Chapter 12

12 0 0
                                    

Mata pemuda itu menatapnya dalam, begitu banyak yang ingin ia katakan pada gadis dihadapannya. Terlalu banyak hal hingga Gavino merasa putus asa untuk berbicara. Pikirannya berkecamuk, ia takut jika Seila menolaknya lagi. Walau ia tahu saat ini, tatapan itu hanya menampakan rasa benci. Tidak ada lagi kehangatan dan kasih sayang disana, Gavino benar-benar berhasil membuang itu semua. 

Padahal hal itulah yang ia  cari dari sosok Ivy Fransiska. Perempuan yang selama ini ia anggap sahabat hingga perasaan bodoh muncul yang berhasil meluluh lantahkan kehidupannya sendiri. 

Kesalahan terbesar Gavino dalam hidup adalah membiarkan hatinya mencintai dua orang sekaligus. Gavino kira ia bisa mengendalikan rasa itu, tapi ternyata semua yang terjadi sangat tidak terduga. Ia tidak bisa mengantisipasinya, bahkan untuk kebaikan dirinya sendiripun ia tidak bisa memilih. Pemuda itu jatuh pada pilihan yang salah, setelah apa yang ia lalui bersama Seila, ia malah memilih sahabatnya yang ternyata hanya memanfaatkan perasaannya. 

Gavino memang sudah gila, ia malah membuang gadis yang telah mengisi gelas kosong kehidupannya. Dengan kejamnya ia membiarkan gelas itu pecah tak berbentuk dan kini saat pecahan itu ia susun kembali, Gavino sadar jika gelas itu tidak bisa kembali utuh sesempurna awal. Bahkan untuk diisi kembali, tumpahan itu tidak akan memenuhi gelas karena retakannya.

"Gaada yang perlu kamu omogin lagi Gav, semua nya udah berakhir dengan jelas." Seila berujar dingin, ia berusaha tegar agar tidak menangis saat ini juga.

"Aku mau minta maaf, aku nyesel La.. Aku memang tolol karena terlalu terbuai dengan nafsu sesaat, sampai aku ga sadar ada kamu yang saat itu jadi pacar aku. Aku bener-bener bego, tolol La." Ujar Gavino putus asa, ia sampai mencengkram lengan Seila demi menyalurkan kesungguhan nya.

Seila menatapnya lirih, merasa ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Bagaimana bisa seseorang yang pernah begitu berarti baginya, kini hanya menjadi bayangan dari masa lalu yang menyakitkan?

"Aku belum bisa Gav, apa yang udah kamu lakuin terlalu sakit untuk aku terima. Perselingkuhan kamu sama Ivy masih membekas sampai sekarang. Dan karena itu aku selalu ngerasa kurang dan gak pantes buat orang lain." kata Seila akhirnya, suaranya lembut tapi tegas. 

"Kamu mungkin menyesal, tapi aku ga akan pernah bisa lupa gimana rasanya jadi pelampiasan kamu." Setelah mengucapkan itu, tak sadar air mata Seila mengalir jatuh ia bahkan mulai terisak. 

"Aku ngerti Seila, tapi aku mohon sama kamu tolong maafin aku, aku janji aku akan berubah La.. Aku mau kamu balik lagi sama aku, karena aku baru sadar, selama ini apa yang aku cari dan butuhin itu cuman kamu. Kamu yang bisa menuhin itu semua." Gavino kembali memohon, persetan dengan tatapan orang-orang yang menatapnya sekarang. 

Pemuda itu tidak ingin membuang kesempatannya untuk memberitahu apa yang ia rasakan kepada Seila. Dengan pertemuannya sekarang, walau menyakitkan, Gavino yakin jika ini adalah jalan baru yang akan menuntun Seila kemballi padanya. 

"Ngeliat kamu sekarang, aku tau Ivy udah mengancurin hati kamu untuk kesekian kalinya. Kamu ingat Gav, saat dimana aku selalu berusaha membuat kamu selalu utuh? Aku bahkan harus ngancurin diri aku sendiri dulu supaya aku bisa liat kamu bahagia. Tapi sabar aku juga ada batasnya, hal fatal yang terkahir kamu lakuin itu bener-bener buat aku menyerah." Ujar Seila ditengah isak nya, "Setiap kali aku sembuhin luka kamu, setiap senyum yang terpampang diwajah kamu, aku tau bahkan saat kamu ngeliat aku sekalipun.. bayangan Ivy ga pernah ilangkan?"

Emosi Seila benar-benar meledak dengan tangisnya, melihat itu Gavino terdiam dengan menundukan wajahnya tidak mampu lagi menatap. Ia merasa semakin hancur dengan setiap kata-kata yang Seila ucapkan. Dia tahu bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubah masa lalu. 

"Aku kira dengan kamu meminta aku jadi pacar kamu saat itu, kamu udah bener-bener menerima aku. Tapi ternyata aku yang terlalu bodoh dan naif, sampai aku kecolongan dan pergokin kamu di club sama Ivy lagi.."  Seila tidak bisa melanjutkan ucapannya, ia tidak sanggup lagi tetapi ia juga mulai merasa lega karena apa yang dulu tidak bisa ia utarakan akhirnya bisa ia ucapkan kepada Gavino.

Giliran Gavino yang kini merasa semakin hancur, ia merasakan sakit didadanya ketika melihat Seila menangis karena ulahnya. Brengsek lo Gav, dasar bajingan tolol. Bisa-bisanya lo baru sadar kalo lo udah nyakitin orang yang berharga buat lo. Bisa-bisa nya lo baru sadar kalo lo sesayang itu sama Seila. Tapi itu semua udah terlalu ancur buat lo benerin lagi.

Gavino mengutuki dirinya terus menerus, genggaman tangan itu ini menjadi lebih lembut. Ia menatap wajah Seila lekat-lekat. Hatinya terus menerus meyakinkan dirinya agar berjuang untuk membuat gadis itu kembali kepelukannya.  Sosok seperti Seila itu tidak ada duanya, ia tidak mau menyesal seumur hidup. Tidak peduli jika gadis itu menolak nya terus menerus, Gavino tidak akan menyerah sampai apa yang dulu pernah menjadi miliknya itu kembali dalam genggamannya. Sekeras Seila menolaknya, sekeras itu juga usaha yang akan Gavino lalukan. 

Disisi lain, ada seorang pemuda bersurai coklat yang tengah menatap kedua insan itu dengan seksama. Mata Elang itu menyalak tajam ketika melihat pemandangan yang tidak ia sukai. Ia merasa resah dan khawatir saat melihat gadis itu terisak dalam ketakutan sejak pemuda itu mencengkram tangannya. Tanpa mengulur waktu lagi, ia mengambil langkah mendekat menghampiri keduanya.

"Lepasin tangan Seila." Suara berat dengan nada tegas itu memecah keheningan.

Gavino menoleh kearah sumber suara dan mendapati seorang pemuda jangkung itu sudah berada di samping nya. Mata tajam itu menatapnya tidak ramah, seolah dalam pandangannya mengisyaratkan perintah agar Gavino segera menuruti perintahnya. Tetapi bukan Gavino namanya jika ia langsung menurut perintah orang lain, terlebih jika itu adalah Levine Alexander sang rival nya sedari dulu.

"Mau lo lepas sendiri atau gue lepas paksa?" Ujarnya masih dengan nada yang sama namun lebih mengintimidasi.

"Lo jangan ikut campur Vin."

Levine menarik nafas lalu melirik sebentar kearah gadis di samping kanan nya. Seila menatapnya penuh harapan, terlihat sekali jika tidak nyaman dengan kondisinya sekarang.

"Kalo udah kaya gini, gue harus ikut campur." 

Tanpa aba-aba satu pukulan berhasil dilayangkan Levine tepat di rahang Gavino. Hal itu menyebabkan cengkraman itu terlepas dari lengan Seila sebab Gavino ambruk terkapar di lantai karena pukulan yang tiba-tiba itu. 

Seila membelalakan matanya karena sangat terkejut atas apa yang ia lihat. Ia tidak percaya jika Levine akan sampai hati memukul Gavino demi membantu nya. Namun ia juga tidak bisa berkata apa-apa selain khawatir jika keduanya akan berkelahi dengan lebih parah lagi. Dan benar saja, Gavino bangkit dan dalam sepersekian detik ia berhasil membalas pukulan itu tepat di pelipis Levine.

Seila reflek berteriak dan tangisnya semakin menjadi, ia ketakutan dan sangat khawatir. Melihat kedua lelaki itu saling membalas pukulan dengan bertubi-tubu seolah masing-masing dari mereka saling mengungkapkan dendamnya dari pukulan yang mereka lakukan. Riuh orang-orang disekitarnya pun tidak bisa terkontrol, mereka bergidik ngeri melihat para lelaki itu dengan brutal nya baku hantam. 

"CUKUP!"

Chole PlegmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang