Chapter 3
***
"Terimakasih ya." kata Justin lalu bersandar di kursi taman yang kami duduki sekarang. Malam ini kebetulan sekali bintang sedang menampakan diri. Tahu saja jika aku dan Justin akan memandang mereka sekarang. Suasana romantis yang tidak disengaja. Hihihi.
"Terimakasih untuk apa?" tanyaku sambil mengankat kedua kakiku dan memeluknya di atas kursi, ku sandarkan daguku di lututku yang terlipat-menahan udara dingin yang mengelilingiku saat ini. Tapi perlu kalian tahu. Walaupun udara bisa membuatku kedinginan saat ini, namun berada di dekat Justin justru dapat menghangatkan hatiku. Hihi
"Hari ini Jord banyak tertawa." Justin menjawab. Aku langsung menoleh padanya. Dia bicara sambil memandang langit. Aku tersenyum dan menyandarkan pipiku pada lutut. Pemandangan langit tidak seindah dia.
"Aku tidak melakukan apa-apa. Kau yang membuatnya tertawa." jawabku seadanya. Memang benar kan aku tidak melakukan apa-apa? Jord bahagia karena ayahnya main dengannya siang ini, bukan karena tadi aku melemparinya potongan wortel. Hey! yang benar saja?
"Tapi, dia tak pernah seperti itu pada suster-suster perawatnya dulu. Dia hanya tertawa padamu-saat di dapur. Kau ingat?" kali ini dia menoleh langsung menatapku. Aku mengejapkan mataku terkejut dengan dia yang tiba-tiba langsung menusukku dengan tatapan mata itu. Aku buru-buru berpaling-menyandarkan daguku lagi di lutut-kali ini tatapanku terfokus pada tumbuhan di pot sekitar taman.
Persetan jika tumbuhan-tumbuhan itu besok mati karena sekarang aku pandangi. Yang penting, orang tampan di sebelahku ini tidak tahu jika aku salah tingkah setiap kali menatapnya.
"Sebenarnya Jord hanya butuh perhatianmu. Kau selalu sibuk di kantor atau di ruang kerja. Padahal dia ingin kau menghabiskan setidaknya waktu untuknya." kataku kali ini menerawang ke saat dimana tadi siang Jord begitu bersemangat mendengar rencanaku membuat makan siang untuk ayahnya.
"Apa dia bicara seperti itu padamu?"
Aku menggeleng. "Tidak. Bahkan dia selalu mengataiku dengan sindiran pedas. Aku hanya melihatnya, mencoba memahami walau tidak banyak. Dia hanya butuh kau memperhatikannya, Justin" aku menoleh kali ini mencoba tersenyum simpul padanya-bukan senyum canggung lagi. Dan aku berhasil! Aku bisa kan?
Justin mengejapkan matanya-melihatku sebentar lalu buru-buru berpaling lagi memandang lagit.
Hey! Kenapa begitu? Huh!
Aku langsung cemberut sebal mengerucutkan bibirku saat aku sadar dia tak membalas senyum simpul yang sudah kulakukan dengan susah payah itu.
Yang benar saja? Aku sudah bisa tersenyum seperti itu. Jarang-jarang kan aku tidak gugup seperti biasanya. Dan dia mengabaikan senyumku! Kau dengar? Si ganteng ini mengabaikan senyumku!
Krik! Krik! Krik!
Seketika suasana jadi hening cukup lama. Hanya ada suara jangkrik yang melingkupi keterdiaman kami berdua. Yang aku tidak mengerti adalah kenapa tiba-tiba kami terdiam? Ada sesuatu yang salah dengan kata-kataku barusan? Atau tadi aku berkhayal lalu tanpa sadar meraba-raba tubuhnya? lalu dia marah dan diam sekarang?
Eh? Tidak! Mana mungkin! Itu jalang sekali!
Aku yakin sejak tadi aku masih sadar, dan mana mungkin aku seekstrim itu? Jika aku benar-benar melakukannya, sudah ku pastikan semenit setelah aku sadar. Aku akan berlari lalu menabrakan diriku pada apapun yang dapat membuatku mati saat itu juga. Catatat itu!
Lalu jika bukan itu alasannya, kenapa? Dan parahnya aku sama sekali tak berani memulai. Takut jika nanti justru jadi salah tingkah. Akhirnya aku putuskan kembali memandangi bintang tanpa tahu harus bicara apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Be My Baby (Justin Bieber)
RomanceCopyright © 2013 by Nendy Surisma. Hak Cipta Terlindungi © 2013 oleh Nendy Surisma.