Resha mengambil botol susu yang ada di kulkas dan menuangkannya di gelasnya dan gelas Dhea, akhir-akhir ini Dhea suka melamun kadang juga suka senyum sendiri saat melihat layar hp.
Benar ya kata orang, cinta itu membuat tuan-nya gila sejenak, dimabukkan oleh api asmara yang menggebu di dada.
Resha yang bingung akan tingkah adiknya hanya menggelengkan kepala dan berdecak. Kebingungan akan sesuatu yang disebut cinta, sudah hidup 15 tahun di dunia tapi belum ada satu pun gadis yang bisa meluluhkan hati Resha. Hanya melihat Dhea yang sedang dimabukkan oleh cinta saja, membuat Resha ikut merasakan cinta itu mampu membuat tuan-nya bahagia.
"Woi, sampe ngalir tu iler!" tegur Resha. Dhea spontan memegang bibirnya yang tidak basah sekalipun.
"Rese!" ucapnya sambil melempar pinggiran roti tawar yang sudah dipotongnya.
"Udah buruan sarapan, mau ikut gua ga?" tawar Resha.
"Mau kemana?" tanya Dhea penasarn.
"Ke rumah Dewa, mau main PS."
"Gak seru,"
"Seru, apalagi kalau ada Deva!" goda Resha sambil meledakkan tawa-nya. Lagi-lagi Resha dilempari pinggiran roti.
Habis sarapan, Resha langsung berangkat ke rumah Dewa yang tidak jauh dari rumahnya, karena masih satu komplek.
Tinggal Dhea seorang diri di rumah, Umi-nya yang tadi pagi pergi arisan dan pulang mungkin siang hari. Abi-nya yang kerja dan pulang setiap sore.
Ia membuka laci nakas yang ada di sebelah tempat tidurnya, mengambil sebuah album yang berisikan fotonya dan Resha sejak kecil. Lembar demi lembar di bukanya, sampai di lembaran terakhir ia menemukan foto pertama kali menggunakan seragam TK dengan anak laki-laki di sampingnya menggunakan seragam SD. Terukir senyuman dari bibirnya, di bawah foto mereka berdua, ia melihat fotonya dan Dewa yang sama-sama menggunakan seragam pramuka. Foto yang di ambil saat mereka kelas Satu SD.
Dhea ingat bagaimana moment mereka bisa berkenalan. Dhea yang diantar terlambat dan duduk di bangku sebelah Dewa, hanya itu yang tersisa. Awalnya Dhea tidak mau duduk di sebelah anak laki-laki, sampai ia menangis dan ditenangkan oleh Dewa.
"Jangan nangis, aku gak jailin kamu kok!" ucap Dewa polos.
"Janji ya!" pinta Dhea.
"Namaku Mahardewa Danendra, nama kamu siapa?" tanya Dewa sambil menjukurkan tangannya unyuk bersalaman, Dhea menyambut tangan Dewa dan bersalaman.
"Nama aku Dhea Safira, nanti kita main ya!" ajak gadis kecil tersebut.
Dhea tertawa mengingat kejadian yang sangat memalukan tersebut. Dari SD sampai SMP mereka masih sama-sama.
Drrrt... drrrt...
Satu pesan baru saja masuk ke hp Dhea.
Deva : Gak ikut Resha main PS?
Dhea mengetik balasan untuk Deva.
Dhea : Gak, Dev.
Satu pesan masuk kembali.
Deva : Beli ice cream depan komplek, mau gak?
Dhea : Mau!
Deva tidak membalas pesannya, sekitar 10 menit ia menunggu Deva di teras. Deva membunyikan bel di sepeda yang ia kendarai. Dhea berjalan ke tempat Deva berhenti.
"Pake sepeda gak masalahkan?" tanya Deva. Dhea menjawab dengan gelengan di kepala. Ia naik di depan dengan duduk menyamping. Kepalanya tepat di leher Deva, ia bisa merasakan hembusan napas Deva yang terburu karena mengkayuh sepeda.
Sesampainya di super market depan komplek, mereka memarkirkan sepedanya dan masuk langsung menuju area minuman dan makanan ringan. Deva membuka kulkas ice cream dan mengambil 5 ice cream cup vanilla kesukaan Dhea.
"Kok ambil vanilla semua, Dev?" tanya Dhea bingung.
"Kamu suka vanilla 'kan?" tanya Deva kembali.
"Tau dari mana coba, sotoy!" sambil memukul lengan Deva.
"Dari Resha," jawabnya singkat, "Ada lagi gak yang mau di beli?" tanya Deva yang dijawab gelengan, mereka pun ke kasir dan membayar ice cream.
Deva membuka dua ice cream vanilla dan diberikannya satu kepada Dhea. Mereka tidak langsung pulang, melainkan duduk di depan super market yang memang menyediakan bangku. Sekitar 15 menit mereka berdiam diri sambil menikmati ice cream.
"Dhe," panggil Deva memecahkan keheningan.
"Hm?"
"Dewa ramah ya, Dhe?" tanya Deva.
"Kamu, suka?" tanya Dhea kembali.
"Aku 'kan nanya kamu." ucap Deva.
"Ya aneh aja, kamu tiba-tiba nanyain Dewa." pangkas Dhea.
"Aku cuma mau mastiin sesuatu,"
"Apa?"
"Kamu suka gak sama Dewa?"
"Ya enggaklah! Dia udah aku anggap abang sendiri."
"Kalau sama aku suka?" tanya Deva.
Dhea deg-degan mendapat pertanyaan seperti itu. Selama ia kenal dengan Deva tidak ada satupun cacat pikirannya terhadap lelaki itu. Deva yang baik, ramah, tidak jail seperti Dewa, dengan wajahnya yang tampan.
Apalagi akhir-akhir ini mereka sering berbalas pesan singkat, jalan-jalan sore bersama, makan di kantin, layaknya orang yang sedang melakukan pendekatan. Mukanya kini pasti merah, jantungnya berdetak cepat. Sudah dua bulan mereka dekat, apa Dhea menyukainya?
"Menurut kamu?"
"Jawab dong, Dhe." pintanya.
"Kamu pikirin aja sendiri!"
"Berarti iya dong!"
"Sotoy!" Dhea memukul lengan Deva.
"Muka kamu merah sih, masa iya gak suka!" ledek Deva.
"Gak usah diliatin gitu, Deva!" dumel Dhea. Ia menutup mukanya dengan kedua tangannya.
"Kita pacaran yok, Dhe!" ajak Deva. Dhea masih menutup mukanya dan mengangguk pelan tanda menerima Deva.
Satu jam mereka duduk menghabiskan ice cream di sana. Deva pun mengantar Dhea kembali pulang.
Ada rasa khawatir pada diri Deva setelah jadian dengan Dhea, ia sendiri tak bisa menebaknya. Baginya yang penting ia sudah pacaran, sudah memiliki gadis itu.
Sesampai di depan rumah Dhea, Deva berpamitan untuk kembali ke rumah Dewa untuk melanjutkan kegiatan PS yang terhenti.
"Dari mana lo, Dev?" tanya Dewa.
"Habis beli ice cream," jawabnya singkat.
"Ice cream nya mana?"
"Udah habis sama Dhea."
"Udah make sepeda, gak bawain makanan pulang lagi lo!" dumel Dewa.
"Bodo!" sahut Deva yang masih berkonsentrasi dengan layar di depannya dan stick PS yang ada di tangannya.
Resha yang menjadi rival Deva hanya tertawa melihat Dewa ngomel bak ibu-ibu yang nawar di pasar pagi.
🍁🍁🍁🍁🍁
Klik bintang dan ketik di kolom komentar!
Jum'at, 14 April 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith [Revisi]
Teen FictionDhea, gadis cuek yang pernah patah hati. Seakan tidak mau mengenal apalagi itu cinta, selalu menghindari cinta. Dan menentang keras perasaan yang tiba-tiba muncul ketika bertemu dengan seorang Erlangga Prasetya. Seketika, dinding kokoh yang dhea ban...