17. Ending

127 11 31
                                    

Seminggu Dhea tidak keluar kamar dan tidak berinteraksi dengan orang. Mata yang sembab, kamar yang berantakan, serta lagu-lagu galau yang menemanjnya selama ia berkurung diri di kamar. Beratus notif masuk ke hp-nya tapi ia tidak memerdulikan seluruh panggilan masuk dan pesan dari temannya.

Tok tok tok

Terdengar ketukan dari luar sana, Dhea masih bergeming di tempatnya. Suara ketukan itu hilang, tapi seseorang di balik pintu belum beranjak dari tempat ia berdiri.

"Gue tau lo gak tidur di dalam sana." suara laki-laki yang tak asing baginya, "Sekarang giliran gue jelasin semuanya." sambungnya.

Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian duduk di depan pintu kamar Dhea.

"Maaf kalau gue gak jujur dari awal, gue sayang sama lo. Gue ngerasa bahagia kalau lo deket gue, senyum karena gue, ketawa karena gue. Tapi, senyum lo beda sejak Deva pindah ke sini, sejak Deva masuk ke hidup lo. Lo jadi lebih bahagia, mata lo jadi lebih bersinar, gue sadar udah salah artiin perasaan gue." sesalnya, tidak juga ada tanda-tanda gadis itu akan keluar. Dewa pun melanjutkan penjelasannya.

"Gue tau lo susah move on dari Deva, tapi Deva juga ngerasain hal yang lo rasain. Sampai lo deket sama Angga, Deva mergokin lo di taman sama Angga. Deva selalu ngikutin ke mana lo pergi. Karena gue yang salah artiin perasaan gue, sampai gue ketemu Dina. Dina yang mastiin perasaan gue. Gue minta maaf sama lo, Dhe. Gue sayang lo, sahabat gue."

Pintu terbuka, Dhea kini berada tepat di depannya. Dengan wajah kusut dan matanya yang sembab, gadis ini sungguh tidak perduli dengan badannya. Gadis di depannya langsung memeluknya.

"Lo jahat! Lo jahat, Wa. Kenapa lo baru kasih tau sekarang, kenapa?" sambil menangis sesenggukan dia memukul lengan Dewa.

"Karena lo udah jatuhin hati lo sama Angga," Dhea diam membisu.

"Angga tau semuanya, Dew? Dina juga tau semua?" tanyanya tak sabaran. Dewa mengangguk tanpa membuka mulut.

"Mandi gih lo, selesain semuanya. Angga nunggu lo, Deva juga gitu." kalimat terakhir yang diucapkan Dewa dan setelah itu dia turun menuju ruang tamu.

🍁🍁🍁🍁🍁

Dhea : Gue mau ketemu sama lo.

Satu kalimat yang dikirim Dhea kepada Angga. Selang beberapa saat Angga dan Dhea sudah bertemu di taman yang menjadi tempat pertama kali mereka menjadi lebih dekat.

"Gu.."

"Aku.." ucap mereka serempak.

"Lo dulu deh," Angga mempersilahkan.

"Lo udah tau semuanya 'kan?" Dhea menarik napasnya dan menahan air mata yang siap membanjiri matanya. Terdapat anggukan kecil di sana.

"Gue sayang sama lo, Erlangga. Tapi gue juga sayang sama Deva. Gue sayang tapi gue sadar kalo kita emang gak bisa nyatu. Tuhan udah nemuin kita untuk satu alasan, tapi gue berharap Tuhan gak misahin kita karna satu masalah." dadanya sesak setelah mengucapkan kalimat demi kalimat. Angga masih diam termangu menunggu Dhea menyelesaikan kalimat terakhirnya.

"Gue tau gue belum move on, seakan gue masih di dalam lingkaran hitam masa lalu. Tapi, gue malah nyoba buka hati gue buat lo. Gue sama lo gak akan bisa nyatu. Kita beda, Angga. Kita gak sama, kita beda arah. Angga gue minta maaf!" air mata itu lolos jatuh ke pipi gembulnya.

"Gue tau, gue emang gak bakal bisa milikin lo. Gue pasrah, Dhe, kalau hati lo memang belum bisa terbuka untuk cinta yang lain. Tuhan gak salah, kita yang salah udah ngebiarin perasaan tumbuh semakin besar di antara kita."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Faith [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang