02:Maggies Friend

40 9 0
                                    

"Meghan!". Panggilku. Entah kenapa, aku sangat malas menyebut 'kakak' dengannya. "Maggie!. Kau harus memanggilnya dengan sebutan kakak!". Teriak Ibuku. Aku menghampiri Meghan, dia sedang santai di kursi sambil melihat keluar jendela. "Yah!, aku tau. Aku juga bosan". Kan sudah aku bilang, Meghan mempunyai kekuatan membaca pikiran.

 Kan sudah aku bilang, Meghan mempunyai kekuatan membaca pikiran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat saat itu juga, seseorang mengetuk pintu rumahku. Aku membukanya. Dan.., itu temanku!. "Hey!, kau pasti menggunakan kekuatanmu menjadi tak terlihat jadi kau sampai di sini". "Ayo masuk!". Aku mempersilahkannya masuk. Dia Emma, Emma Lexi. Dia bernotaben sebagai sahabatku.

Begini, biarkan aku menjelaskan lebih detail tentang di daerahku yang kutau. Sebenarnya aku berteman dengan banyak orang. Tapi karena keadaan di luar yang situasinya tidak stabil , kami tidak diperbolehkan keluar. Tapi saat di malam hari, kami diperbolehkan keluar tapi tidak sampai perbatasan. Karena di malam hari, jarang terjadi perkelahian. Dan tidak diperbolehkan terlalau lama bermain di luar sana.

dibatasi oleh sungai dan di sebrangnya mungkin memiliki kehidupan juga sama seperti di sini. Tapi aku tidak tau lebih jelas. Itu memang sudah aturan nenek moyang kami yang tidak memperbolehkan menyebrang di perbatasan sana.

Aku dan Emma menuju kamarku. Lalu kami berbincang bincang. Aku larut dalam percakapan sehingga kami sampai menghabiskan 30 menit mendengar ocehan satu sama lain. "Kau tau tidak?". Tanya Emma. "Ada apa?". "Ibuku mengundang kau beserta keluargamu untuk makan malam bersama. Tidak ada hari spesial, hanya mempererat hubungan saja". Ujarnya sambil tersenyum.

Ide Bagus!.

"Tentu!, aku akan menyampaikan ini pada orang tuaku dan juga Meghan!". Jawabku bersemangat. "Yasudah, aku ingin kembali ke rumah". Tutur Emma bersiap untuk pulang. Aku mengantarkannya sampai pintu depan. Aku memandangi Meghan masih dengan posisi yang sama; duduk sambil menghadap jendela.

"Megh...". Baru saja aku ingin memanggilnya, dia menoleh padaku "Aku akan datang". Ujarnya. Aku mengangguk dan aku menuju kamar orang tuaku. Terlihat Ibuku sedang membaca suatu buku tebal dan Ayahku yang sedang berdiri menghadap jendela seolah sedang berpikir keras.

"Ibu..". Panggilku.Dia terkejut,  




WASSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang