Tujuh : Too Fast

30 4 4
                                    

Kos-kosan Lagi, 29 Oktober 2015 20.16 [13˚]

Aku baru saja sampai di kos-kosan. Ya, cukup melelahkan juga acara jalan-jalan dengan Izzam hari ini.

Tapi aku juga bersyukur, aku jadi bisa mengenalnya lebih jauh. Dan kupikir, dia bukan orang jahat. Dia baik, kok.

Apalagi ini, ternyata kucing tadi dia berikan padaku. Kurang seneng gimana aku hari ini? Mana kucingnya lucu banget.

"Hei ..." pesan Izzam masuk ke whatsappku.

"Hei juga. Ada apa?" Balasku cepat.

"Hmm nggak ada apa-apa. Cimi lagi ngapain?" Oke, akan aku perkenalkan dulu. Cimi itu adalah nama yang telah kami ciptakan untuk kucing menggemaskan ini.

"Tidur, hehe. Kamu nggak salah ngasih kucing ini ke aku ? Kamu aja yang rawat, ntar di sini malah nggak aku rawat. Aku kan orang sibuk, Zam."

"Alah, sok sibuk kamu 😂"

"Eh beneran kali, hehe."

"Ya kita gantian aja. Seminggu ini kamu yang rawat, minggu depan aku. Gitu seterusnya. Estafet lah."

"Boleh juga tuh, oke deh. Makasih yaa suka banget ❤" balasku.

"Itu emoji love nya buat aku apa kucingmu?"

"Ya buat Cimi lah, ngapain juga buat kamu. Ge-er banget deh, ih!"

"Kali aja kan? Wkwk"

"Yeee, maunya."

"Kasih sekali aja boleh kan?"

"Kasih apa?"

"Emoji lovenya lah, Dhe."

"Hmm buat apa?"

"Ah, repot amat tinggal ngasih gitu aja 😔"

Aku tersenyum geli membacanya. Modusnya cowok ada aja, ya.

"Udah ah, aku mau istirahat dulu, Zam. Assalamualaikum."

"Yah yah, aku beneran nggak di kasih nih? Yaudah deh. Waalaikum salam. Selamat beristirahat yaa ❤"

Deg!

Emoji itu ... apa ada artinya? Atau sekedar emoji? Ah aku tidak ingin terlarut dalam pemikiran ini. Aku segera memejamkan mataku.

***

Pagi ini nggak seperti biasanya. Mungkin untuk hari ini aku bakalan jadi orang paling riang gembira sedunia. Tahu kenapa ? Karena hari ini aku libur lagiiii, yeaaaay!!

Mungkin terlihat biasa, tapi karena ada Cimi, aku jadi lebih semangat. Cimi menggeliat di atas tempat tidurnya. Lucu sekali.

Aku menyiapkan sarapan untuk hari ini. Melihat kalender, kemudian melihat daftar menu masakan.

"Sekarang, tanggal 30. Nomor 30, menunya rendang. Oke!" Gumamku.

Memang begitu. Ibuk mengajariku bagaimana mengatur menu agar nutrisiku tetap terjaga. Membuat 31 list menu untuk aku masak setiap harinya. Sekarang daging, besok harus sayur. Dan kalo besok sayur, berarti lusa harus daging. Seperti itu siklusnya.

Jangan kira aku nggak bisa masak masakan yang tergolong rumit seperti ini. Soal masak mah kecil. Mantu-able banget deh aku hehe.

Ponselku berdering dan aku segera mengangkatnya tanpa membaca terlebih dahulu nama peneleponnya. Kusematkan ponselku di antara telinga dan bahu kananku.

"Iya halo?"

"Halo Dhea, lagi apa?"

"Siapa ya?"

"Aku Izzam."

"Oh iya, ini lagi masak."

"Masak apaan? Emang bisa? Hahaha pasti nggak enak!" Ledeknya dari seberang sana.

"Masak rendang. Jangan panggil Dhea kalo nggak bisa masak."

"Widih, masa sih? Sini aku mau nyobain"

"Ya nggak bisa dong mas, gimana sih."

"Mas? Hm feel like istriku yang manggil."

Aku menepuk jidatku. Aduh, salah ngomong lagi rupanya.

"Aduh plis deh, ah. Apa-apa baper kamu Zam, Zam."

"Hehehe canda, ampun deh nggak bisa banget ya diajak bercanda?"

"Iya iya bisa." Jawabku singkat sambil berpikir. Aneh, akhir-akhir ini Izzam sering banget bahas sesuatu yang berhubungan sama beginian.

"Woy! Kok diem sih!" Sentakan Izzam mengagetkanku.

"Ah eh iya, ada apa?"

"Ya ampun, kebangetan. Aku ngomong panjang lebar kek gitu tadi ke kamu, kamu nyambung enggak sih?"

"Maaf, Zam aku sibuk. Assalamualaikum." Aku menutup telepon itu. Aku merasa tidak nyaman atas perkataan Izzam barusan. Aku yang kegeeran atau memang Izzam yang sedang mengkode? Ya Allah, jangan dulu, ini terlalu cepat.

***

30˚ CELSIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang