#21 Sahabat

402 29 23
                                    

Farel dan Myta baru menyadari ketidakberadaan Ari. Dan menjawab apa adanya ketika Rara menanyakan Ari. Mereka sangat bersyukur, karena Rara sudah mulai pulih dalam keterpurukannya, meski masih terlihat jelas kesedihan pada setiap tatapan matanya. Tapi, mereka menganggap itu hal yang wajar.

Yang jelas, Farel akan berusaha menemukan mama Rara. Farel tidak ingin melihat luka Rara lebih dari ini.

"Tadi malem, gue line Ari," ucap Rara tiba-tiba.

Farel menghela napas, "Terus? Di bales?"

Rara mengangguk, "Hu-um, tapi gue gak bales."

"Kenapa?" Tanya Myta penasaran.

Rara mengangkat bahu. "Bingung mau bales apa." Farel dan Myta terdiam, tidak tahu harus berkomentar apa. Myta menatap wajah Rara yang sendu, tak pernah terfikir olehnya, bahwa ia bisa mengenal orang seperti Rara. Banyak sekali pelajaran hidup yang ia terima, dari kisah Rara, ia benar-benar harus banyak bersyukur.

"Yuk, berangkat, nanti telat." Mereka semua beranjak dari teras, dan segera masuk ke mobil Ayah Myta.

***

Sesampainya di sekolah, semua teman sekelas menyapa Rara. Karena sudah beberapa hari gadis itu tidak masuk. Seperti biasanya, Rara membalas sapaan mereka dengan senyum lebar dan ceria. Farel dan Myta saling menatap, lalu masing-masing merasakan sesak. Karena mereka tahu segala kondisi Rara.

"Baik-baik ya, Putri. Pangeranmu akan segera memasuki kelas, inget, belajar yang fokus. Jangan inget pangeran terus. Nanti jam istirahat pangeran jemput," celetuk Farel sambil terkekeh.

Rara langsung menjitak kepala Farel, seperti biasanya. "Amit-amit, ih!"

Farel hanya membalas dengan cengiran, lalu berjalan keluar kelas. Setelah sampai di ambang pintu, Farel memberikan kecup dari jauh, lalu meniupnya seolah-olah kecupan itu akan sampai pada Rara. Rara mengepalkan jari, tanda jika Farel tak kunjung pergi, ia akan meninju wajahnya. Membuat Myta tertawa geli, bahkan teman-teman satu kelas mereka. Dan, seperti biasanya juga, beberapa dari mereka berteriak karena ingin di perlakukan seperti itu juga.

"Ganjen banget!" Satu sentilan meluncur dengan mulus. Membuat dahi Farel memerah.

Farel menoleh, dan terkejut. "Anjir! Ari! Kemana aja lo buset. Itu kenapa muka pada besot?"

Ari tak menjawab, dia malah meloyor pergi dan tak menghiraukan lagi keberadaan Farel. Satu-satunya yang dia tuju hanyalah Rara.

Kelas awalnya menjadi hening, saat Ari mulai berjalan mendekati Rara dengan wajah yang masih terlihat lebam dan juga banyak goresan. Tetapi, tetap saja tidak mengurangi kadar ganteng dari Ari-ini, sih, kata Tuti.

Langkah demi langkah terasa berat, Farel masih bertahan di ambang pintu. Sedangkan Rara, wajahnya memerah, dan jantungnya berdegup kencang ketika Ari mendaratkan sebuah tepukan pada pucuk kepalanya.

"Aku seneng, kamu baik-baik aja." Hanya itu kata yang terlontar dari mulut Ari, lalu dengan santainya dia langsung duduk. Farel tersenyum datar, lalu segera keluar kelas Rara.

Gosip baru akan segera muncul. Mengingat mulut seorang cewek kalau sudah bergosip kecepatannya melebihi kilat. Dan, gosip-gosip itu akan menyebar dengan cepat melalui embusan angin. Gosipnya berupa;

Rara yang baru muncul, udah bikin dua cowok langsung ngapit.

Farel keliatan kecewa liat Ari langsung deketin Rara.

Farel yang gak rela ninggalin Rara sama Ari.

Kurang lebih seperti itu, karena sebagian dari teman sekelasnya tengah membicarakan kejadian beberapa detik yang lalu. Padahal, itu hanya hal biasa yang dilihat secara berlebihan oleh mata dan mulut-mulut yang gatal kalau tidak bergosip.

Cintapuccino; A Cup Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang