Trois Génération: Roses

7 2 3
                                    

Pagi ini hari pertama aku dan Shahan benar-benar tanpa orang tua, dan kebetulan bi Lini-pembantu kami sedang pulang kampung karena Orang tuanya meninggal, jadi hari aku dan Shahan benar benar harus mengurus diri sendiri.

Aku bangun dari tempat tidur, yap aku kesiangan. Aku melihat jam sudah pukul 6 pagi. Aku buru-buru sholat subuh dan pergi ke kamar Shahan. Berniat membangunkannya, karena semalam ia juga tidur larut sekali, bahkan lebih larut dariku.

"BANG BANGUN UDAH SIANG BANGET.. LO NGAMPUS GA? OIYA SARAPAN GIMANA BANG? GAADA BI LINI TAUU.. ABAAAANGGGG KOK DIEM SIH!" teriakku gak karuan sambil menggedor gedor pintu kamar Shahan, aku menekan kenopnya kebawah dan mendapati kamar Shahan sudah kosong "abang?"

"Oy dek sini buruan turun! Sarapan terus berangkat.. nanti telat loh" terdengar suara maskulin Shahan dari bawah

Aku melangkahkan kaki di ke bawah dengan lemas, karena baru saja berteriak. Aku mendapati dua piring nasi goreng dan dua gelas susu coklat tersaji di meja makan. Jangan bilang Shahan yang menyajikan ini semua. Wow.

Ia melihat diriku yang masih dengan baju tidurku "Cepetan sarapan terus mandi! Terus gue anter ke sekolah.." Subhanallah Shahan jadi perhatian parah terhadapku.

Aku speechless, aku nurut saja, dan saat semuanya siap kami langsung berangkat, meninggalkan rumah yang ternyata sudah sempat di rapihkan Shahan juga.

"Lo belajar yang bener ya sal.."Nasihat Shahan, aku memeluknya erat, aku benar benar tidak menyangka Shahan bisa akting menjadi figur ayah, ibu dan kakak sekaligus untukku. Aku sayang Shahan.

Tak kusangka air mataku menetes, dan aku mulai terisak.

"Kenapa sal?" Tanya Shahan heran, Shahan turun dari motor, aku memeluknya makin erat, Shahan mengusap lembut kepalaku, tangisku makin parah, namun tidak bersuara "sal?"

"Makasih banget bang... lo emang kakak gue yang paling baik, gue ganyangka banget lo bisa kayak gini.." aku mengusap air mataku, Shahan bingung "udah ah adek mau masuk dulu ya bang..gue sayang banget sama lo bang" pamitku pada Shahan lalu mencium tangannya

Ia merogoh sesuatu dari sakunya "nih pake buat nutupin idung merah lo itu!" Ia memberikanku sebuah sapu tangan, aku tersenyum dan beterimakasih namun karena suaraku hilang jadi tidak ada suara terimakasih yang terdengar.

Yang tadi barusan mengapa dramatis sekali.

Aku berjalan sambil menutupi wajahku. Gina menyapaku, aku mengabaikannya, aku tau pasti ia akan bertanya sesuatu tentang Shahan, dan aku malas membahasnya. Pagi pagi aku sudah merasa lelah, ya karena menangis.

Seisi kelas memandangku heran, begitu juga Alana yang hari ini sampai duluan. Dia memegang daguku, menatap langsung ke mataku yang masih merah.

"Lo napa sal, kangen sama bonyok lo?" Tebak Alana, aku menggeleng, gelengan kepalaku membuat Alana bingung "lantas?" Tanyanya

"Gue terharu liat kelakuan Shahan pagi ini..." jawabku dengan suara serak, suaraku selalu berubah setiap habis menangis, Alana mengangkat sebelah alisnya

Aku menceritakan kejadiannya dari awal sampai akhir, Alana terus fangirling. Sampai sampai berkata "gue makin ngefans sama Shahan.." please Alana please.

Pelajaran dimulai dan berlangsung seperti biasa. Tapi semakin aku mengenal guru disini semakin mereka tidak membosankan. Ya pribahasa tak kenal maka tak sayang memang benar adanya. Aku mengakuinya.

Jam istirahat.

Aku duduk di meja sendiri, sementara Alana pergi memesan makanan. Hari ini dia mentraktirku karena nilai ulangan biologiku lebih tinggi darinya. Gina berjalan mendekatiku. Dia duduk di mejaku dan tersenyum manis.

Three GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang