Sampah Pobia

39 3 0
                                    

Menyapu dalam kegelapan malam adalah kebiasaanku, apalagi bila musim dingin tiba, aku lebih semangat lagi untuk membersihkan area sekitar rumah. Bukan karena mencari perhatian tetangga, tetapi sudah sengaja kulakukan di malam hari untuk menghindar dari itu. Disini, sebenarnya akulah yang memberikan perhatian pada mereka, para tetanggaku. Tidak lain karena sampah yang basah saat musim dingin tiba dikala hujan menerpa, disitulah sampah yang gila tak ada orang yang sadar untuk memungutnya kecuali aku. Tak sadar bila sampah akan membuat dan menyebarkan wabah penyakit. Seperti biasa, dengan jaket parasut dan celana panjang, kubersihkan halaman ini karena Aku ingat pesan kedua orang tuaku jika satu sampah akan mengancam banyak nyawa.

Entah orang-orang berkata apa, disaat mereka melihatku seperti ini, tatkala semacam seorang pembersih jalanan setiap malam meluncur di tengah kegelapan malam yang menggulita. Hujan deras menghantam bumi merasa ini bukanlah hal untuk menjadi alasanku supaya berhenti dari salah satu pekerjaanku ini. Setiap petir dan gulatan awan menggetarkan bumi membuatku tetap tegar menghadapinya. Kupegang erat sapu lidi 8 bulan silam atas anyaman tanganku, tetap kokoh menyapu pada halaman yang penuh nan serakan sampah semakin menjadi gunung bila tak dibersihkan, bermacam keluh dan kocehan menyuruhku agar berhenti, tetapi tidak, parasut yang kukenakan adalah salah satunya benda penghalang tubuh. Menemaniku dari benturan hujan dan gulatan petir seraya sapu lidi ini, sebuah alat asupan bagi sampah yang berserakan.

Pernah sesekali aku tertangkap basah oleh para tetanggaku. Jika yang menemuiku itu tidak disengaja, terkadang mereka terkejut melihat wajah hitamku dibalik tudung jaket parasut, sangat tak disangka jika aku adalah pahlawan halaman rumah mereka tanpa upah dengan ihlas.

Pernah juga saat aku mencoba membersihkan halaman rumah sepasang kakek dan nenek, karena suara gesekan sapu lidiku, mereka keluar bersamaan disangka mereka, aku adalah pencuri. Namun setelah mendapatiku, sontak sang kakek mengelus dadanya karena takut akan jatuhnya jantungnya dan sang nenek menangis tak percaya jika aku adalah pahlawan halaman rumah mereka secara diam-diam disetiap gelap malam, sembari menahan tangis, ia masuk kedalam rumahnya dan keluar dengan segera membawakanku makanan yang ada sebagai upah atas pekerjaanku yang kulakukan ini. Itu terjadi karena mereka sadar atas pentingnya kebersihan.

Namun lain lagi ceritanya bila aku tertangkap basah dengan sengaja. Ya, bunyi gesekan sapu lidikulah yang membuat mereka terpancing keluar, penasaran tentang siapa yang menyapu membersihkan di halaman rumahnya, malam-malam pula. Karena takut, akhirnya mereka membuat strategi dan menangkapku sebagaimana maling ditangkap ramai-ramai. Namun setelah kubuka tudung penutup parasutku, mereka terkejut dan mengetahui siapa yang membersihkan halaman rumahnya , malam-malam tanpa sepengetahuan sang pemilik rumah. Bukan pujian atau hadiah yang sebenarnya tak kuharapkan datang, Mereka berikan. Melainkan teguran super karena pamali menyapu malam, masuk halaman halaman rumah orang tanpa izin. Namun teguran itu membutku semakin ingin terus beraksi.memang kuakui jika aku salah, tetapi mau bagai mana lagi? Ketahuilah jika sampah penyebab penyakit tak pandang bulu, termasuk didalamnya aku yang menjadi tukang pembersihnya dengan ikhlas. Ingatlah jika satu sampah itu mengancam banyak nyawa.

Sejak saat itu, saat orang orang banyak mengetahuiku mereka mulai bercerita dari mulut satu ke mulut lainnya sampai-sampai para orang tua menjadikanku sebuah cerita, cerita tidur bagai dongeng tepatnya. Untuk ini aku rela, aku ikhlas walau kini aku menjadi topik utama dunia cerita. Entah dewasa maupun remaja. Antar para ayah, para ibu, para kakek nenek,bahkan balita pun ikut serta dalam memeriahkan cerita ini. Dari sini pula, aku mendapat julukan. Sebuah nama yang dulunya tak pernah aku harapkan, bahkan sekarang aku tak mengharapkannya hinngga aku tak mengakui julukan itu karena dari kecil, dalam asuhan orang tua yang harmonis, aku telah terbiasa dengan nama Tusamari yang kini telah tercapai apa yang diinginkan kedua orang tuaku atas nama ini. Banyak versi tentang nama julukan yang membuatku harus memutar kepala. Dari pendengaranku mereka menyebutku paker. Namun, berbeda lagi ketika aku membaca sebuah berita, mereka yang tak tau dan tak akan tau menau tentang namaku menyebutku dengan julukan "The dark sweeper" aneh sekali, rambutku bingung hingga aku memutuskan namaku yang sebenarnya adalah aku yang sebenarnya pula, tusamari. Lama-kelamaan yang tak akan pernah kusangka terjadi, aku masuk dalam jajaran superhero negeri ini, tak pernah kusangka dan tak pernah kuharapkan terjadi dengan tak kesengajaan .

Bebas TerbatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang