5. Pemberian Deva

500 69 65
                                    

Setelah nemenin Angga makan tadi sore, Dhea langsung minta diantarin pulang.

Dhea membuka kotak yang diberikan Dewa saat di sekolah tadi. Penasaran, apa yang dikasih Deva, sampai harus menitipkannya kepada Dewa.

Isi kotak tersebut hanya sebuah album, yang berisikan foto-foto mereka saat bersama dulu. Deva memang selalu penuh kejutan, bahkan saat memutuskan Dhea pun, sebuah kejutan yang besar bagi Dhea.

Dhea hanya membuang nafas panjang. Move on memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Drrrrt...drrrt..drrrt

Dilihatnya, nama Dewa muncul dilayar. Mengirimkan satu pesan.

Dewa : gimana Dhe, isi kotaknya?

Dhea : cuma album foto

Dewa : yang sabar Dhe, gue tau ngelupain bangsat kek dia emang susah.

Dhea : udah ah Wa, ga penting juga kan ?

Dewa : yaudah, lo buang aja tuh kotak.

Dhea : iya, Wa, gue tidur duluan ya.

Dewa : oke, nice dream ya, Dhe.

Dhea hanya membaca pesan terakhir yang dikirim Dewa. Dewa memang seorang teman yang sangat perhatian. Dia selalu merasa bersalah karena telah ngenalin Deva kepada Dhea.

🍁🍁🍁🍁🍁


Sudah tiga hari belakangan ini, Dhea selalu berangkat bersama Angga. Resha sudah tidak pernah mengantar Dhea lagi.

Resha memang sibuk akhir-akhir ini, tapi Resha tetap khawatir saat Dhea pergi bersama Angga. Resha masih tidak terima waktu Deva membuat Dhea menangis, entahla, rasanya sakit melihat adiknya disakiti oleh lelaki.

Resha memang cowok yang mendekati perfect, dia ganteng, ramah, anak futsal, pintar, dan banyak perempuan yang menyukai Resha.

Resha sangat menyayangi adik satu-satunya itu. Saat adiknya sedih, dia orang pertama yang tidak terima. Resha memang abang idaman.

Tokk, tokk, tokk

"Masuk," ucap Resha ketika mendengar pintu kamarnya diketuk seseorang.

"Abang sibuk ga?" tanya Dhea pelan.

"Kenapa dek? Gabisa tidur?" tanya Resha, dia mengerti betul kalau adiknya itu sedang bersedih. Orang pertama yang dicari adiknya pasti dia.

"Tadi, Dewa ngasih kotak titipan dari..." dia tidak melanjutkan ucapannya.

Resha hanya mengernyitkan dahinya, mengatupkan mulutnya. Menunggu adiknya melanjutkan ucapannya.

"Deva," satu kata, satu nama, yang langsung membuat darahnya naik sampai ke ubun-ubun.

"Apa isinya, dek?" tanya Resha menahan marah.

"Album foto, waktu kami masih pacaran." dan ya, kalimat itu berhasil membuat muka Resha merah padam.

"Apasih maunya tuh orang," geram Resha, "Ga capek apa udah gue habisin di lapangan kemaren," lanjutnya. Dhea terbelalak ketika mendengar ucapan abangnya.

"Maksudnya apa, bang?" tanya Dhea sambil terisak, karena sedari tadi sudah menangis.

"Kemaren, waktu abang main sama Dewa, ternyata lawannya rombongan si Deva, memang bangsat tu orang!" amarah Resha sudah meledak, tapi tidak tega melihat adiknya yang sudah menangis.

"Udah, gausah nangis lagi dek. Abang cuma ngalahin tim mereka doang kok, bukan ngehajar dia." ucap Resha menenangkan hati adiknya. Resha mengerti kalau adiknya masih menyayangi laki-laki itu.

Faith [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang