Sunshine: Mega

4.1K 103 7
                                    

Semilir angin menambah suasana cerah hari ini, meski panas matahari begitu terik tapi gema musik di lapangan utama tetap mengalun. Panggung di tengah lapangan ramai dengan panitia PTA yang sedang istirahat. Asap mengepul dari tenda-tenda peserta PTA, waktu istirahat mereka gunakan untuk memasak makanan.

Lagi, Mega melamun di pinggir lapangan sambil memandangi panggung. Sesekali lamunannya buyar saat calon adek kelasnya lewat sambil menyapa. Scarf kuning yang dikenakannya begitu mencolok, bahkan dari kejauhan, semua panitia tau, Mega sedang memandangi Fahrul. Bukan rahasia umum. Mega si lemot begitu mengagumi Fahrul, salah satu anggota Pramuka.

"Permisi, Kak." Suara siswa laki-laki membuyarkan lamunan Mega.

"Ada yang terluka?" Ia berdiri sigap.

"Iya, Kak." Siswa itu menunjukkan betisnya yang terluka.

"Loh? Kok lukanya sepanjang ini? Kamu habis ngapain?" Cercah Mega, ia berjongkok memerhatikan luka itu. "Ayo ke UKS." Mega hendak meraih lengan siswa itu, tapi tangan lain sudah mendahuluinya.

"Biar ku bantu." Suara Fahrul. Mega mendongak, Fahrul mengambil alih lengan siswa itu dan memapahnya menuju UKS.

"Tidak apa-apa, aku bisa memapahnya." Mega berusaha bicara.

"Kamu kan perempuan, masa mau memapah siswa laki-laki?" Fahrul melirik siswa itu. "Kesempatan dong." Lanjutnya, membuat siswa itu menelan ludah.

Mega mengangkat kedua alisnya. "Kesempatan?" Otak lemotnya kambuh.

Tapi, Fahrul hanya diam. Mereka berjalan menuju UKS dalam diam, hanya sesekali terdengar desisan kesakitan. Mega berjalan mengekor di belakang kedua laki-laki itu, matanya tak berkedip menatap Fahrul meski hanya dari belakang, seolah-olah Fahrul akan lenyap dengan kupu-kupu dan kelopak bunga mawar, jika ia berkedip sekali saja.

Fahrul mendudukkan siswa itu di ranjang UKS. Petugas PMR yang lain sedang beristirahat di ruang PMR, otomatis UKS cukup sepi. Hanya ada Bu Linda di ruang obat-obatan yang bersekat dinding dengan ruang UKS.

"Kamu mau ngobatin lukanya apa mau ngliatin aku aja?" Fahrul berkata datar. Membut Mega melongo. Ia menatap cengo Fahrul yang balik menatapnya datar.

"Kenapa aku bisa tau?" Fahrul menerjemahkan tatapan Mega. "Punggung aku keram karena kamu lihatin terus." Sahutnya ketus.

"Maaf." Mega berkata lirih, ia menunduk lalu berjalan mengambil kotak obat.

"Itu.. pacarnya?" Tiba-tiba siswa tadi bertanya pada Fahrul, tapi Fahrul hanya menelan ludah. Ia berdehem lalu berjalan keluar, melewati Mega tanpa meliriknya.

Mega menghela. "Dari tadi nahan nafas terus." Ia mengelus dadanya.

**

Matahari mulai meninggi, semua panitia terduduk di samping panggung, seragam Pramuka dan PMR berbaur bersama. Tidak ada perbedaan, dan tidak ada persaingan. Mega menyandarkan punggungnya ke pohon, ia mengecap mulutnya, kerongkongannya kering karena kehausan.

Seharian ini, ia bertugas di pos traveling bersama beberapa anggota Pramuka yang lain. Tapi bukan Fahrul. Seharian ini, ia tidak melihat Fahrul sama sekali. Bahkan saat ia sudah sampai di lapangan sekolah, Fahrul juga tidak terlihat.

"Mau ambil minum?" Tanya Lia pada Mega.

"Bentar deh. Masih capek, istirahat dulu aja." Dan Lia pun mengangguk.

"Minum minum!" Teriak Fahrul yang datang dengan sekardus air mineral.

Mega menegakkan duduknya, cahaya matahari yang menyinarinya tertutup bayangan Fahrul. Matanya tak lepas dari Fahrul, laki-laki itu sedang membagi-bagikan air mineral. Tiba-tiba Fahrul menoleh, mata mereka bertemu. Mega melongo, bukannya memalingkan wajah tapi ia justru tak berkedip menatap Fahrul. Matanya semakin melebar saat Fahrul berjalan mendekatinya.

"Nih!" Fahrul mengulurkan air mineral pada Mega, secepat kilat Mega meraihnya dan meminumnya sekali teguk. Ia melirik Fahrul, minumannya tersangkut di kerongkongan saat mendapati Fahrul menatapnya dengan kening berkerut.

"Hati-hati, dong!" Lia memukul-mukul punggung Mega.

"Aduh, Mega." Seru beberapa panitia yang lain, mereka terkikik melihat Mega yang salah tingkah didekati Fahrul.

"Apa?!" Sentak Mega, justru mengundang tawa mereka. Ia kembali melirik Fahrul, Fahrul tengah tersenyum tapi tidak menatap Mega. Mega menggigiti sedotan air mineralnya, otaknya memutar ingatan setiap kali Fahrul sedang tersenyum. Dan sudut bibir Mega terangkat.

**

"I spend my time 'till golden shine.. refraction in my face stay for a while.. " Mega bergumam, menyenandungkan lagu kesukaannya. Tidak terasa, acara PTA sudah berakhir. Hari-hari bebasnya memandangi Fahrul sudah berakhir, saat sekolah, ia akan jarang melihatnya. Tentu saja, karena mereka tidak sekelas.

Mega berdiri di samping gerbang sekolah, menunggu jemputan Kakaknya. Ia mendongak, matahari sangat terik. Tiba-tiba, bayangan hitam menutupi panas matahari yang terik. Mega menoleh, Hasim tengah berdiri di sampingnya.

"Kenapa terkejut begitu? Memangnya aku hantu?" Hasim mengernyit.

"Mirip sih." Celetuk Mega.

"Sim, belum pulang?" Tiba-tiba Fahrul ikut bergabung, ia menepuk bahu Hasim.

"Iya, ini mau pulang. Duluan ya!" Hasim melambai ke arah Mega. Mega melongo. Hasim baru saja bicara dengan Fahrul, tapi kenapa melambai ke arahnya?

"Nunggu jemputan?" Suara Fahrul membuyarkan Mega. Mega menoleh, kini bayangan Fahrul yang menutupinya dari sinar matahari. Mega harus mendongak saat menatap Fahrul karena tingginya yang hanya sebahu Fahrul.

"Iya." Sahut Mega singkat, ia meremas kaosnya.

Fahrul tiba-tiba saja tertawa, ia bisa melihat Mega yang gugup saat bersamanya. Ia melirik Mega, gadis itu memegangi kaos PMR nya.

"Kenapa? Kamu gugup?" Dan secepat kilat, Mega menatap Fahrul.

"Ah? Gu-gugup? Enggak, enggak gugup." Elak Mega.

"Kamu mudah ditebak ya?" Fahrul tersenyum lebar. "Manis."

Mega kembali melongo. Jantungnya seakan mau melompat 'Gawat! Kok dia jadi manis gini?' pikirnya.

"Kamu punya ID Line aku kan?" Tanya Fahrul, dan Mega mengangguk cepat. Fahrul tersenyum. "Oke. Nanti aku hubungi ya? Sampai jumpa besok."

"Iya, sampai jumpa besok." Sahut Mega cepat.

Fahrul berjalan menyeberangi jalan raya, beberapa langkah kemudian ia menoleh. Tanpa sadar, Mega melambai ke arah Fahrul. Fahrul pun tersenyum lebar, ia membalas lambaian Mega sambil mengangguk. Lalu langkah kaki Fahrul pun menjauh.

Mega merutuki kelakuannya sendiri, dengan bodohnya ia melambai pada Fahrul, tapi 'Ah, sudahlah!' pikirnya dalam hati. Ia memeluk gemas tubuhnya sendiri, 'Barusan tadi untuk apa? Bahkan dia tersenyum ramah padaku' pikirnya diam-diam.
Mega tersenyum sendiri. "Sampai jumpa besok. Sampai jumpa besok." Ia melompat kegirangan.

**

Pengen buat yang versi Fahrulnya :-) semoga suka, gak di like atau di koment gak apa-apa, asal dibaca sampai habis ya :-D *maksa* hehe *ampun-_-v*

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang