#13 Sesak

428 39 43
                                    

Rara diam seribu bahasa. Pelajaran yang sedang berlangsung tak pernah membuatnya fokus. Rara terus melirik kepada Ari yang juga sama diamnya. Ada yang berubah dari Ari. Dan dia tidak menemukan penyebab perubahan dari Ari. Cowok itu ... selalu bungkam dan menghindar.

Bel istirahat berbunyi, dan ini adalah kesempatan yang akan Rara ambil untuk meminta penjelasan pada Ari.

"Put! Gue pindah di situ, ya?"

Rara terkesiap, "Ari, jangan!"

Ari tidak berkata apa pun, ia hanya melirik pada jemari Rara yang memegang ujung seragamnya. Lalu, ia memberika kode pada Putra, kalau ia tidak jadi pindah. Ari kembali diam. Memainkan ponsel, tanpa menganggap keberadaan Rara. Ada apa ini? Sebelumnya, semuanya masih baik-baik saja. Rara jadi merasa sesak, dan ingin menangis.

"Kantin, yuk?" Ajak Rara yang tidak mendapat respon dari Ari.

Bingung. Itulah yang sedang Rara rasakan saat ini. Berkali-kali dia bertanya, dan berkali-kali juga Ari mendiamkannya. Rara hanya butuh sebuah penjelasan saja. Soal terima atau tidak alasannya, itu urusan belakangan.

Dari kejauhan, sudah muncul Farel. Wajahnya terlihat lebih berseri hari ini, mungkin karena semalam. Farel berjalan dengan memasukkan kedua tangannya dalam saku celana, memberikan kesan cool.

Farel tersenyum sumringah, saat didapatinya Rara masih duduk manis di tempatnya. Dia sudah yakin saja, kalau Rara tengah menunggu kedatangannya.

Namun, sebuah senyuman itu pudar setelah dilihatnya bahwa masih ada Ari di sana, dengan wajah datar. Dan Rara ... berkali-kali gadis itu melirik kepada Ari dengan ekspresi yang tidak dapat Farel mengerti. Sepertinya, dia terlalu berlebihan menanggapi ucapan Rara yang katanya juga menyukainya.

"Hai, kalian gak ngantin?" Rara menoleh kaget.

Ari tersenyum, "Kalian duluan aja? Gue ada urusan." Ari beranjak dari kursinya, menghampiri Putra yang sedang menunggunya sejak tadi. Lalu mereka berdua keluar kelas.

"Kenapa dia?" Farel menepuk bahu Rara, namun ada yang aneh. Farel merasa, bahu itu bergetar. Rara menggigit bibir bawahnya, ia hanya menggeleng sebagai jawaban.

Ingat? Farel adalah tipikal cowok yang tingkat kepekaannya itu kuat, jika sudah berhubungan dengan Rara. Farel dapat mengerti, dari apa yang baru dia lihat. "Kita ke taman, yuk?"

Tanpa persetujuan Rara, Farel menarik gadis itu ke taman. Myta yang baru saja hendak memasuki kelas langsung terkejut karena melihat Farel yang begitu terburu-buru, dengan Rara yang terus tertunduk. Myta juga peka, namun kepekaannya tidak sekuat Farel. Dia yakin, sesuatu telah terjadi. Sebelum berpapasan dengan Farel dan Rara, dia juga berpapasan dengan Ari dan Putra. Dia merasa ada yang janggal, karena biasanya Ari tidak bisa jauh-jauh dari Rara.

***

"Mau nangis?"

Rara tetap diam. Bahunya masih bergetar menahan tangis. Farel merasa sesak. Setengah mati dia selalu ingin membuat Rara tertawa, namun dengan mudahnya Ari menghapus tawa itu dari wajah manis seorang Rara. Farel sudah merasakan ini sejak beberapa hari yang lalu, kalau Ari tengah menjauhi Rara.

Menyadari bahwa Ari sedang menjauhi Rara, Farel malah merasa sangat khawatir terhadap dampaknya. Bukan mengambil kesempatan itu untuk mengambil Rara dalam rengkuhannya. Remember? Kenyamanan Rara tetaplah nomor satu bagi Farel.

Farel menepuk bahunya sendiri, "Sini, senderan sama abang."

Rara menghela napas beratnya dengan satu tarikan penuh. Lalu mengembuskannya seolah ingin rasa sesak itu keluar. Dahulu, ketika kedua orangtuanya sedang dalam masalah besar, Ari menghilang begitu saja setelah mengucapkan janji bahwa ia akan terus bersamanya dan melindunginya. Dan sekarang, ini terjadi lagi? Ari yang menjauhinya kini, seolah sedang mengatakan secara tidak langsung, bahwa ia akan meninggalkan Rara, lagi. Dalam kondisi yang sama. Di mana kedua orangtuanya sedang berada di ujung tanduk perceraian. Dan dalam sebuah janji, yang bahkan diucapkan tepat di hadapan ayahnya.

Cintapuccino; A Cup Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang