Trois générations: your brother is too handsome.

43 3 15
                                    


Belakangan ini aku tidak bisa berhenti berfikir mengapa aku masih jomblo sampai sekarang. Padahal aku hidup di tengah tengah orang yang hidup bergelimang cinta. Ya walaupun cinta itu bukan soal pasangan atau apa, tapi sepertinya semua anak di sekolahku menganggap kalau semua orang butuh cinta dari pasangan. Mereka pikir manusia adalah sepatu yang tak lengkap kalau tidak sepasang.

"Salina gue anterin yuk!" Tawar Shahan

Aku berfikir sejenak, aku tak ingin gadis gadis di sekolahku histeris melihatnya, tapi aku juga tak mau berangkat jalan kaki seperti biasanya.
"Gausah bang!" Jawabku lalu meraih tasku dan berjalan menuju sekolah

Vrrmm vrrrmm vrmm ia memutar setang sebelah kanan sambil menarik remnya, gayaan sih sebenarnya. Gak guna "serius? Entar capek loh! Katanya pagi ini ada ulangan matematika, apa lo gak mampus kalo capek capek ngerjain matematika? Lo kan bukan Aira!" Lanjutnya sambil nangkring diatas motor besarnya yang berwarna hitam.

"Ngg.." betul juga yang baru saja dikatakannya, tunggu, sejak kapan ia perhatian padaku? Mencurigakan "ada motif apa nih abang  mau nganterin gue?" Aku tak bisa menaha untuk tidak mengatakanya.

"Gak ada, udah buruan naik sebelum gue berubah pikiran!" Jawabnya dengan tenang

Tanpa menjawab lagi aku langsung mengangkat rokku dan naik ke atas motornya.

Hening. Kami diam sepanjang perjalan hingga akhirnya tiba di sekolahku, dan bekas sekolah Shahan. Ku fikir dia akan menurunkanku di gerbang, seperti para kakak pada umumnya, dan aku salah. Ia malah masuk ke area sekolah, memalukan. Aku turun dari motor yang menyulitkanku ini. Setelah membisikan kata 'terimakasih' di balik helmnya aku langsung berjalan, sambil merapikan rok yang tadi ku angkat.

"Salina!" Panggilnya, refleks aku menoleh "lo gak salim sama gue?" Sambungnya. 'Untuk apa' pikirku, aku mengabaikannya. Kejutan! Ia berjalan menghampiriku setelah membuka helm dan menaruh punggung tangannya di depan mukaku, persis seperti ibu ibu sosialita yang sedang pamer cincin berlian terbarunya.

Aku sadar semua orang melihatku dengan tatapan bermacam macam. Ada yang tampak memuji, memandang aneh, berkata so sweet lah, bahkan ada yang seakan akan mengenal Kakakku. Dan sebelum semakin memalukan aku langsung menyahut tangannya dan pura pura salim.

"Bang besok jangan nganter lagi yah!" Pintaku "adek malu diliatin sama temen-temen!"

"Ih biarin aja, besok gue anter lagi!" Katanya sambil berjalan ke arah motor "titik!"

Huh dasar pencari sensasi.

Seperti pagi sebelumnya, aku mencari Alana,sahabatku. Yang belakangan ini sering terlambat. Aku melirik jam tanganku, 10 menit lagi bel akan berdering, dan batang hidung Alana belum ku lihat sama sekali.

Prok prok prok seseorang bertepuk tangan di sekitarku, dan sepertinya kepadaku. Aku menoleh, Gina berdiri si sampingku sambil bertepuk tangan, dia adalah kakak kelas yang populer "tukang ojek lu ganteng juga ya!" Komentarnya dengan gaya selangit. Siapa yang dia maksud tukang ojek? Shahan?

"Bukan ojek!" Jawabku singkat, tak terlalu tertarik dengan obrolan ini

"Siapa dong? Gak mungkin pacar kan?" Sambungnya lagi, dengan suara makin menggelikan.

"Lo pikir?" Kataku, aku sudah melihat Alana berjalan memasuki gerbang, "ALANA!" Panggilku, lalu meninggalkan Gina.

Dia terlihat lesu, ia berjalan dari rumahnya yang berjarak 1,5 Km dari sekolah ini.
"Sal kok lu udah nyampe? Tumben.. rumah lu kan nol koma lima kilometer lebih jauh dari rumah gua!" Komentarnya

"Ngg...gue dianter Shahan!" Ujarku sejujurnya

"Shahan? Abang lu yang ganteng itu?" Aku mengangkat bahu "yaelah telat nih gua, jadi gak bisa liat gantengnya Shahan!"

Apa yang baru saja ia ucapkan? Shahan ganteng? Memang iya sih. Tak bisa ku pungkiri. Lihat saja tadi, semuanya memandang kami seperti.. ya para directioners liat Niall nyebrang di zebra cross.

Aku hanya tertawa menanggapi omongan Alana tadi. Tidak jelas. Bel berdering. Dan pelajaran dimulai.

~~

Kami mengobrol bersama sambil terus menertawakan semua yang kita bicarakan. Sungguh menguras tenaga. Padahal yang kita bicarakan adalah cerita sehari hari yang mungkin jika bukan Alana atau aku yang dengar terdengar membosankan. Bahkan kami sama sama tersedak saat membahas tentang pelajaran pak Bahar yang sama sama tak kami mengerti.

"Eh siapa nama lo yang tukang ojeknya ganteng tadi!" Dia nanya apa nantangin orang? Seram sekali, dia (masih) Gina

"Dih dibilangin bukan ojek. Nama gue Salina! Ada masalah apa lo sama gue?" Tanyaku balik sambil menaikan nada, sedikit.

"Wesh santai dek! Lo tau gue kan? Gina! Iyalah tau siapa sih yang gak tau? Oiya siapapun tadi yang nganter lo, dia tuh tadi ganteng banget sumpah! Titip salam yah!" Blah blah blah, Gina mengoceh entah apa.

Aku berdehem, lalu ia pergi dari mejaku dan Alana. Bagian dua dimulai, tawa kembali meledak diantara kami.

"Woy Sal! Tadi abang lu yak? Ganteng banget..." puji Siva yang lewat

"Eh iya siv bener bener, ganahan sumpah! Udah punya pacar belom yak?" Timpal Keira yang berjalan bersama Siva

"Yang tadi nganter Salina? Ah itu sih Tampan sekali.. aku jatuh hati. Cogan parah" sambung Anne sambil membentuk hati dengan jarinya

Para gadis seperti punya sensor 'COGAN' ditelinganya, sontak saja saat Anne berkata cogan dengan agak keras semua perempuan, terutama yang jomblo langsung berdiri dan ikut nimbrung dengan Siva, Keira dan Anne. Yang mulai bergossip tentang Shahan di hadapanku dan Alana. Sungguh mengerikan.

"Si Shahan kegantengannya udah teruji dan diakui seluruh dunia Sal!" Ungkap Alana.

Ini horor sumpah. Hari ini satu sekolah memperbincangkan Shahan, yang di mataku biasa saja, tapi di mata mereka seperti dewa yang tak henti di puji. Edan.

~~

An: gajelas ya? Maaf.. ku juga gatau nih kesambet apa nulis bacaan seperti ini untuk kalian.

Three GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang