Trois Génération 7: your New boy-friend

9 0 2
                                    

Aku sudah lelah mendengar komentar ayah, ibu, Shahan dan semua orang yang menganggapku berubah. Aku masih Salina yang sama, namun seakan ditaburi sedikit bubuk ajaib, yang menambah sedikit keberanian.

Setelah beberapa hari belakangan aku rutin chat dengan Barry, hampir nonstop, aku tidak tau mengapa ia bisa cepat sekali membalas balasan dariku, seperti tiap detik ponselnya ada di genggamannya. Kini aku mulai sedikit terbiasa dengan laki-laki luaran. Meskipun tetap siaga 12. Sekarang aku juga mulai faham kenapa Shahan, papa dan mama selalu bilang ga semua laki-laki sama. Barry lebih menyenangkan 100 persen dari yang pernah ku fikirkan tentang dia, kadang malah lebih asik dari Alana.

Bisa dibilang kami sudah resmi berteman. Ya walau baru bertemu satu kali.

"Salina?" Panggil ibu dari balik pintu kayu kamarku, sambil sedikit mengetuk

Aku berdehem sambil berjalan menuju pintu dan menekan kenopnya kebawah "kenapa mah?"

"Turun ke bawah yuk ada yang mau diomongin sama mamah papah.." kata ibu dengan serius. Deg, mengapa begini?

"Tentang temen baru adek?" Tebakku, karena belakangan ini memang yang mereka bicarakan hanya itu itu saja.

Ibu menggeleng, membuatku makin penasaran, "ayo turun aja, papah sama abang udah nungguin.."

Aku berjalan di belakang ibuku, turun langsung menuju ruang keluarga rumah ini. Tempat paling hangat. Ayah dan Shahan fokus kepada siaran F1 di televisi, iya ini malam senin.

"Nico Rosberg pasti menang lagi pah..."komentar Shahan

"Iyalah.. dia di depan sendirian kayak gitu... ehh.. Vettel udah mulai mendekat tuh..." sahut ayah, tanpa sedikitpun menoleh

"Shahan tetep dukung Nico Rosberg..."

Aku menjatuhkan diri di sofa, di sebelah Shahan yang sedang membaca apa itu namanya, rank? Di bagian bawah layar Tv. Melihat sebuah bantal gembul tergeletak di dekat tanganku, aku meraihnya dan melempar bantal itu ke wajah Shahan, lalu cekikikan.

"Adek ah..." gerutu Shahan, membuatku makin geli.

Ibu dan ayahku kambuh lagi, mereka gagal fokus lagi, mereka malah menonton siaran F1 bersama sama, ibuku terus menyemangati Rio Haryanto yang masih ajeg di posisi belakang, padahal Rio-nya gak bakal mendengar support dari ibuku kan?

"Mah..." panggilku manja, ibu menoleh, menatapku sambil berfikir

"Oiya... pah tadi mau ngomong apa?" Colek ibu terhadap ayah, sambil kode kode kayak muda saja

Ayah masih melihat urutan posisi di bawah layar, ibu mencoleknya lagi. Ini jadi gak se-serius awalannya kan.

"Gini..gini.. kalian kan udah gede ya.." ayah melirik urutan posisi lagi "...dan kalian udah bisa mandiri kan?" Lanjutnya

"Hah Shahan sama Salina mau di masukin pesantren pah?" Tanya Shahan dengan mata melototnya gara gara terkejut

"Eh.. engga kok engga.." redam ibu "kalian gak bakal kemana mana sayang"

"Lalu?" Tanyaku, yang mulai penasaran lagi

"Papah harus tugas di luar kota setahun..atau mungkin bisa lebih" ucap ayah dengan sedih

"Dan mamah harus ikut papah kan?" Sambung ibu membuatku tambah teriris

"Jadi maksud mamah, kalian pergi dan aku berdua sama abang di rumah? NO!" aku menarik kesimpulan

"Gitu mah? Iya gak apa apa kok Shahan bakal jagain adek sama rumah dengan baik!" Shahan malah bersikap sebaliknya dengannku

"Mah pah.. aku ikut kalian aja ya.. bayangin nanti kalo tiap hari Shahan bawa gengnya yang serem serem itu kerumah..." mohonku di muka ibu dan ayah

Three GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang