lima

41 8 3
                                    

Anindira

Sesampainya di perpustakaan,aku duduk di pojok ruangan,tempat biasa aku duduk. Aku memasang headsetku dan mulai membaca sembari mendengarkan lagu. Aku lebih suka membaca tanpa ada distraksi. Hanya buku,musik,dan aku. Aku tahu itu kedengaran sangat membosankan tapi itu semacam Happy Place untuk aku. Ya seperti itulah.

Buku yang aku baca kali ini adalah tentang seseorang yang membenci hujan karena hujan selalu mengingatkan dia kepada hal buruk yang terjadi padanya yang kebetulan saja terjadi saat hujan. Setiap hujan datang saat ia ingin pulang,ia selalu mengurungkan niatnya dan memilih untuk menunggu rintik hujan mereda.

Menurutku apa yang dia lakukan ini sangatlah bodoh. Bukankah jika kita ingin melupakan sesuatu,hal yang harus kita lakukan adalah hadapi hal tersebut. Betul tidak? Ah mungkin itu Cuma pemikiranku saja. Tapi satu hal yang aku tahu dari Bunda adalah jangan pernah membiarkan perasaan takut menghalangi kamu untuk melakukan sesuatu yang kamu mau. Aku yakin betul orang ini ingin melanjutkan hidup. Tapi sayang,ia masih takut untuk menghadapi hal yang menghalanginya untuk maju kedepan. Dan menurut aku itu adalah hal yang sangat disayangkan.

Tanpa kusadari sedari tadi ada seseorang duduk didepanku. Juna.

"Lo lucu kalo lagi serius baca." Perkataannya menyadarkanku dari dunia kecil yang hanya berisikan buku,musik,dan Dira.

Pipiku bersemu merah. "Bisa aja lo,Jun."

"Serius loh,Dir! Dahi lo berkerut gitu. Terus lo enggak peduli sama hal yang terjadi disekitar lo kalau lo lagi baca. Menurut gue lucu aja." Arjuna tersenyum hangat.

Aku merasa sesuatu terbesit didalam otakku. Aku yakin pipiku makin merah sekarang.

"Terserah." Aku memutar bola mataku. "Oh iya! Kok lo enggak di kantin? Tadi kan ke kantin sama Lunna."

Arjuna sibuk memerhatikan sekitarnya,lalu matanya kembali menatap ke arahku,"Iya,tapi gue enggak laper. Lagian disana bosen. Kebanyakkan kelas XI yang ngeliatin gue,risih." Ucapnya dengan air muka malas.

Aku tergelak. "Iya lah,Jun mereka ngeliatin lo. Mereka kan jarang ngeliat kelas sepuluh ganteng." Aku kembali fokus ke buku ku,"Paling cuma lo sama beberapa orang yang lain." Timpalku.

"Oh,ternyata Dira selama ini diem-diem mengagumi gue nih?" Arjuna menaik-turunkan alisnya. Dasar.

Aku tersungut,"Yaudah kalo gamau gue bilang ganteng. Enggak maksa kok." Aku mengerutkan dahiku sambil kembali fokus ke novelku.

Arjuna terkekeh.

"Mau lah! Apalagi dibilang ganteng sama lo." Jawabnya,santai.

Pipiku memanas untuk kesekian kalinya. Apa-apaan sih? Kok tiba-tiba aku jadi deg-deg an gini.

"Bawel." Aku mengalihkan pandanganku ke sekitar ruangan,terlalu gugup untuk menatap Arjuna. "Udah ah! Gue mau ke kelas. Lo mau balik ke kelas enggak?"

"Yaudah,ayo!" tanpa basa-basi,Arjuna langsung mengambil tanganku dan menuntunku keluar perpustakaan.

Di sepanjang koridor,semua siswi mengarahkan pandangan mereka ke aku dan Arjuna. Untuk kesekian kalinya. Aku menundukkan kepalaku. Aku lebih memilih menjadi bunglon yang bisa beradaptasi tanpa harus terlalu menonjol keberadaannya.

Sesampainya dikelas,aku langsung melepas gandengan ku dengan Arjuna dan langsung berlari kecil ke arah kursiku. Lunna terlihat heran,namun ia Cuma kembali sibuk mengetik di ponselnya. Paling lagi pacaran sama Fadhil. Saat aku melihat ke arah Arjuna,ia Cuma melemparkan senyum ke arahku. Aku membalas senyumannya. Tak lama kemudian,Pak Yudi – guru Bahasa Inggrisku – masuk kedalam kelas.

Heartbreak CatastropheHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin