#17 Perubahan

370 36 45
                                    

"Kamu itu selalu saja ikut campur dengan urusan keluarga saya, memangnya, kamu gak punya kerjaan lain?"

"Nah, om sendiri, memangnya gak ada kerjaan lain selain menyakiti tante Manda?" Ari balik bertanya. Membuat Raden--ayah Rara--mendelik.

Tangan Raden sudah bersiap ingin menampar Ari, "Kamu anak kurang ajar, ya! Jangan pernah dekat-dekat dengan Rara! Masih anak smp, tapi kelakuan sudah kurang ajar!"

"Om mau tampar saya? Silahkan, kalau om berani, tapi, pasti berani, sih. Kan tangannya sudah biasa menampar orang, perempuan pula. Jadi, menampar saya mah, bukan hal yang biasa lagi. Iya, gak, om?"

Raden semakin geram, "Baik, kalau begitu, kamu akan menyesal setelah ini, karena terlalu sok menjadi pahlawan. Selamat tinggal bocah ingusan."

Ari terbangun, ketika sekali lagi, mimpi itu mengganggunya. Ada perasaan khawatir, karena takut kejadian dulu terulang kembali. Ari duduk bersandar, mencoba menjernihkan fikiran. Ia benar-benar harus melindungi Rara, apa pun resikonya.

***

Sembari menunggu Myta yang sedang ke kantin, Rara duduk di taman sambil membaca novel kesukaannya, hari ini ia terbebas dari dua mahkluk halus bernama Farel dan Ari.

"Rara," sapa Ari yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Baru saja ia bersyukur karena tidak mendapat gangguan.

"Rara!" Farel menepuk bahu Rara sambil terkekeh, membuat Rara harus menepuk jidat karena dua makhluk yang tidak di harapkan keberadannya ini muncul.

"Ya ampun, kalian lagi!"

Keduanya tertawa, Rara senang, karena Farel dan Ari bisa berdamai. Keduanya, sudah terlihat jauh lebih akrab.

Namun, Rara merasa ada yang janggal dengan Farel, cowok itu, lebih sering menghindar. Senyum yang diberikan, bukan seperti senyum jenis Farel yang biasanya, dan lagi, cowok itu lebih sering meninggalkannya bersama Ari.

"Eh, besok kita jalan-jalan, yuk? Berempat!" Ari memberi usul, yang dengan cepat disetujui oleh Farel.

"Jalan kemana?" Myta yang baru saja datang dengan membawa dua cappuccino ice langsung duduk di samping Rara, mengusir Ari yang sebelumnya duduk di samping Rara terlebih dahulu.

"Kemana aja, yang penting seru."

Mereka semua setuju, lalu setelahnya menghabiskan waktu di taman dengan bersenda gurau. Myta memerhatikan Farel, cowok itu, meski tertawa, namun, Myta dapat merasakan aura kesedihan. Bukan, bukan itu, bahkan Myta tidak dapat mendefinisikannya. Begitu pun dengan Ari, meski dia tertawa, namun, ada sesuatu yang sepertinya membuat hatinya tidak tenang. Ari tampak gelisah sendiri di balik tawanya.

"Em, Ta, tadi gue kan janji mau anterin ke perpus. Ayo, buruan!" Farel menarik pergelangan tangan Myta dengan cepat, tidak memberikan kesempatan kepada Myta untuk berbicara.

"Ra, Ri, gue duluan, ya!"

Tuh, kan... ditinggal.

***

Myta menghempaskan tangan Farel yang menggenggamnya. Dugaannya benar, ada yang aneh dengan Farel.

"Lo apa-apaan, sih?"

Farel menggaruk tengkuknya yabg tak gatal, "Gak, gak pa-pa."

"Lo mau menghindar dari Rara? Lo itu kenapa, sih? Gak kayak biasanya."

Farel terkekeh, lalu merangkul pundak Myta. Sedetik kemudian, mengacak poninya, seperti yang selalu ia lakukan pada Rara. "Yaelah, gue gak pa-pa. Pada parnoan gitu, sih. Gue gak menghindar, sumpah da. Kita kemana kek, yuk. Berduaaa."

Cintapuccino; A Cup Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang