Chapter 01

1.3K 97 4
                                    

"Pak Ogii.. Jangan ditutup!" Rengek seorang gadis sesampainya dipintu gerbang yang hampir tertutup rapat. Beruntung Pak satpam yang baik hati mau membuka kembali pintu gerbang yang hampir tertutup itu. Seila tesenyum lebar seraya bernafas lega dan melenggang masuk setelah mengucapkan terimakasih.

"Selamat pagi, Pak Anton!" Sapa Seila riang menghampiri seorang pria paruh baya yang sedang duduk di meja piket dengan tangan yang dilipat didada nya. Kerena tak kunjung mendapat balasan, Seila memutuskan untuk menempelkan ibu jarinya pada sebuah alat scanner untuk absen kehadirannya.

Sesudah itu, Seila berniat untuk melangkah pergi ke kelasnya. Namun sebuah dehaman keras membuat ia menoleh kembali. Ia melihat Pak Anton yang tengah tersenyum tipis dengan mata menelisik tajam memeriksa setiap bagian tubuh yang terbalut seragam itu.

"Tau sekarang hari apa?" Ujar nya kemudian dengan nada sinis, tidak suka, seakan ada sesuatu yang salah diballik pertanyaan itu.

Seila mengerutkan kening heran, padahal kemarin baru saja pelaksaan upacara digelar seperti biasa, bahkan Beliau yang menjadi pembicaranya. Spontan otaknya berputar dengan keras, menebak-nebak teka-teki apa yang tersumbunyi dibalik pertanyaan singkat itu. Tepat dalam beberapa sekon kemudian, muncul satu kata dalam benak yang membuat respon tubuh nya seperti terkena serangan jatung mendadak.

Razia.

Seila tersenyum kecut ia yakin jika pria itu sudah melihat kaus kaki hitam pendek milikinya.

Benar saja, dalam hitungan detik pria paruh baya itu mulai menghujani nya omelan plus sindiran. Seila hanya bisa menunduk patuh dengan bibir yang dilipat kedalam.

Pagi indah yang harusnya ia bisa nikmati untuk bersantai ria dibangku kelas sambil berkutat dengan buku tulis yang dicoret menggunakan tinta warna-warni, justru kini berakhir miris dimeja piket guru.

Seila mengetuk-ngetukan ujung sepatunya pada lantai selagi masih merenungkan nasib diri. Selang beberapa menit Seila dibuat terkejut dengan suara klakson mobil yang dibunyikan dengan tidak sabaran.

Rasanya seperti tersambar petir di pagi buta. Bagaimana tidak, suara klason kendaraan itu tidak main-main begitu nyaring dan memekikan telinga hingga orang-orang disekitar pun ikut terkejut bukan main. Bahkan Pak Anton yang sedang sibuk berceloteh pun sampai berlatah-latah.

Seila mendengus sebal melihat gerbang yang dibuka dengan lebarnya. Tampak sebuah mobil dengan model keluaran terkini mulai memasuki perkarangan sekolah dan mengisi lahan parkir khusus. Tidak lama kemudian, pintu mobil itu terbuka dan memunculkan beberapa sosok pemuda berseragam lengkap putih abu-abu.

Jidat yang tertutup dengan helaian rambut itu tiba-tiba saja membentuk sebuah perempatan. Seila menganga tidak percaya saat irisnya mendapati sosok pemuda yang sangat familiar.

Pemuda itu terdiri dari sang Alpha, Levine Alexander. Siswa yang dikenal seantero sekolah sebagai pria berparas tampan, bertubuh ideal, berotak cemerlang, serta kepribadian nya yang begitu dominan dan berwibawa.

Lalu pemuda kedua bernama Roland Arditya, seorang pemuda dengan jiwa sosial yang tinggi. Ia sangat disukai oleh para guru sebab dia lah Ketua Osis di sekolah ini. Selain itu, ia juga dikenal sebagai shooter handal dalam Club maupun Team Basket sekolahnya.

Chole PlegmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang