Chapter 09

478 44 1
                                    

Jam dinding kini menunjukan pukul delapan malam pertanda waktu latihan sudah selesai. Beberapa orang gadis pun terlihat sudah merebahkan dirinya pada lantai yang dingin dengan keringat yang masih bercucuran diseluruh badan mereka. Lain hal dengan Seila yang hanya duduk dan sesekali menghela nafas seraya meneguk rakus air minumnya, koreografi baru tadi benar-benar menguras tenaga. 

Selang beberapa menit Seila mendengar samar-samar percakapan yang berasal dari luar ruangan. Ia menduga jika suara itu berasal dari para pria yang sedang berjalan menuju kemari. Benar saja, kini iris matanya mendapati Levine dan anggota tim nya yang satu persatu berlalu masuki ruangan. Seila berdecak lidah karena hatinya masih merasa jengkel terhadap salah sosok diantara mereka. Dari tempatnya duduk, Seila dapat melihat Levine dengan bantuan kaca yang besar, pria itu tengah membereskan beberapa barang bawaan nya dengan tubuh yang masih dipenuhi keringat.

Disaat dirinya masih kalut dengan perasaannya yang bekecamuk, sebuah lengan yang menyentuh bahunya berhasil membuat Seila terkejut.

"Lo kenapa bengong?" Ujar Mauren menatap khawatir.

"Hah? Gue gapapa, cuman cape aja." Seila menyahut gugup, Mauren mengangguk kemudian menyuruh Seila untuk segera berganti baju karena takut gadis itu akan jatuh sakit jika pulang ke rumah dengan keadaan baju yang basah oleh keringat. 

Setelah memakan waktu sekitar lima belas menit untuk berganti baju Seila berkemas kembali diiringi dengan rasa gusar. Pikirannya di penuhi oleh pertanyaan seperti, apa setelah perdebatan tadi Levine akan menemuinya dan meminta maaf?

Sejujurnya Seila tidak menyukai situasi seperti sekarang, berperang dingin hingga saling mendiami satu sama lain, jujur ia sangat enggan melakukannya. Berurusan dengan orang berwatak keras seperti itu tidak akan ada ujung nya. Seila malas berdebat, malas jika harus menahan tangis dan kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa saat berhadapan dengannya.

Tapi, lupakan itu sejenak. Tubuhnya lelah dan lemas, ia mau beristirahat, membaringkan diri untuk mengisi kembali energi yang sudah terkuras habis. Dengan cekatan Seila membereskan semua barang bawaannya hingga tak menyadari jika ruangan kini terdengar sedikit lebih sunyi.

Di ruangan kini hanya ada Seila dan anggota timnya, ternyata Levine dan kawan-kawannya sudah menghilang. Ruangan menjadi gelap saat Claudia menekan saklar lampu yang berada di dekat pintu. Seila beralih menguncinya dan memasukan kunci itu dalam kantung seragamnya. Waktunya pulang, Seila berjalan beriringan dengan anggota timnya menuju gerbang sekolah yang kemudian saling memisahkan diri satu dengan yang lain saat melewati bestment. 

Denting suara pesan masuk membuat Seila bergerak merogoh saku seragamnya. Gadis itu menatap bingung layar ponselnya saat mendapat kabar bahwa ternyata sang Kakak yang akan menjemputnya. Awalnya Seila merasa janggal dengan niat hati Jerrel yang tiba-tiba mau menjemput, namun mau bagaimana lagi, ia hanya bisa pasrah jika di lain waktu pemuda itu akan meminta imbalannya. 

Seila beralih membuka salah satu media sosial nya dan ia menemukan satu postingan  dari akun Lucy yang menarik perhatian. Seila dibuat tertawa puas saat video itu menampakan sosok Claudia yang tengah melakukan koprol depan, yah, berharap jika putaran itu akan sempurna namun nahas nya sosok tersebut berujung jatuh dengan tidak elegan. Tidak puas menontonnya sekali, Seila mengulangi video itu hingga sebuah klakson mobil yang berbunyi nyaring membuat Seila terkejut. Nyaris saja ponsel itu jatuh jika saja ia tidak sigap untuk segera menangkapnya. 

Lima meter jauhnya, Seila melihat kendaraan berwarna silver milik sang Kakak sudah terparkir didepan gerbang, segera ia belari kecil dan memasuki mobil itu. Jerrel tersenyum menyapa seraya mengecilkan AC mobilnya. Pemuda itu tahu jika Seila tidak menyukai suhu udara yang dingin, terlebih jika di dalam mobil. Bisa-bisa gadis itu pusing atau bahkan muntah karena mual.

Chole PlegmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang