#16 Awal Yang Baik

451 51 51
                                    

Tempo hari, ketika Rara dan Ari pergi ke pasar malam, Farel mengikuti mereka. Hanya mengikuti saat mereka berada di atas bianglala, sambil memakan gulali. Dan ... Farel menyaksikan semuanya, meski ia tidak dapat mendengar percakapan antara Rara dan Ari, namun, ia dapat menyimpulkan, bahwa mereka sudah baik-baik saja. Terlebih saat jari kelingking mereka saling bertautan.

Farel senang, karena bisa membuat keduanya damai kembali, setelah apa yang ia lihat kemarin, ketika Ari menjauhi Rara. Sebenci-bencinya Rara pada Ari, gadis itu tetap tidak bisa menjauh. Apalagi dijauhi. Farel sangat mengerti itu.

Farel tersenyum, kala mengingat kejadian tempo hari, ketika Rara mengatakan bahwa ia juga menyukainya. Meski begitu, Farel sadar... hati Rara tetap bukan untuknya. Tetapi, dia tidak merasa dendam sedikit pun pada Ari. Karena dirinya lah yang justru orang baru di kehidupan Rara. Ari, jauh lebih mengenal sosok Rara.

Cinta itu, bukan soal bagaimana cara mendapatkan. Tetapi, bagaimana cara untuk memberikan rasa nyaman, ketika status 'sahabat' tercemar oleh kata cinta.

***

Hari ini, Farel memutuskan untuk tidak menjemput Rara. Dan menyerahkan tugasnya sebagai ojek sekolah Rara kepada Ari. Awalnya cowok itu menolak, namun, Farel memaksa.

"Lo jangan sampe pergi perlahan dari Rara, bukannya lo yang kemarin bilang sama gue kalau gue harus tetap ada di samping Rara? Rel, bukan cuma gue yang Rara butuhkan, tapi, lo juga!"

Farel terkekeh, lalu menepuk pundak Ari pelan. "Yaelah, santai bro. Gue gak sependek itu pikirannya, lo kok jadi parno gitu! Gue juga gak mau relain Rara buat lo, enak aja entar lo menanh banyak!"

"Huu... gelo! Udah ah, lo aja yang jemput." Ari menoyor kepala Farel yang ditoyor malah cekikikan.

"Udah, lo aja. Gue ada tugas negara. Udah, ya? Entar kesiangan. Ibu negara nanti ngomel, loh, kalau telat jemput!"

Farel melambaikan tangan, lalu bergegas dengan sepeda motornya. Tanpa menunggu jawaban Ari. Semenjak kejadian di studio, perang dingin antara mereka sudah mulai mencair. Mereka berfikir, tidak ada salahnya jika mereka juga bersahabat.

Beberapa menit kemudian, Ari sampai di depan rumah Rara. Terlihat gadis itu sudah berdiri berkacak pinggang.

"Hai, Ibu Negara? Maaf telat jemputnya."

Rara menoleh, bersiap ingin mencubit Ari. "Lo masih selamet kali ini, kalau Farel, sih, udah gue jadiin rendang!"

"Yah, aku bersyukur kalau gitu," jawab Ari sambil terkekeh. Sebelum mendapat cubitan dari Rara, Ari sudah menangkisnya terlebih dahulu.

"Oke, ini pertama kalinya gue naik motor ke sekolah sama lo. Jangan ngebut."

Ari menjawab dengan sebuah hormat, lalu berkata, "Siap, Ibu Negara!"

"Lo kayak Farel, ih. Suka ngomong begitu." Lagi-lagi, Ari hanya terkekeh.

Sepanjang jalan, apa yang dilakukan Ari, selalu disangkut pautkan dengan Farel. Ari tidak mengerti, sebenarnya ada apa dengan Rara pagi ini? Dia jadi merasa, bahwa Rara tidak senang dijemput olehnya. Namun, Ari memilih diam, dan menanggapi segala ocehan Rara dengan senyuman, atau tertawa pelan.

"FAREL! AWAS ITU ADA POLISI TIDUR! LO KEBIASAAN, NIH!"

Farel?

***

Di jam istirahat, Ari sudah kabur terlebih dahulu bersama Putra dan juga Rakha. Rara terheran-heran, sejak kapan Ari nongkrong bersama pentolan sekolah? Pun seluruh siswa/i SMA Erlangga. Kabar kedekatan dua cogan itu langsung menyebar, dengan kekuatan embusan angin.

"Itu si Ari mainnya sama Rakha sekarang? Apa gak takut ketularan apa, ya, tu anak?" Myta menyeletuk, seraya menatap kepergian Ari bersama Rakha yang saling merangkul, layaknya sahabat lama. Sampai sosok mereka sudah tak terjangkau dari pandangan. Rara menjawab dengan mengangkat bahu. Ia harus meminta penjelasan soal ini pada Ari.

"Stt... minggir!"

Myta menoleh pada sumber suara, lalu ia memutarkan bola matanya ketika mendapati sosok Farel yang sudah seperti Jalangkung. Datang gak diundang, pulang gak ada yang mau nganter. Myta beranjak dari kursi Ari, dan digantikan dengan Farel yang dengan watados-nya mengusir Myta.

Rara melamun, sampai tidak menyadari bahwa ada Farel di sampingnya. Farel mengeluarkan dua botol air mineral dingin, satu ia berikan kepada Myta; untuk sogokan. Lalu, satu lagi, ia tempelkan pada pipi Rara. Membuat gadis itu terkejut.

"Ck, Farel apaan, sih?!"

"Abis, ngelamun aja. Itu jidat minta diisi air dingin, soalnya panas katanya. Nih, minum dulu, abis ulangan matematika, kan? Gue ngeliat dari jauh, kepala lo ngebul. Banyak asep, bentar lagi mau meledak."

Rara menyambar botol itu, lalu memukulkannya kepada Farel. "Berisik!"

Farel meringis kesakitan, "Kejem lo, ya, sama orang ganteng!"

"Ganteng dari hongkong!" Mau tidak mau Rara jadi tertawa, lalu ia meneguk air yang Farel berikan sampai habis setengahnya.

Farel menatap takjub, "Wih... langsung disikat! Haus, Neng? Abis nyangkul di mana?"

Rara menjambak rambut Farel dengan gemas, "Lo kenapa gak jemput gue tadi? Padahal, gue lagi butuh samsak!"

"Mau dong, dijadiin samsak! Atau di unyeng-unyeng kayak gini aja, gue seneng, kok!"

Rara langsung melempar kepala Farel ke sembarang, dan mengelap tangannya seolah baru saja ia memegang sampah.

"Buset si Rara, untung kepala gue masih nyangkut, gak copot!"

Rara tertawa geli, ia rindu Farel yang bertingkah. "Lo gak ngantin?"

"Ini mau, sekalian mau beliin buat lo. Eh, nanti kalo kita punya anak, mau gue kasih nama... Rafa. Rara, Farel. Cucok, kan? Haha... yaudah, gue ke kantin dulu, tunggu sini, ya?" Farel beranjak, lalu mengacak poni Rara lembut. Dan untuk kesekian kalinya, perlakuan Farel itu sukses membuat wajahnya merah merona.

Rara mengambil botol air mineral yang sudah kosong, dan melemparkannya ke arah Farel. Dan, yap! Tepat mengenai kepalanya. "Nih, buang sekalian. Bersama dengan mimpi lo yang ketinggian!"

Farel menanggapinya dengan senyuman bahagia. Anak-anak sekelas Rara yang menyaksikan kelakuan mereka hanya mampu menatap dengan iri.

"Dasar gila. Dia beneran cinta mati itu sama lo," ujar Myta dengan nada ketus. Ia dapat bernapas lega, karena salah satu makhluk yang membuatnya harus menjadi nyamuk pergi juga.

Wajah Rara kembali merona "Ih, Myta apaan, deh. Anak pea gitu ngapain di percaya, udah tahu tukang banyol. Semua yang dia omongin, ngaco semua. Cuma banyolan."

"Termasuk waktu bilang suka sama lo?"

"Ah, udah, ya, gak usah bahas ini."

***

Udah? Iya, udah, segini aja dulu. Maap karena baru update, seperti biasa, sakit, lagi. Sakit mulu. Iya, ini lagi drop. Jadi, gak sempet ngetik. Dan ... gue cuma bawa segini aja dulu, ya? Gak pa-pa kan? Yang penting ada Farel. Haha😂 Updatenya bakal cepet lagi, kok!

Dear, siders...
Masih bertahan ngumpet?

Reftaniar.

Cintapuccino; A Cup Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang