16. Kejujuran

71 10 11
                                    

"Dhe!" panggil Angga, tetapi tidak ada jawaban. Ia menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Dhea hingga gadis itu tersadar.

"Eh, iya?" jawabnya.

"Lo ngapain duduk sendiri di sini?" tanya Angga, "Mikirin beban hidup?" lanjutnya.

"Apaan sih lo!" pukulnya tepat di bahu Angga.

"Nikmat amat lo menung!" sindirnya.

"Sindir trus." ucapnya datar.

"Dhea!" panggil Dina, "Bantuin kek!" pintanya.

"Bantu apa?"

"Nyapu kelas! Masa Rahma ninggalin gue nyapu sendiri." sungutnya. Dhea berdiri dan meninggalkan Angga yang masih duduk di tempatnya.

Tak menunggu lama, Dhea langsung mengambil sapu di pojok belakang kelas. Ia menyapu dua baris meja, dengan mengeluarkan semua sampah yang ada di laci meja. Dhea menggelengkan kepalanya saat menjatuhkan sampah yang ada di laci meja milik Abdul. Mulai dari sampah bekas makanan yang masih bersaus, botol minum dan kertas-kertas, seperti tong sampah depan kelas.

Setelah 15 menit menyapu dua baris, Dhea mengambil serokan untuk menampung sampah yang ada di lantai agar mudah dimasukkan ke tong sampah. Dewa datang dari arah pintu dan tidak sengaja kakinya mengacak tumpukan sampah yang ada di lantai. Dhea yang baru kembali dari tempat mengambil sekop pun menganga.

"Dewa!!" pekikinya.

"Apa? Santai aja manggilnya." ucapnya datar.

"Lo gak liat sampah di bawah kaki lo?! Lo acak seenaknya!" bentaknya. Tanpa izin, Dewa mengambil sapu yang ada di tangan Dhea dan membersihkan sampah yang tak sengaja diacaknya.

"Ribet amat lo, make teriak segala!" cercahnya.

"Lo seenaknya ngacak!" bentaknya lagi, "Lo gatau apa gue capek!" lanjutnya.

"Kelahi mulu lo bedua!" sanggah Dina. Mereka langsung melihat ke arah suara.

Dewa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dina masih terus menyapu mendekati sekop yang berada di tangan Dewa. Akhirnya lelaki itu membantu Dhea dan Dina untuk menyapu kelas. Siap dengan tugasnya mereka duduk di depan koridor menunggu wali kelas membawa nomor ujian.

"Lo ngapain masih di sini?" tanya Dhea.

"Lo ngusir nih?" tanyanya balik.

"Yaiyalah, ngapain lo di sini lama-lama!" cercah Dhea.

Dewa hendak membuka mulutnya untuk membalas ucapan Dhea yang disanggah langsung oleh Dina, "Berantem lagi lo bedua, nyocot mulu ya lo pada!" ujar Dina frustasi.

"Panas ya! Padahal mendung." sindir Karin dari balik pintu kelas.

"Kalau punya hati busuk ya gitu deh." sindir Dina lebih keras. Karin segera meninggalkan kelas setelah mendengar ucapan Dina.

🍁🍁🍁🍁🍁


Seminggu sudah mereka lalui untuk menghadapi ujian kenaikan kelas. Dhea memijit pangkal hidungnya, bingung dengan hasil yang akan diterimanya nanti. Dhea merasa dua bulan terakhir dia tidak mengikuti pelajaran dengan benar. Tambah lagi ujian di bulan Ramadhan, membuatnya menjadi berpikir lebih keras.

"Dhe, pulang yuk!" ajak Dina.

"Hm," jawab Dhea lemas.

Mereka menunggu di halte bus depan sekolah, sekolah sudah lumayan sepi karena Dhea dan Dina yang lambat untuk pulang.

"Oh iya, gimana sama Angga?" tanya Dina memecahkan keheningan di antara mereka berdua.

Faith [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang