Janur kuning sudah bersanding dengan papan nama bertuliskan Afwan dan Ayraa di depan komplek. Ruangan serba putih sudah mendominasi untuk menjadi saksi bisu acara sakral yang akan di lewati mereka berdua.
Meja berwarna putih yang tidak besar juga tidak kecil sudah stand by di tempatnya. Ada empat orang laki-laki yang mengelilinginya. Beberapa meter dari meja tersebut ada banyak tamu yang sudah duduk rapih menunggu Kehadiran pengantin pria.
"Ayo nduk. Kita ke sana untuk melangsungkan ijab qabul." Tutur Rindi mempersilahkan Menantunya untuk berjalan memasuki ruang ijab qabul.
Afwan duduk di antara Kakak Iparnya dan Ayahnya. Jantungnya makin cepat berpacu, di depannya kini ada seorang penghulu dan juga Papah mertuanya.
Tangannya kini sudah berjabat dengan tangan Pak Atmojo. Beliau merapalkan beberapa kalimat, menatap Menantunya tegas. Afwan nyaris tak mempunyai suara setelah pak Atmojo menyelesaikan perkataannya.
Tapi tak bertahan lama suara itu hilang. Sampai akhirnya Afwan membalas perkataan Pak Atmojo dengan pasti. Sampai akhirnya semua tamu mengucap kata 'Sah'. Semua pun memanjatkan doa.
🍃
Lain di ruangan sebelah. Ayraa tampak berlinang air mata setelah mendengar kata 'Sah' begitu nyaring terdengar di telinganya, sekarang dirinya bukan lagi gadis yang bisa bermanja-manjaan lagi dengan Mamah atau Papahnya, bukan gadis yang bebas keluar dengan siapa saja, bukan gadis yang setiap hari libur bisa bermalas-malasan di kasur. Bukan lagi gadis yang jika sakit ingin di peluk abangnya, bukan lagi gadis yang setiap saat terpaku sama kegiatannya.
Kini dia sudah menjadi istri dari seorang pria yang bernama Afwan Kaysa Wiratama. Yang harus siap 24 jam melayani keinginan suaminya. Kehidupan mandiri sekarang sudah ada di depan matanya, siap tidak siap dirinya harus siap menjalani pahitnya dalam berumah tangga.
Mungkin akan sulit untuk hubungan dia dengan Afwan untuk kedepannya. Atau akan terus baik-baik saja? Semua itu tidak akan bisa di terka-terka saja. Segala resiko apapun harus dia tanggung. Baik buruk suaminya harus dia telan bulat-bulat. Karena ini sudah menjadi keputusan dan juga pilihannya. Ayraa berjanji kepada dirinya untuk menjadi Istri yang Solehah dan menurut apa kata suaminya nanti. Karena dia tidak ingin menjadi istri yang durhaka terhadap suami. Karena dia tahu, surganya kini bukan lagi di kaki ibunya. Melainkan di kaki suaminya.
"Nak, mari kita temui suami mu." Ujar mamanya lirih.
"Mamah? Maafin Ay." Ayraa tidak lagi dapat membendung air matanya. "Iya nak. Maafin mamah juga ya kalau selama ini kurang kasih sayangnya ke kamu." Tuturnya sambil menahan tangisnya.
"Yukk kita temui suami mu.." Ajak Mamahnya. Ayraa hanya mengangguk lalu mengikuti Mamahnya sembari mengusap bulir air matanya.
Ayraa pun keluar dari ruangan. Kini dirinya berada di ruang serba putih yang juga ada banyak orang di ruangan ini. Sekarang dirinya menatap lekat mata laki-laki yang bahkan belum di kenalnya jauh kecuali nama.
Ayraa di tuntun untuk menemui Suaminya. Mendekat lalu duduk di sebelah suaminya untuk menandatangani buku pernikahan. Lalu mereka berdiri dan Ayraa mencium tangan kananya Afwan. Lalu Afwan memakaikan cincin di jari manis kanan Ayraa. Begitu pun dengan Ayraa. Setelah cincin terpasang Afwan mencium kening Ayraa penuh sayang.
🍃🍃🍃🍃
Prosesi akad nikah telah di laksanakan tadi pagi. Sekarang adalah Resepsi pernikahan Ayraa dan juga Afwan. Ballroom yang di dominasi warna biru membuat suasana Resepsi lebih romantis. Yang datang ke Resepsi ini tidak lebih dari 500 undangan, Ayraa dan Afwan hanya mengundang Keluarga, Sahabat, Kerabat terdekat dan juga para kolega-kolega Ayah mereka. Selebihnya adalah teman dari pada kakak-kakak mereka.
Resepsi yang sangat romantis ini usai sudah. Hanya tersisa para sahabat Ayah-Ayah mereka yang masih setia bernostalgia di ballroom sana.
Ayraa dan Afwan sudah berada di kamarnya. Setelah bersih-bersih Ayraa memutuskan untuk tidur, tapi matanya tak kunjung terpejam. sebenarnya ia takut jika Afwan nantinya meminta lebih dari dirinya. Karena sesungguhnya dia belum siap.
Kasur di sebelahnya melesak, tiba-tiba ada sebuah tangan besar yang memeluk pinggang mungilnya.
"Ay.." Tuhkan. Batin Ayraa ketika mendengar panggilan Afwan."Iya Mas? Ada apa?" tanya Ayraa gugup. "Belum tidur?" bukannya menjawab Afwan malah bertanya kembali. Ayraa hanya menggeleng.
"Makasih ya. Udah mau jadi istri aku." Ujar Afwan sambil mencium rambut istrinya yang wangi itu.
"Iya Mas." balas Ayraa sekenannya. Lalu dia melepas tangan Afwan untuk membenarkan posisinya menjadi terlentang.
"Meski aku belum mengenal kamu lebih jauh. Tapi aku akan mengenal kamu lebih dekat sekarang." Ujar Afwan sambil memandang langit kamar.
"Aku harap begitu Mas," Timpal Ayraa. "Mas," Ayraa kini memposisikan dirinya menghadap Afwan begitu pun dengan Afwan.
"Adaa sesuatu yang ingin aku bicarakan." Lirih Ayraa."apa itu?" Mata Afwan menyipit karena tersenyum.
"Maaf Mas, kalau aku belum bisa memberikan keperawananku untuk Mas. A--aku masih trauma atas kejadian 8 tahun yang lalu." Ayraa berbicara dengan mata tertutup.
Afwan kaget mendengar penuturan Istrinya. "Apa maksudnya?."
"Jadi, 8 tahun yang lalu aku kerampokan di jalan Mas. Waktu itu menjelang magrib salah satu dari mereka sudah melepas kerudungku. Dan mereka merobek lengan bajuku yang kanan, aku teriak tapi tak ada yang mendengar. Sampai akhirnya ada seorang anak kecil yang melihat lalu dia lari mencari pertolongan. Baru saja salah satu preman itu ingin mencium ku. Semua warga sudah mengeroyok mereka. Aku selamat, tapi trauma itu masih tetap kebayang sampai sekarang." Tutur Ayraa menjelaskan. Wajahnya kini terlihat pucat. Afwan yang menyadari perubahan wajah Ayraa pun buru-buru langsung mendekapnya.
"Gak usah khawatir, kamu aman sama aku. Aku gak akan maksa kamu Ay, aku akan nunggu kamu sampai benar-benar siap." Tutur Afwan lalu mengecup kepala Ayraa penuh sayang.
Rasanya perasaan Ayraa sangat lega sudah mengutarakan perasaannya yang selama ini mengganjal.
Jangan lupa di Vote. Oke? Okeeee😊.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Husband ✅
General Fiction#3InSpiritual (On11Desember2016 | On28Desember2016) Karena bagaimanapun Menikah di usia 23 tahun itu bukanlah cita-cita yang di impikan oleh seorang Ayraa Nazeefah Mahveen.