19

902 58 0
                                    


Suara anak-anak kecil itu terus terdengar seharian ini dikediaman Alliana. Setelah acara pemberkatan mereka selesai pukul dua belas siang tadi, Justin memutuskan untuk
membawa Alliana dan anak-anaknya pulang agar mereka bisa beristirahat dirumah. Justin sangat tahu betapa lelahnya hari ini bagi Alliana. Belum lagi, nanti malam mereka harus
menghadiri acara represi pernikahan yang diadakan di ballroom hotel four seasons di Baverly Hills. Tempat yang Caroline dan Zayn pilihkan, dan ternyata sesuai dengan keinginan Justin.

Justin membuka lemari pendingin didapur, mengambil sebuah apel dari sana kemudian dia mengigitnya dalam satu gigitan yang lumayan besar. Pria itu beralih memandang jam di dinding dapur, yang sudah menunjukkan angka lima sore. Sudah lima jam Alliana tertidur dan hingga kini wanita itu belum terjaga. Bahkan Alliana melewatkan makan siangnya. Sepertinya, Alliana benar-benar kelelahan setelah acara pemberkataan mereka.

"Daddy, Daddy! I want apple." Seru Jessamine yang entah kapan sudah berada di hadapannya. Menengadahkan kepala menatap ayahnya dengan cengiran polos nan khas. Justin tersenyum, membuka kembali lemari pendingin dan mengeluarkan dua apel darisana.
Dia mengambil pisau dan piring kemudian mengajak Jessamine keluar dari dapur menuju ruang makan.

"Duduklah," kata Justin dengan suara yang benar-benar lembut. Dia masih tak percaya jika sekarang keluarga utuhnya sudah kembali seperti dulu. Penuh canda, dan tawa. Hal itu merupakan impian Justin yang telah terwujudkan. Tetapi meskipun begitu, masih banyak sekali harapannya untuk keluarga kecil mereka.

Justin mengupas apel ditangannya dengan telaten, lalu dia memotongnya hingga menjadi bagian yang kecil dan meletakkannya di piring. Jessamine yang duduk di
hadapannya hanya menunggu dengan polos, melipat kedua tangannya diatas meja dan memperhatikan bagaimana ayahnya itu mengupas buah apel.

"Dimana Jason?" Justin bertanya pada putrinya itu. Merasa ditanya, Jessamine memandang ayahnya melalui bola matanya yang bulat dan jernih itu. Bola mata yang memiliki warna senada dengan Justin.

"Jason sedang bermain ditaman bersama bibi Jules." Jelas anak itu lancar. Entah mengapa Justin selalu merasa gemas melihat anak-anaknya. Melihat pipi bulat mereka yang
berwarna kemerahan alami, dan juga bibir mungil yang gemar sekali berceloteh. Kehadiran anak-anak dalam hidupnya menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Justin. Di usianya yang nyaris dua puluh tiga tahun beberapa minggu lagi, nyatanya dia sudah mendapatkan segalanya yang dia inginkan. Wanita hebat yang selalu setia berada disisinya apapun keadaan itu. Kedua anaknya yang menjadi penghibur ketika dia bersedih dan memiliki
masalah, keluarga dan saudara yang tiada henti memberi dukungan padanya.

Pekerjaan yang mulai dia bangun kembali sekarang. Keluarga kecil yang utuh, semuanya terasa
begitu sempurna dan membahagiakan. Meskipun harus melewati berpuluh-puluh rintangan
sulit di dalamnya.

"Apa Mine sudah mandi?" Justin kembali bertanya, kali ini dia melirik Jessamine yang tengah mengerucutkan bibir merah mudanya. Gadis mungil itu selalu kesal jika sudah membahas tentang mandi. Justin sendiri tidak tahu mengapa Jessamine sangat pemalas.

"Dengar, kau sudah besar kan? Nah, orang dewasa itu tidak pernah malas untuk mandi." Ungkap Justin penuh dengan sisi kebapakan yang melekat dalam dirinya meskipun usianya bahkan belum genap dua puluh tiga tahun.

"Aku masih kecil Daddy, Grandma bilang aku sudah besar jika aku memiliki adik." Gerutu anak itu dengan gemasnya. Justin terhenyak untuk beberapa saat, namun setelah
itu dia bisa mengendalikan ekspresi wajahnya. Adik.

"Tidak seperti itu sayang, mungkin grandma salah."

"Orang dewasa tidak pernah salah Daddy!" Sahut Jessamine keras kepala. Justin menghembuskan napasnya lelah, setelah semua apel itu sudah terpotong menjadi bagian
yang lebih kecil lagi Justin lantas memberikannya pada Jessamine. Dia menyodorkan sebuah garpu kecil pada anaknya itu.

SAME LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang