Sobekan

19 1 0
                                    

Guru bahasa Indonesiaku baru saja menutup pelajarannya. Dia adalah Guru favorit dikelasku, kelas 5 A. Aku dan teman – temanku memfavoritkannya karna kerap dia tampil dengan sensasi yang berbeda, tampil dengan kata-kata hebatnya, kalimat–kalimat gebrakannya dan sastra – sastra motivasinya. Terkadang, dia membuat kami terhipnotis dengan kata-katanya. Membuat kami bersemangat untuk meraih cita–cita yang kami impikan.

"Diakhir pertemuan kali ini, bapak tegaskan tugas untuk kalian semua, yaitu menulis cerpen. Ingat! Bapak akan tagih di pertemuan yang akan dating. Tulislah sesuatu dan bantinglah dunia dengan tulisanmu!" Tugas pak Ismail Guru bahasa Indonesiku lalu pergi meninggalkan kelas ini juga bekas suaranya yang masih menggema.

Kata-kata itu selalu terlintas di otakku. Selain kata-katanya yang indah, ada kejadian lucu disitu. Seminggu setelah pak Ismail menetapkan tugas kepada kelasku, tak ada satupun yang mengerjakannya. Kasihan sekali Bapak itu, tak dihargai juga dimengerti. Memang, dia adalah guru favorit kami. Namun ketahuilah jika kelas ini hanya memfavoritkan cara mengajarnya, penampilannya yang selalu berbeda, juga aktornya. Lebih tepatnya menyukai jam pelajarannya hingga teman-temanku banyak yang menunggu waktu itu berjumpa kembali.

"treedd..." Bayang-bayangan pak Ismail hilang seiring berbunyinya bel listrik sekolah yang sudah ditetapkan waktunya.

Waktu istirahat pertama telah tiba, aku memilih berjalan-jalan mengitari sekolah yang berbentuk huruf U ini untuk mengisi istirahatku. Hanya 7 kelas, musholla, perpustakaan dan kantor guru yang mengisi sekolah dasar berbentuk huruf U ini. Lapangan upacara yang diapit oleh sekolah sudah biasa jika para siswa menjadikan tempat itu, lapangan sepak bola. Kelas 5 memang berkuasa sementara karena kelas 6 sedang sibuk dengan persiapan Unas. Kulihat di lapangan, kelas 5A bertanding melawan kelas 5B, perang saudara rupanya. Sudut pandang mataku mengarah ke benda yang menggelinding dimainkan disana, bola. Gatal rasanya bila tak ikut bermain bola.

Aku yang tak bisa bermain bola hanya duduk melihat teman-temanku mengoceh bola dengan lihainya. Jangan salah! Disini Aku tak sendiri, ternyata banyak juga temanku yang tak bisa bermain bola sama sepertiku. Menggerakkan bola mata kekanan dan ke kiri, guna mengejar bola kemana ia pergi tertendang. Tak kuduga jika tiba-tiba saja saat Aku melihat ke arah temanku, ia sedang berteriak entah mengapa, menunjuk-nunjuk sesuatu yang kuketahui objeknya adalah bola yang datang mendekatiku. Kalau takut bola itu mendekat, mengapa ia berada disini untuk menyaksikan pertandingang. Entahlah, kualihkan perhatianku pada bola yang menggelinding ke arahku.

"Biar aku saja yang menendangnya." Ucapku kepada Mereka temanku yang tak bisa bermain bola, Aku berlari ke arah bola itu dengan segera, titik fokus telah terkumpul di bola itu. Aku siap menendangnya dan "bumbs... stt..." Aku terpeleset jatuh sebelum menendang bola, Padahal hanya tinggal sejengkal bola itu dari jangkauanku. Penyebab kecelakaan ini terjadi karena titik fokus hanya mengarah kepada bola sehingga kulit pisang yang berada didekat bola itu tak kuperhatikan. Malang sekali nasibku.

"Mata kamu dimana? Kog bisa jatuh?" Ejek aksyif teman sekelasku.

"pakai kacamata tetapi masih tidak melihat? Ampun.." Kejar hina salim teman sekelasku.

Aku mencoba bangkit dari keplesetan ini, sudah cukup rasa malu karna dicemoh murid- murid yang ada dilapangan. Kukebaskan tangan ini membersihkan debu yang mengotori celana pendek merah ini!. Tidak, celanaku. Apa yang terjadi sehingga celana ini sobek? Sepertinya tadi aku hanya jatuh terpleset.

Sekolah hari ini bubar seiring berbunyinya bel terakhir pada jam pelajaran hari ini, menuju rumah untu istirhat extra, untuk sekolah esok hari yang sekarangpun masih menjadi tanta Tanya. Semuanya harus dipersiapkan, sebelum dekat waktunya.

Bebas TerbatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang