ngelawak ini.

Ini kan cerita tentang XI IPA 7 yah. Awalnya sih, niat saya mulia(?). saya sudah rencanakan cerita ini akan tamat sebelum kenaikan kelas. Tapi rencana itu ya Cuma jadi wacana semata. Niat sih selalu ada. Realisasinya yang susah.

"Malam ini harus ngetik IADAIS pokoknya. Moment hari ini keren!"

Itu kata-kata setelah istirahat pertama.

Tapi pas istirahat kedua, "Kenapa... lagi itu tugas pake banyak. Bisa gagal nulis nih. Ah harus diusahain!"

Lalu jam pulang, "Nyet. Tugas nambah lagi. Ok fiks, nyampe rumah bobo siang, tugasnya entar malem."

Dan sampailah di keesokan hari dimana laptop gak dibuka sama sekali-_-. Aaaaa.... Rasanya nyesel juga deh. Padahal dari April kemarin itu banyak banget yang bisa ditulis. Tapi kayaknya udah rada lupa sekarang, hiks.

Tapi apa salahnya lah ya, mencoba mengingat. Sambil nulis ini, saya akan memutar ulang kembali kejadian-kejadian keren yang mau saya bagi ke kalian.

Oke, ayo mulai.

Hmm... Kita mulai dengan Tugas Drama Seni. Jadi, setelah lepas dari tugas drama Bahasa Inggris yang makan waktu berbulan-bulan itu, lagi-lagi kita dapat tugas serupa tapi di mata pelajaran berbeda. Sistemnya juga beda, yang paling jelas tentu dari segi bahasa. Kalau drama Bahasa Inggris ya harus pakai bahasa Inggris, maka drama seni ini bahasa tidak ditentukan. Tapi karena tau situasi dan kondisi guru kami yang akan menilai, kami pun tidak coba-coba untuk menggunakan Bahasa Inggris lagi.-.

Khusus kelompok saya, kami memilih menggunakan Bahasa dan logat sehari-hari. Khas daerah, walaupun tidak berbahasa daerah. Ngerti kan ya? Pokoknya gitulah. Naskah yang kami susun pakai bahasa kami sendiri, biar gak susah ngapalnya. Masalahnya, waktu yang dikasi Cuma seminggu, dan di kelompok saya kebanyakan anak cowok (termasuk ke-4 bebek saya). Drrr... gak ada waktu untuk mengurusi para bebek-bebek saya, dan bebek-bebek baru itu.

Oh sebelumnya saya kasi tau dulu, sebenarnya saya tidak sekelompok sama mereka--para bebek--awalnya. Karena pada mulanya, kelompok dibagi langsung berdasarkan urutan absen. Rincinya gini, di XI IPA 7 itu ada 44 orang. Nah kalau mau dibentuk 4 kelompok kan simple sebenarnya, tinggal bagi rata 11 orang perkelompok. Tapi Guru saya tercinta malah membagi; kelompok 1 = 10 orang, kelompok 2 = 10 orang, kelompok 3 = 10 orang, kelompok 4 sisanya, it means 14 orang.

Uhuk.

Saya keselek sendiri waktu itu. Karena waktu pembagian kelompok saya tidak ada di tempat, jadi saya Cuma dikasi tau pas jadinya saja. Sambil mencak-mencak dan geleng-geleng gak habis fikir saya pandangi semua teman kelompok saya. 12 cewek dan 2 biji cowok. Mau bikin cerita yang kayak gimana???

Bagi kelompok tuh kayak kelompok Bahasa Inggris kek, cewek cowok dibagi rata ke semua kelompok. Jadi tidak timpang seperti ini. Tapi sudahlah, saya kan tadi enak-enakan ngadem di perpus, jadi gak usah banyak protes.

Jadilah kami mulai duduk membentuk lingkaran di lantai. Oh iya, saya belum bilang, jadi tadi setiap kelompok dipisah ke ruangan yang berbeda-beda. Kelompok 4 kami ini tetap di ruang kelas. Sementara kelompok yang lain masing-masing ke satu ruangan di gedung baru. Karena ruangan-ruangan di sana sudah tidak terpakai terhitung sejak kelas XII selesai UN.

"Rekamannya udah mulai ya." Ucap Puspita sambil meletakkan hpnya di tengah-tengah lingkaran.

"Ngapain pake direkam?" Tanya saya hampir bersamaan dengan teman saya yang lain-Fony-tapi dengan kalimat agak beda. Tau deh Fony bilang apa, saya lupa.

I Am Disa And I'm StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang