Berenang Ketepian

11 1 1
                                    

"Yan, lihat itu!" Alfa member isyarat padaku untuk mengarahkan wajahku ke arah mading. Aku bingung apa maksudnya. Bukankah papan mading itu hanya berisikan sekedar tulisan, coretan pena dan lukisan. Apa yang berbeda? Kuarahkan mataku ke sisi lain dari papan mading itu. Biasa saja, tak ada yang aneh juga luar biasa.

"Yang sebelah sana, Yan!" Lagi-lagi Alfa memberikan petunjuk padaku, tetapi kali ini dibarengi dengan arahan jari telunjuknya yang membuat petunjuk ini lebih jelas.

Kucari-cari mading yang ditunjuknya dan itu dia. Mading yang paling ramai pengunjungnya. Sebagai kakak kelas tertinggi disini, aku menerobos masuk. Kudapati kertas putih berisikan informasi terbaru. Kuperhatikan kertas informasi ini, terdiam sejenak membaca isinya. Serasa tak ingin berkedip mata ini ketika membacanya berulang-ulang. Sempat saja aku melamun, mengkhayal-hayal sangat meyakinkan.

"Informasi, lomba puisi di lingkungan sekolah kita. Yang berminat harap mendaftarkan namanya pada panitia penyelenggara. "

Lidahku tergiur melihatnya. Aku yakin, aku pasti bisa masuk di dalamnya. Entah terbawah dan siapa tau yang teratas. Aku pasti bisa.

Terduduk di kursi bambu dekat papan mading. Berpikir bagaimana caranya aku bisa. Memandangi sekitar, kelas putih tempatku belajar, kelas 6A. Taman hijau penuh dedaunan dengan rumput yang menjalar dibawahnya, menyegarkan pikiran rasanya. Ditambah lagi, langit biru yang cerah juga awan yang mengembang ditemani angin sepoi-sepoi yang menabrak ubun-ubun kepalaku dengan perlahan.

Duduk di bangku ini membuatku teringat akan masa lalu, saat masih adik kelas, saat masih cengeng. Tetapi kini, aku adalah kakak kelas tertinggi di sekolah dasar negeri tajmahal 1ini. Pemberi uswah, juga bisa dikatakan sebagai penguasa di sekolah ini. Begitu juga dengan sahabatku Alfa. Semenjak taman kanak-kanak, kami sudah biasa bersama. Suka maupun duka.

"Yan, aku dah daftarin kamu untuk lomba puisi itu." Alfa datang tiba-tiba, mengagetkanku yang sedang merenung dalam lamunan.

"Ih, kamu. Datang tiba-tiba gak beri salam. Gak liat apa kalau aku lagi merenung? Jadinyakan aku kaget."

"Maaf, dan. Tadi aku nafsu pingin segera ngasih tau kamu. Lagian mana aku tau kalau kamu lagi merenung?"

"Sudahlah. Oiya, kamu daftarin aku ke siapa?"

"Ya panitia penyelenggara, Pak Rifin."

Tak kuduga Alfa telah mendaftarkanku untuk ikut lomba ini. Hatiku berdebar kencang hilang nuansa renungan, senang kegirangan, rasanya semangatku baru saja dipompa oleh angin yang datang tiba-tiba. Kabar gembira.

"Oiya, Kalau tidak salah lombanya tiga hari lagi. Nanti, kamu dan aku harus hadir di ruangan Pak Rifin untuk mendapatkan bimbingan!"

***

pagi hari ini cerah seakan-akan wajah dari kecerianku juga kesemangatanku. Kini, aku dan alfa telah berada diruangan Pak Rifin siap untuk mendapatkan bimbingan darinya.

Pesarta bimbingan untuk mengikuti lomba puisi ini sedikit, walaupun pengunjung mading informasi itu lumayan banyak, namun peserta itu tak lebih dari aku dan alfa. Hal ini menandakan bahwa peminat lomba puisi di sekolah ini sedikit, berbeda dengan sepak bola yang selalu ramai bahkan harus diadakan seleksi. Harapanku untuk menang sangat terbuka, sangat besar.

Pak Rifin memulai bimbingannya dengan salam. Kupandangi ia, rambutnya hitam pekat tak jauh berbeda dengan kulit badannya, Janggutnya pun begitu. Tampak, Kumisnya tidak kalah tebal. Memakai batik dan celana hitam panjang. Telah ku ketahui sejak lama bahwa ia adalah orang yang garang, mungkin inilah sebab sedikitnya peserta di lomba puisi ini. Bayangkan saja mukanya! Siapa Balita yang tak berlari ketakutan jika melihatnya? Kini rasa takut menyelimutiku juga Alfa. Kupaksakan diri ini mengikuti bimbingannya, demi cita-citaku menjadi sang juara, Bersakit sakit dahulu, berenang-renang kemudian.

Bebas TerbatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang