Seorang Bandar

12 1 2
                                    

Terjerembab dari sepeda motor, terjatuh segera bangun untuk berlari menjauh dari jangkauan polisi yang mengejarku. Semak-semak lebat di sebelah kiri jalan, incaranku untuk bersembunyi sementara. Melompati semak liar dengan lompatan tinggi, aku berhasil mendarat dengan kaki tergelincir. Argh, sakit kaki ini membuatku diam membungkukkan badan di atas semak-semak ini.

"Sepedanya berada disini! Pasti belum jauh Bandar narkoba itu." Suara polisi yang kudengar dekat, mengejutkanku.

"Kerahkan anjing untuk melacak jejaknya."

Anjing pelacak, bisakah dia mencium bau tubuhku? Tidak, jika aku tertangkap, matilah riwayatku. Bagaimana ini, untuk berlari aku tak mampu lagi, berjalan semakin memberikan informasi. Diam disini dan menunggu anjing itu, melacakku lebih baik rasanya. Serah batinku.

Suara gerakan anjing dan para polisi itu semakin mendekati tempat keberadaanku. Suara gong-gongannya bisa ku dengar dari semak ini. Tidak, semakin keras menandakan semakin dekatnya mereka. Tak lama lagi, Aku pasti tertangkap. Siapa yang bisa menolongku sekarang? Aku berharap cemas ketakutan.

Ingatanku akan dunia lingkungan rumah menggeluti pikiranku. Tak tahu apa yang membuatku seperti ini. Tiba tiba saja, semua lingkungn rumah keluarga-keluagaku muncul di otak pikiranku. Sepertinya, jika aku terus memikirkannya, semakin pusing, takut dan rindu saja dari sini. Tetapi, mau apa lagi? Sebentar lagi, aku pasti tertangkap.

"Bumb. Angkat tangan!" Suara keras yang mengagetkanku.

Jika aku di dalam permainan, maka sekarang aku sedang game over. Kepungan para polisi membuatku menyerah mengangkat tangan. Dua polisi disamping kiri, dua polisi disamping kanan dan empat didepan juga dibelakang yang masing-masing menuduhkan pistolnya kepadaku membuat tekukan lututku sempurna.

Diseretnya aku dan sepedaku ke dalam mobil khusus polisi. Ditemani dua orang yang sedang memborgol tanganku, mau apa lagi? Kali ini aku tak bisa bergerak. Hanya bisa menikmati Suasana malam yang semakin kelam saja dan bintang yang setia menemaninya dikala sunyi tanpa awan.

Berjalan tak lama, aku diturunkan di tempat yang layak untukku, kantor polisi. Lagi-lagi, aku dikawal ketat oleh para personel polisi. Berjalan memaksa cepat, aku berusaha mencepatkan kaki yang sekarang juga diborgol baru saja. Memang seperti ini pengawalan Bandar nakoba Nasional. Diburon di Aceh, Gorontalo, Madura dan tertangkap di Surabaya, itulah aku.

"Ruangan apa ini?" tanyaku setelah sampai di bilik kecil yang hanya terdapat meja dan kursi.

Jawaban kudapatkan setelah personel polisi baik memberitauku bahwasanya aku tiba di ruangan pemeriksaan, introgasi area. Salam senyum bengisnya mengembang tajam siap mengintrogasiku sepertinya. Berambut Abri, tinggi, berisi dan berotot. Tergambar bahwa ia adalah algojo di ruangan putih berukuran 3x3 meter. Terlihat diatas kantong kanannya, nama lengkapnya yang membuatku menahan senyum "Sugeng Permadi", ditambah lagi dengan kumis putih yang penuh dengan uban dan janggut yang tertata rapi keberadaannya. Semakin penasaran saja bagaimana ia akan mengintrogasiku.

"Bung! Dimana narkoba anda berasal?" Tanya pak Sugeng sembari memukulkan kayu ke bangku dengan kerasnya yang cukup mengagetkanku.

"Doar! Berapa lama anda berprofesi sebagai bandar?" Lagi-lagi, Bapak menghentakku bertanya, tetapi kali ini dia mengagetkanku dengan tembakan pistol yang tak berpluru ke arahku.

Sampai kapanpun ia bertanya tentang ini atau itu pasti akan selalu kujawab dengan gelengan kepala. Introgasi seperti ini telah lama sering kulakukan. Hampir di setiap daerah, aku diintrogasi. Tetapi, apa daya? Aku telah profesional dalam hal yang satu ini. Perkenalkan, Aku adalah BejoToji.

Bebas TerbatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang