7. berdarah

108 5 0
                                    

Yang belum baca prolognya yuu baca dulu biar seru. Telat bikin prolognya wkwk. Udah di edit ke bagian awal👄

*

26 Oktober 2014

Aku terbangun dari tidurku. Tidur di sofa membuat badanku sakit semua. Aku berusaha terbangun. Aku berjalan ke arah dapur. Meraih botol di kulkas lalu meminumnya hingga habis. Aku mengusap bibirku dengan punggung tanganku. Aku berjalan kearah kamar. Aku membuka pintu perlahan, begitu hati-hati seolah aku takut mengganggu seseorang.

Tidak ada

Aku menghela nafas. Aku fikir mereka akan melanjutkannya hingga pagi? Ah lupakan itu Veleria. Aku kembali berjalan dan duduk di sofa. Menyandarkan bahuku dan memejamkan mataku. Mengingat kejadian semalam membuatku kepala pusing dan membuat tubuhku lemas. Entah mengapa rasa sakit begitu menjalar keseluruh tubuhku. hhh sadar Veleria, lo bukan siapa siapa

Aku tersenyum kecut untuk diriku sendiri. Harusnya aku senang karena hari ini hari minggu. Aku bisa santai-santai atau jalan-jalan atau sebagainya. Rencananya aku ingin mengajak Iqbal untuk menemaniku menonton film baru yang sedang marak di perbincangkan. Tapi setelah kejadian semalam, aku mengurung niat ku dan menguburnya dalam-dalam. Aku rasa dia sedang tidak ingin di ganggu sekarang.

Ponselku berdering. Aku meraihnya yang tergeletak di atas meja. Aku tidak ingat aku menaruhnya disana. Tertara tulisan Iqbal incoming call di layar. Aku bingung harus mengangkatnya atau tidak. Aku bertekad untuk tidak mengangkatnya.

"Hallo?"

Astaga kenapa di angkat dongo! Udah gue bilang jangan di angkat ih! Tangan bandel!

"i-iya hallo?"

"Lama banget si ngangkatnya. Gue mau ngajak lu nonton nih. Filmnya genre romantis gitu. Kan lu suka noh yang romantis-romantis. Nonton yu Ve? Gua otw rumah lu yaa"

"Ehhhh jangan jangan!"

"Jangan? Jangan kenapa?"

Aku menggigit bibir bawahku. Aku sedang tidak ingin bertemu dengan Iqbal. Aku ingin menghindar untuk sementara. Kenapa? Aku juga tidak tau kenapa. Hanya saja aku tidak ingin melihat wajahnya.

"Gue, gue gaenak badan. Yah gue gaenak badan" sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka berbohong. Berbohong sedikit saja membuatku sangat merasa bersalah dan berdosa.

"Ya ampun lo sakit Ve? Gue jenguk ya? Mau gue bawain apa? Buah ? Bubur atau..."

"Gausah. Gue cuma butuh istirahat. Dan gue harap lo jangan ganggu gue"

Aku mematikan telponnya secara sepihak. Aku bisa bayangkan mungkin Iqbal sedang kebingungan dan menggerutu di sana. Aku meremas ponselku. Aku tidak mengerti ada apa dengan diriku. Ponselku kembali bergetar. Dengan segera aku mengangkat

"Bal udah gue bilang jangan ganggu gue dulu...."

"Bal? Siapa bal?"

Aku mengerjap. Aku menjauhkan ponselku untuk melihat siapa yang menelponku. Ternyata Aldi. Aku memukul-mukul keningku berulang-ulang.

"Hallo ve?"

"Eh iyaa al. Kenapa nelpon?"

"Mau nonton?"

***

Aku mengunyah udang crispyku dengan tempo lamban. Selesai menonton tadi. Aku merasa lapar dan untungnya Aldi menawariku makan sebelum pulang kerumah. Ini masih jam empat sore jadi aku menyetujuinya. Alasan lainnya ya karena memang aku benar-benar lapar. Aku belum makan apapun sejak pagi.

Pain (Secret Time)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang