sl 14

562 63 3
                                    

"If I could write another ending. This wouldn't ever be our song."
























Jam telah menunjukkan angka sepuluh malam. Rasa khawatir mulai menghantui Alliana yang sedaritadi nampak tidak konsen di tempatnya. Skandar sedang membawanya bertemu dengan saudara-saudaranya yang lain. Pria itu memperkenalkan Alliana sebagai patner kerjanya. Karena memang itulah kenyataan yang ada. Hubungan mereka hanya
sebatas rekan kerja dan juga patner dalam sebuah film yang mereka jalani. Ya, mereka berteman, tidak lebih.

"Ada apa?" Skandar berbisik cemas melihat wajah Alliana yang mulai tidak nyaman. Alliana berusaha menarik bibirnya membentuk seulas senyum namun dia gagal saat Skandar mengacungkan jari telunjuknya. Seolah mulai menyadari apa yang mengganggu pikiran Alliana.

"Kudengar diberita, kau sudah resmi bercerai dengan suamimu itu ya? Dia seorang pecandu, bukan?" Tiba-tiba Alena sepupu Skandar yang lainnya mencetus tanpa sopan santun. Usianya masih berada jauh di bawah Alliana. Seakan memaklumi, Alliana hanya tersenyum tipis.

"Ya." Katanya singkat. Skandar merasa tidak enak hati. Dia berdeham pelan untuk mencairkan suasana yang canggung.

"Kalian nampak cocok bersama." Jack kali ini ikut berkomentar, tetapi dia jauh lebih sopan dan terkesan menggoda dengan seringaian di sudut bibirnya. Baik Alliana ataupun
Skandar nampak salah tingkah di tempatnya. Terlebih Alliana yang kini mengusap tengkuk lehernya.

"Well, sepertinya aku harus mengantar Alliana pulang." Kata Skandar menatap satu persatu saudaranya. Sementara Alliana masih nampak memerah di sisinya akibat ucapan Jack.

"Kenapa buru-buru sekali?" Jack kembali menyambar dengan polos. Usianya masih delapan belas tahun. Wajar sekali bila dia gemar menyambar ucapan orang lain.

"Anakku pasti menunggu dirumah. Mereka tidak bisa tidur tanpaku." Balas Alliana tenang. Serempak, saudara sepupu Skandar mengangguk. Mereka bergantian memeluk Alliana dan membiarkan wanita itu pulang bersama Skandar.
Alliana benar-benar canggung ketika Skandar masih terus membiarkan tangannya terkapit oleh lengan pria itu. Mereka berjalan beriringan menuju lobby hotel. Sesekali tersenyum ketika ada salah satu rekan yang mereka kenal menyapa dengan ramahnya.

"Tadi Justin menghubungimu?" Skandar bertanya hati-hati sembari memakai safety beltnya. Alliana melakukan hal yang sama namun kali ini raut wajahnya menegang untuk
beberapa saat. Mendengar Skandar yang menyinggung nama Justin.

Selama beberapa minggu ini mereka kembali dekat, Skandar memang tak pernah menyinggung masalah Justin padanya. Saat itu Alliana sempat bertanya-tanya juga, tetapi akhirnya dia memahami mungkin Skandar ingin menjaga perasaannya. Tapi kini, pria itu tanpa disangka menyinggung nama Justin dengannya.

"Darimana kau tahu?" Tanya Alliana terkesan datar. Skandar mengulum senyumnya lalu pria itu mulai melajukan mobilnya keluar dari lobby hotel dengan kecepatan sedang.

"Dari gerak-gerikmu." Balas Skandar berusaha santai. Tidak menjadi rahasia lagi apabila Skandar memiliki perasaan kepada Alliana. Sejak dulu sampai sekarang pun perasaan itu seakan tidak pernah pudar untuk Alliana. Awalnya, dia sudah mencoba untuk melupakan Alliana. Namun ternyata tidak semudah yang dia pikirkan. Bertahun-tahun dia mencoba, lantas bertemu kembali dengan Alliana dengan keadaan mereka yang jauh lebih berbeda. Ada kesempatan yang terbuka untuknya. Tentu Skandar akan mengusahakannya. Dengan cara yang sehat tentu saja.

"Oh." Alliana hanya membalas dengan sepatah kata, membuat Skandar langsung mengerti bila wanita itu tak ingin membahas masalah Justin untuk sekarang.
Pada akhirnya Skandar menyerah dan memilih bungkam seribu bahasa selama perjalanan mereka pulang.

SAME LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang