end

1.3K 67 4
                                    

**
"Berarti kita jodoh."
**

















Justin benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi selain merawat Alliana dalam keadaan genting seperti ini. Sudah beberapa menit berlalu tapi Alliana belum juga siuman dari pingsannya. Meskipun begitu, suhu tubuhnya sudah kembali seperti semula karena Justin mengompres keningnya dengan air dingin. Pria itu menghela napasnya lelah, tidak menyangka jika perjalanan menuju Italia membuat kondisi Alliana menurun seperti ini. Wanita itu benar-benar kelelahan rupanya.

"Biee," Justin berbisik pelan tepat di telinga wanita itu. Mengusap sisi wajah Alliana dengan lembut berharap istrinya itu akan segera bangun. Sudah nyaris satu jam.

"Sayang.." Kembali Justin berbisik. Beberapa detik setelahnya dia melihat mata Alliana yang mengerjap samar. Bibirnya yang pucat itu terkatup ingin berbicara namun
terlalu sulit. Tersenyum lembut, Justin mengecup kening Alliana cukup lama. Mengalirkan
kehangatan kepada wanita di sebelahnya itu.

"Kau tidur terlalu lama." Kata Justin sembari mengusap rambut Alliana sedangkan bibirnya masih menempel di kening wanita itu.

"Aku haus, Justin" Alliana berbisik dengan suara yang serak nan parau. Justin tersenyum kemudian dia membantu Alliana untuk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.

Setelah itu Justin meraih segelas air putih di nakas dan memberikannya kepada Alliana. Pria itu mengamati dengan seksama dan mencoba untuk menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi pada Alliana. Pusing, mual dan demam. Hamil? Justin tidak bodoh jika semua gejala yang Alliana alami merupakan gejala seorang wanita hamil. Namun masalahnya disini adalah, mereka baru menikah dua hari yang lalu, baru melakukan hubungan suami istri itupun baru sekali. Dan yang semakin memperkuat bukti bahwa Alliana tidak hamil karena Justin sendiri tahu bagaimana kondisi kesehatan organ reproduksinya yang di diagnosa mengalami kemandulan.

Lebih tepatnya, sulit mendapatkan keturunan kembali karena menurunnya hormon reproduksi karena mengonsumsi alkohol, rokok serta narkoba. Justin tahu dia tidak benar-benar mandul dalam artian yang sebenarnya, tetapi dokter yang menanganinya mengatakan bahwa dia agak sulit memberi keturunan lagi. Butuh waktu yang lama dan juga usaha yang keras.

"Kenapa melamun?"
Suara parau Alliana seketika membuyarkan lamunan panjang Justin mengenai spekulasinya. Dia sudah menyimpulkan bahwa Alliana tidak hamil. Itu sangat mustahil dan
kemungkinannya pun sangat tipis. Nyaris tidak ada bahkan. Dia amat yakin untuk yang satu itu.

"Uhm, bagaimana perasaanmu? Merasa jauh lebih baik?" Justin mengambil alih gelas yang Alliana genggam lalu meletakkannya di nakas. Lantas dia mengambil semangkuk bubur hangat yang baru dia buat beberapa menit yang lalu.
Beruntung sekali karena ternyata Jennifer benar-benar mempersiapkan keperluan mereka secara keseluruhan. Tanpa cacat sedikitpun. Mulai dari transportasi, fasilitas villa
yang mewah, serta kebutuhan yang lainnya.

"Ya, hanya perutku sedikit perih."
Justin terlonjak. Apa katanya? Perih? Justin berpikir untuk sesaat. Mencoba untuk mengingat-ingat hingga kemudian dia teringat kenyataan bahwa Alliana memiliki sedikit
masalah dengan pencernaannya.

"Ini pasti karena kau terlalu letih dan telat makan." Ungkap Justin menghela napasnya panjang. Dia menatap Alliana yang hanya memanyunkan bibirnya. Tanda jika
wanita itu tidak ingin sepenuhnya disalahkan karena masalah telat makan dan letih itu.

"Sekarang buka mulutmu, biar aku menyuapimu bubur. Sampai habis dan tidak ada rengekan." Tukas Justin penuh penekanan tiap katanya. Melirik sekilas pada Alliana yang
merengut, Justin mulai menyuapi Alliana bubur buatannya.

"Sampai habis?" Alliana berucap ragu. Seolah berharap dia tidak perlu menghabiskan seluruh bubur itu hingga habis. Perutnya benar-benar mual, entah karena apa. Rasanya
juga perih melanda perutnya.

SAME LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang