Chapter 2 - Lunchtime

1.9K 46 3
                                    

Chapter 2

***

"Kau mau makan apa? Mrs. Collins sedang cuty pergi ke rumah anaknya hari ini, jadi dia tak bisa masak makanan untuk kita sampai besok." aku bersandar di pintu kamar Jord yang terbuka. Dia sedang rebahan di ranjangnya yang besar sambil menatap langit-langit kamar. Dia belum mengganti baju seragam rupanya.

"Daddy mana?" dia tak menjawabku. Malah memberiku pertanyaan yang lain.

"Di ruang kerjanya"

"Selalu sibuk" dia berdecak kecewa.

Aku tersenyum tipis. "Aku setuju padamu. Kenapa kita tidak buat rencana saja agar dia bisa meninggalkan kertas-kertas sialan itu sebentar? Setidaknya untuk bisa makan siang denganmu. Ya kan?"

Katakan aku penjilat brengsek yang memanfaatkan kesedihan seorang anak yang kesepian. Siapa peduli. Aku hanya ingin dia tersenyum walau kedengaran klise.

Jord langsung bangkit dan duduk di ranjangnya. Sekilas aku menyerengai bangga untuk diriku sendiri. Dia tertarik. Ternyata otakku tak seburuk itu kan? Aku masih pintar. Hihi.

"Re-rencana apa maksudmu?" dia bertanya agak ragu. Dia tertarik tapi dia juga malu untuk terlihat mudah bisa ku bujuk. Main gengsi rupanya dia. Aku sembunyikan senyumku dan menatapnya lagi. Kupandang dia yang kali ini menatapku penasaran.

"Mau masak denganku?" aku memiringkan kepalaku kemudian mengerling jenaka padanya. Tapi tiba-tiba dia langsung menunduk dengan wajah merah padam. Hihi. Manis sekali. Anak kecil yang luar biasa angkuh itu bisa memerah hanya karna aku mengedip sok akrab padanya? Dia sebenarnya hanya butuh teman. Aku tahu dia ingin. Tapi dia juga ingin menyinkirkanku.

"Ayolah Jord. Anggap saja aku ini temanmu bukan pengasuhmu. Kita bisa buat rencana-rencana kecil untuk Daddy-mu. Bagaimana?" aku berjalan masuk menghampirinya lalu duduk bersilah di karpet menghadapnya. Dia masih duduk di ranjang. Dia sedikit terkejut saat aku tanpa ragu dan sungkan duduk di bawahnya.

"Tapi itu bukan berati aku-"

"Aku tahu. Kau membenciku kan? Aku tahu." aku manggut-manggut sok mengerti. Sebenarnya jengkel juga mengatakannya.

"Jadi? mau masak denganku atau tidak?" kataku lagi. Dia hanya mengangguk sekali tanpa menatapku.

***

Aku tersenyum melirik laki-laki cilik tampan itu sedang memotong beberapa sayur dengan susah payah. Wajah seriusnya imut sekali. Beberapa kali aku terkikik sembunyi-sembunyi agar dia tak mendengarnya. Bisa gawat jika dia tahu aku menertawakannya diam-diam.

"Bukan seperti itu cara memotongnya." aku menunjuk wortel yang barusan dia potong dadu tapi justru jadi sangat berantakan dan tak berbentuk itu dengan telunjukku. Salah juga sih meminta anak ini membantu memasak. Tapi ini namanya pendekatan kan? Mengganggu sedikit tidak apa-apa. Berhubung dia juga mau.

"Seperti ini?" dia mencoba memotong wortel itu lagi dengan cara yang berbeda, namun tetap saja hasilnya mengerikan. Siapa yang akan mau makan sup buatan kami jika potongan wortelnya sebesar itu?

"Kau salah. Kau mau membuat orang yang makan sup ini mati tersedak wortel? Itu besar sekali. Jika itu telur bebek, induk bebek pun akan lebih memilih bertelur dengan cara cesar dibandingkan normal." aku bicara hampir tak masuk akal. Tapi sungguh! Aku tak berharap Jord menanggapinya. Aku hanya asal bicara saja.

Dia melirikku tajam. "Yang benar saja? Jangan konyol! Ini tak sebesar itu! Dan mana bisa sekor bebek....Ah! sudahlah!" katanya yang tak ku sangka menanggapi ucapan tak masuk akalku. Hihi, dasar anak kecil.

Aku hampir terbatuk menahan gumpalan tawa di tenggorokanku. Wajah kesalnya itu lucu sekali. Aku pasti sudah menciuminya sedari tadi jika aku berani. Tapi mana aku berani? Bisa-bisa aku di sangka phedopilia karena melecehkan anak di bawah umur.

Please Be My Baby (Justin Bieber)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang