Chapter 05

365 44 1
                                    

"La, Laa.." Levine memanggil gadis yang tengah berbaring memunggungi nya, memastikan apakah sosok tersebut ini masih sadar atau tidak. Namun karena tidak kunjung mendapat balasan dan melihat tubuh itu tak kunjung bergeming, Levine mengernyitkan dahi nya heran. Padahal ia baru saja tenang sekitar lima menit tapi gadis itu sudah terlelap juga.

Tak berapa lama kemudian terdengar suara bel berbunyi, pertanda waktu istirahat telah berakhir. Namun tak sedikit pun Levine mau beranjak dari tempatnya. Kini Levine hanya bisa menatap punggung kecil itu dan terkekeh kecil mengingat kejadian tadi. Jujur, ia benar-benar tidak sengaja melihatnya.

Suara dentingan notifikasi membuat senyum Levine pudar. Ia merogoh kantung seragam nya dan membuka isi notifikasi tersebut. Levine menghela nafas berat setelah membaca pesan dari Ezra.

Levine melirik gadis itu sejenak, harus 'kah ia meninggalkan nya? Padahal ia berniat untuk tinggal lebih lama agar bisa terhindar dari pelajaran sejarah yang membosankan.

Kembali terdengar suara dentingan notifikasi, kali ini tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Hingga membuat Levine sampai mengupat dalam hati karena takut suara itu akan membangunkan macan betina yang sedang tidur. Akhirnya Levine memutuskan untuk pergi ke kelasnya dan akan kembali jika bel pulang sudah berbunyi, itu pun kalau Seila masih ada di sana.

Sesampainya di kelas Levine mendapati Ezra, Roland, dan Lingga yang sedang asik bermain game. Levine mendengus kesal sebelum ia menendang bangku miliknya dengan gemas. Hal itu membuat ketiga temannya terkejut bahkan ponsel Ezra sampai ikut terlempar ke meja. Namun Levine tidak peduli, toh ia datang kesini juga karena pemuda itu.

"Levine nggak ada ahlak!" Ezra menggerutu sebal seraya mengambil ponselnya kembali.

Levine tidak mengindahkan ucapan pemuda itu, ia malah membalikan bangku nya menghadap meja Eza lalu berujar datar. "Tasya kenapa lagi?"

"Tasya ngirimin lo makan siang." Sahut Lingga sembari menyodorkan sebuah kotak berkal berwarna biru.

"Gue kan udah pernah bilang--"

"Dia maksa banget Vin gue aja sampe kena jambak." Lingga menggerutu sebal mengingat kejadian itu yang membuat harga dirinya jatuh sebagai laki-laki.

Levine menyandarkan punggungnya dan melipat tangan. "Terus dia bilang apa lagi?"

"Pulang sekolah nanti, lo di minta buat ke kelasnya."

"Ogah gue." Sahut Levine cepat.

Roland terkekeh, "Karena dia udah tau lo bakal nolak, jadi dia yang bakal nyamperin lo."

"Gue yakin tuh cewek pasti ada mau nya." Ujar Ezra. Memang sejak awal Ezra tidak suka dengan Tasya. Di matanya Tasya itu cewek ribet, manja, dan seenaknya. Walau pintar dalam bidang akademik dan dikenal sebagai salah satu primadona sekolah pada angkatannya. Tidak menjadikan gadis itu banyak disukai seperti Grace, kakak kelasnya dulu. Lucunya tidak ada yang tahan dengan prilaku gadis itu kecuali Levine, teman kecilnya sendiri.

"Palingan dia minta anter lo lagi ke sana-sini."

"Di jadiin ojek selingan."

"Sampe bikin lo lupa janji sendiri ke kita-kita."

"Bahkan sampe permasalahan kemarin pun, lo juga kehasut lagi dan malah cabut sama Tasya."

Teman-teman nya jelas tahu cerita perihal Levine yang mendadak lupa menjemput Seila sepulang les dan malah pergi menghampiri Tasya yang berada dipusat perbelanjaan. Ia beralibi karena Tasya butuh bantuan tenaga manusia untuk membantu membawa beberapa benda elektronik yang cukup besar untuk dibawa ke rumah barunya.

"Yah walau niat lo baik bantuin tuh ne-lampir, tetep aja lo salah karena nelantarin Seila gitu aja." Lingga menyahut disela permainan game online nya.

Chole PlegmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang